Jumat, 31 Agustus 2012

TIPS MENGATASI ANAK MALAS BELAJAR

Sumber:eductory.com/index.php/sekolah2/499-anak-malas-belajar Anak tidak mau belajar atau malas untuk membaca buku pelajaran, sering jadi keluhan orang tua. Anak lebih suka melihat tayangan televisi, seperti sinetron, film atau bermain dengan teman-teman sebayanya.? Jika anak tidak mau belajar, mereka menganggap bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang kurang menyenangkan dibandingkan dengan bermain atau nonton. Untuk mengatasi anak yang malas belajar adalah dengan membuat anak menganggap belajar adalah kegiatan yang menarik, menyenangkan atau membuat mereka sadar bahwa belajar adalah suatu kebutuhan. Selengkapnya, berikut ini adalah tips untuk mengatasi anak malas belajar : Tanamkan kesadaran kepada anak bahwa belajar adalah suatu kewajiban dan tanggung jawab sebagai seorang pelajar yang hasilnya akan diraih dimasa mendatang. Berikan contoh kepada sang anak. Orang tua dapat turut membaca buku-buku yang bermanfaat saat anak sedang belajar. Orang tua sebaiknya juga menanamkan budaya membaca di lingkungan keluarga. Ciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Buat ruang belajar yang menarik, rapi dan tidak membuat anak malas di dalam ruang belajar. Berikan motivasi kepada anak untuk belajar dengan cara yang baik, adakan pendekatan sambil menyelami hati anak dengan menjadikan anak sebagai sahabat. Jangan menyuruh anak belajar dengan memaksakan anak, apalagi dengan cara yang kasar. Berikan insentif kepada anak, baik berupa hadiah kesukaan mereka atau sekedar pujian jika nilai anak bagus. Hal ini akan membantu memotivasi anak. Sebaiknya orang tua lebih terbuka dengan anak dengan menanyakan permasalahan yang dia hadapi, kenapa malas belajar, apa yang dapat membuat ia semangat untuk belajar dan sebagainya. Bantu anak untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pilih waktu yang paling tepat untuk anak belajar. Hendaknya orang tua juga turut membantu anak dengan tidak menonton televisi, atau tidak mendengarkan musik keras-keras. Jadikan waktu belajar ini menjadi kebiasaan rutin sehari-hari, dan sebaiknya orang tua juga menemani dan membantu jika anak mengalami kesulitan saat belajar. Selain waktu belajar yang rutin, sediakan juga waktu yang cukup untuk bermain, menonton dan berinteraksi dengan teman-temannya.
Baca Selengkapnya~~ >>

CARA MENGATASI ANAK MALAS BELAJAR

Sumber: karodalnet.blogspot.com/.../cara-mengatasi-anak-malas-belajar.html Cara Mengatasi Anak Malas Belajar - Sebenarnya tidak ada anak-anak malas belajar karena faktor keturunan. Bila anak anda malas, maka yakinlah bahwa ada yang salah dengan hal itu. Apa yang bisa salah? Hanya satu hal yang bisa menyebabkan kemalasan anak anda, yaitu kurangnya motivasi. Tidak banyak orangtua tahu ini, apalagi memahaminya. Seorang anak malas belajar disebabkan oleh kehilangan motivasi. Seorang anak kehilangan motivasi saat mereka takut dengan kegagalan, jadi hal ini yang membuat anak urung melakukan sesuatu dengan alasan ingin menghindari kegagalan. Sebagai orangtua, Anda harus selalu berusaha untuk memotivasi anak-anak Anda, dan ketika Anda merasakan bahwa mereka sedang dalam fase malas, maka cobalah untuk mencari tahu sumber-sumber demotivasi mereka. Pada artikel ini, Anda akan diberikan beberapa tips cara mengatasi anak malas belajar, berikut adalah pemaparan selengkapnya: 1. Cari tahu Penyebabnya. Penyebab paling umum dari kemalasan adalah karena kurangnya kepercayaan diri pada anak Anda. Faktor lainnya adalah adanya rasa rendah diri yang tertanam pada jiwa si anak. Beberapa orang tua cenderung salah menduga penyebab kemalasan anak, seperti halnya tuduhan bahwa si anak telah melakukan hal-hal yang tidak wajar, seperti penyalahgunaan alkohol atau penyalahgunaan narkoba. Sementara penyalahgunaan zat dapat dianggap penyebab, hanya penyebab sekunder. Penyebab utama biasanya lebih berakar, kurangnya rasa percaya diri atau harga diri, yang dapat diperburuk oleh faktor-faktor seperti depresi dan kecemasan. 2. Menangani masalah-masalah kepercayaan diri. Ada banyak cara untuk memotivasi anak-anak. Tak perlu dikatakan, anak dengan harga diri yang tinggi juga anak yang bermotivasi tinggi untuk mencapai sesuatu. 3. Pujian dan memuji anak Anda. Mendapatkan pujian atau dipuji untuk melakukan tanggung jawabnya juga bisa menjadi sumber motivasi untuk anak Anda dan dapat meningkatkan harga diri anak. 4. Ajarkan anak Anda bahwa kegagalan adalah kenyataan. Anda dapat melakukan ini dengan membuka kepada anak Anda tentang pengalaman Anda sendiri dengan kegagalan. Jika Anda berbagi kegagalan dan kekecewaan anda dengan anak Anda, dia tidak hanya akan bersimpati dengan Anda, tapi juga belajar bahwa ternyata orang tuanya sendiri juga pernah mengalami kegagalan, hal ini akan membimbing dia untuk tetap belajar bahwa gagal adalah bagian dari kesuksesan. 5. Sisihkan waktu keluarga cukup. Jika Anda adalah orang tua karir dan membuat waktu anda kebanyakan jauh dari anak-anak Anda, Anda harus tahu bahwa anak-anak akan merasa ditinggalkan. Salah satu cara mereka untuk mendapatkan perhatian dari anda adalah dengan cara malas belajar. Berikanlah waktu anda kepada mereka, maka besar kemungkinan mereka akan menyerah untuk melakukan hal bermalas-malasan. Kemalasan pada anak bukan merupakan sifat bawaan. Ini adalah reaksi terhadap berbagai rangsangan dan faktor-faktor di lingkungan mereka. Sekarang bahwa Anda memiliki pemahaman yang lebih baik mengapa anak-anak menjadi malas, Anda dapat mencoba bekerja di luar saran yang dijelaskan dalam artikel ini untuk mengatasi malas belajar pada anak anda.
Baca Selengkapnya~~ >>

MENULIS SEPERTI DONOR DARAH

Sumber: indonesiabuku.com/?p=1330 Kecanduanku menulis surat pembaca sudah kumulai sejak aku usia 20 tahun. Saat itu sekira tahun 1973. Aku melihat sederet pohon palem muda tak terurus, kering dan meranggas di alun-alun utara Solo. Lalu aku tulis surat pembaca ke harian Suara Merdeka. Ternyata dimuat. Dan tak lama kemudian aku melihat tanaman itu nampak disirami dan terawat. Momentum ini yang menuntunku menjadi seorang pecandu surat pembaca, epistoholik orang menyebutnya. Menulis surat pembaca memiliki sensasi tersendiri. Ia unik:pendek, menggigit, dan pesannya harus segera sampai. Selain topiknya yang harus selalu mutakhir, ia juga bisa segera ‘diledakkan’. Hasil atau dampaknya juga bisa segera diketahui. Lihat saja, semua perusahaan yang menganggap brand atau merek dagang sebagai sesuatu yang mesti dijaga, pasti menganggap surat pembaca sebagai sesuatu yang layak diwaspadai. Sekali nama mereka tercoret, ribuan orang mengetahuinya. Demikian juga dengan pemerintahan. Surat pembaca menjadi semacam kontrol dari warga untuk setiap kebijakan yang ada. Melalui surat pembaca, mereka tahu kekurangan dari kebijakannya dan segera melakukan perbaikan. Surat pembaca sendiri sebenarnya merupakan bagian dari demokrasi. Bagiku, menulis surat pembaca sebenarnya adalah upaya untuk ikut meriuhkan demokrasi. Surat pembaca sudah seperti jurnalisme warga. Akifitas jurnalisme warga adalah penyampaian berita atau informasi melalui surat Pembaca. Menyampaikan berita, gagasan, atau protes melalui surat pembaca, bagiku adalah cara berdemokrasi yang elegan, melalui tulisan. Adu otak, bukan adu otot. Menulis surat pembaca bagiku, seperti tetesan air di permukaan batu. Kalau terus saja menetes, permukaan batu itu kelak akan menjadi berlubang, tak terasa. Dengan frekuensi pemuatan yang bisa lebih sering dibanding pemuatan opini, aksi berderma ilmu yang dilakukan dengan cinta itu akan membuahkan sesuatu umpan balik yang tak terkirakan di masa depan. Aku tak akan berhenti menulis surat pembaca. Lagi dan lagi. Surat pembaca dan internet Kolom surat pembaca di media cetak tentu terbatas untuk menampung semua surat yang masuk. Kehadiran internet memberi tawaran lain untuk mendorong aktivitas jurnalisme warga. Blog dan email adalah alternatif untuk menyuarakan gagasan lebih luas dan lebih sering. Karena itu aku kemudian mendirikan JEI (Jaringan Epistoholik Indonesia) dan memulai komunitas on line. JEI bukan sebuah organisasi, ini hanya sebuah wahana bersosialisasi, bertukar gagasan, berasaskan saling asah, asih dan asuh. Semangatnya egaliter. Menulis surat pembaca yang ditulis rakyat biasa dengan bahasa sederhana tanpa banyak hiasan kata hampa. Sebagai pendiri komunitas penulis surat pembaca, Epistoholik Indonesia, aku ingin setiap orang itu menjadi penulis surat pembaca yang merangkap sebagai blogger juga. Fenomena ini ideal dan bagus bagi demokrasi. “Dengan mata yang cukup, kutu pun bisa ditemukan dengan mudah.” Demikian bunyi Hukum Linus, yang diambil dari nama Linus Torvald, penemu piranti lunak open source Linux yang fenomenal. Ia sengaja membuka kode peranti lunaknya itu kepada masyarakat luas sehingga dapat segera ditemukan kutu-kutunya, yaitu cacat, kekurangan, dan kemudian upaya ramai-ramai memperbaikinya. Bila semua warga menjadi pelaku jurnalisme warga, mekanisme check and balances dalam kehidupan bernegara, menjadi berjalan. Asal anomali parah seperti kasus yang menimpa Prita Mulyasari dan Khoe Seng Seng dkk. itu tidak terjadi lagi, di mana mereka yang menemukan “kutu-kutu” ketidakadilan dan kecurangan justru terancam ditendang masuk penjara. Aku sendiri memelihara 15 blog dengan isi yang beragam. Mulai dari kumpulan surat pembaca, puisi anak-anak, sampai kenangan akan kekaguman pada sosok gadis di semasa mudaku. Pada tahun 2004 dengan peranku sebagai pendiri komunitas Jaringan Epistoholik Indonesia (JEI) yang mengusung resolusi untuk membangun lebih dari seratus blog epistoholik telah memenangi Mandom Resolution Award 2004 (PT Mandom Indonesia Tbk, Jakarta). Menulis itu berderma pengetahuan Awalnya aku tak menulis surat pembaca. Saat SMP aku menulis puisi dan cerpen. Ketika puisiku dipajang oleh guru di papan majalah dinding, itu momen yang menggetarkan sekali bagiku. Ada sensasi yang kunikmati ketika tulisanku dibaca orang lain. Sejak itu aku mulai berani mempublikasikan tulisanku. Tulisan pertamaku yang dimuat di media kubuat sekira tahun 1968. Aku mengirimkan lelucon ke majalah Kartika Chandrakirana, majalahnya ibuku sebagai istri TNI-AD. Lelucon itu dimuat, dapat honor. Rp. 200,00. Aku memang suka sekali menulis. Aku juga suka sepakbola, maka saat itu aku sering menulis reportase pertandingan sepakbola. Sesudah menguping radio tetangga saat siaran pertandingan sepakbola, aku tergerak untuk menuliskannya. Waktu SMP dan STM Negeri 2 Yogyakarta,aku menulis lelucon untuk majalah Aktuil dan Varia Nada. Waktu kuliah di IKIP Surakarta (saat itu)/UNS Sebelas Maret, pernah menulis artikel sosial di majalahnya ITB, Scientiae. Pernah juga aku menjadi wartawan lepas, menulis tentang musik dan teater di Solo. Juga mengirim berita budaya ke Kompas sampai menulis cerpen ke Sinar Harapan dan majalah Gadis. Hingga sekarang, tulisanku masih sering muncul di kolom Teroka Kompas, Tabloid Bola, dan juga Solo Pos. Dan tentu saja beberapa kolom surat pembaca di Jawa Tengah. Buah dari kebiasaan menulis itu pernah termonumenkan dalam buku Ledakan Tawa Dari Dunia Satwa (Andi, 1987), Bom Tawa Antar Bangsa (USA, 1987) dan Hari-Hari Sepakbola Indonesia Mati : Kesaksian Seorang Suporter Pasoepati (2004, belum diterbitkan). Menulis bagiku bukan sekedar bergaya pamer pengetahuan atau menyehatkan pikiran. Menurutku, dengan menulis, kita berderma pengetahuan. Akumulasi pengetahuan yang ada pada diri kita bertambah awet dan bertambah banyak ketika kita membagikannya. Aku ingat wejangan mantan Hakim Agung Bismar Siregar ketika menjadi finalis Lomba Karya Tulis Teknologi Telekomunikasi dan Informasi (LKT3I)-nya Indosat di Jakarta, Tahun 1999. Beliau bilang, mengutip perkatan salah seorang ‘Ulama klasik (Ibnul Qayim aljauziyah), bahwa setetes tinta dari penulis itu lebih mulia dibanding darah yang tercurah dari para syuhada. Membaca dan menulis seperti donor darah Kebiasaanku menulis barangkali terdorong dari kegemaranku melahap bacaan. Saat aku bersekolah di SD Negeri Wonogiri 3, klas 4-5, tahun 1963-1964, aku sudah mulai membaca. Aku membaca komik cerita Baratayudha, Siti (Wonder Woman) Gahara, dan Serial Nogososro-Sabuk Inten. Komik-komik itu memiliki kenangan kuat antara aku dan ayahku mengenai buku. Ayah bertugas di Yogya. setiap Sabtu pulang ke Wonogiri. Kalau ada buku yang ingin kubaca, aku tulis di carik kertas data bukunya, lalu diam-diam kumasukkan ke kantong bajunya. Minggu depan, aku berharap memperoleh bacaan baru ketika ayah pulang. Aku mengikat cinta dan hormat terhadap ayah melalui buku. Tapi sebenarnya yang mengenalkan aku pada bacaan justru nenek dan pamanku. Di rumah nenek di Kedunggudel, Sukoharjo ada tumpukan buku dan majalah Sosiawan (Depsos) dan Penyebar Semangat milik Pakde (paman) yang seorang guru. Bacaan itu yang membuat kunjungan ke rumah nenek sebagai kegiatan favorit. Kemampuan membacaku juga berawal dari rumah nenek. Sebelum SD, di rumah nenek, ada Pak Lurah mengajakku untuk melihat papan peraga yang digunakan para tuna aksara, warga buta huruf, untuk belajar membaca. Maka aku pun mulai belajar membaca dari peristiwa itu. Membaca bagiku adalah membuka diri untuk memperoleh virus-virus wawasan baru. Untuk terus-menerus mendidik diri sendiri. Aku ingat nasehat John Howkins dalam bukunya The Creative Economy : How People Make Money From Ideas (2001), ”Leave school early, if you want, but never stop learning,” tegasnya. Menulis dan membaca lekat sekali kaitannya bagiku. Menulis dan membaca itu seperti aktivitas metabolisme dalam tubuh. Dengan menulis, aku seperti melakukan aksi donor darah. Darahku disedot secukupnya melalui menulis, syukur-syukur kalau bisa secara teratur. Kemudian saat aku membaca, seolah aku memperoleh darah-darah yang baru untuk mengalir di tubuh ini. Karena itu membaca dan menulis membuatku senantiasa bugar. Selain jalan pagi dan menjauhi tembakau tentu saja. (Seperti diceritakan Bambang Haryanto pada Redaktur Indonesia Buku, Diana AV Sasa) * Tulisan dibuat sebagai hadiah ulang tahun ke 56 Pak Bambang Haryanto dan ucapan terimakasih atas kesediaannya memberi motivasi pada anak-anak Pakisbaru saat peluncuran buku dan peresmian Gelaran Buku Pakis, beberapa waktu silam.
Baca Selengkapnya~~ >>

HIDUPKAN TRADISI MEMBACA DAN MENULIS

Sumber: kampus.okezone.com/read/.../hidupkan-tradisi-membaca-dan-menuli... PADA prinsipnya niat Dirjen Dikti yang mewajibkan penulisan serta publikasi karya ilmiah, baik. Publikasi karya ilmiah bisa menjadi parameter mahasiswa dalam menyelesaikan studinya. Jika sebuah karya ilmiah layak muat di jurnal ilmiah, sudah pasti kualitasnya baik. Dengan begitu, bisa menjadi indikator keberhasilan mahasiswa. Namun, akan menjadi gegabah jika kebijakan ini mendadak diterapkan. Perlu persiapan panjang untuk memulainya. Menghidupkan tradisi baca-tulis mahasiswa adalah langkah krusial yang harus segera dilakukan. Pasalnya, pembuatan karya ilmiah tak lepas dari dua pekerjaan tersebut. Tradisi baca-tulis mahasiswa mampu menunjang kualitas karya ilmiah yang dihasilkan. Maka, perlu adanya kebijakan perguruan tinggi (PT) untuk memupuk tradisi baca-tulis mahasiswa. Pada hakikatnya, kerja membaca dan menulis adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Untuk menulis, mahasiswa harus membaca. Penambahan mata kuliah jurnalistik dalam satuan kredit semester (SKS) barangkali menjadi langkah ampuh untuk memicu tradisi baca-tulis. Melalui mata kuliah tersebut, mahasiswa mempunyai tuntutan menulis. Selain itu, mau tidak mau mahasiswa harus membaca buku sebanyak-banyaknya untuk bisa menghasilkan tulisan yang baik. Sehingga, setelah mengambil mata kuliah jurnalistik, mahasiswa memiliki keterampilan menulis. Agar lebih efektif, seyogianya mata kuliah jurnalistik diterapkan di awal semester. Mengingat kewajiban publikasi karya ilmiah di akhir studi. Dengan begitu keterampilan menulis mahasiswa bisa diasah ketika mengerjakan makalah selama kuliah beberapa semester. Keterampilan menulis yang terasah mampu menjadi senjata mahasiswa saat mengerjakan karya ilmiah untuk dipublikasikan di jurnal ilmiah. Mereka tidak canggung lagi karena sudah terbiasa. Nah, jika setiap PT di Indonesia membuat kebijakan penambahan mata kuliah jurnalistik, dapat dipastikan semua mahasiswa akan mendukung kebijakan publikasi karya ilmiah yang digaungkan Ditjen Dikti. Pasalnya, membuat karya ilmiah bukan momok lagi bagi mahasiswa. Justru yang menjadi masalah adalah bagaimana PT atau instansi lain bisa mengakomodasi karya ilmiah ratusan ribu mahasiswa? Lalu siapa yang bakal membacanya? Pemerintahlah yang wajib menjawab! Abdul Arif Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Walisongo Semarang(//rfa)
Baca Selengkapnya~~ >>

MENUMBUHKAN GAIRAH MEMBACA DAN MENULIS

Sumber" ismailonline.com/menumbuhkan-gairah-membaca-dan-menulis/ Akhir-akhir ini gairah menulis saya menurun drastis. Banyak sebab yang membuat gairah saya menurun, disamping karena banyaknya aktifitas yang menuntut untuk dilakukan secara profesional alias harus tepat waktu, faktor kelelahan setelah melakukan aktifitas pun turut menjadi pemicu menurunnya gairah menulis saya. Sebenarnya aktifitas yang sedang saya jalani ini pun tidak jauh-jauh amat dari seputar tulis-menulis yaitu menerbitkan jurnal kampus. Tapi saya menganggapnya berbeda, kalau biasanya saya menulis secara pribadi, mengedit kemudian menpublish di blog, saat ini saya mengedit tulisan karya orang lain untuk di publish di jurnal. Mungkin hal inilah yang membuat saya kelabakan dalam mengatur jadwal posting saya. Hal semacam ini adalah lumrah saja bagi orang yang punya mobilitas kegiatan yang padat. Akan tetapi ini justru mampu memberikan manfaat yang luar biasa bagi saya pribadi. Selain bisa belajar ilmu editing jurnal saya pun bisa belajar bagaimana membuat tulisan ilmiah yang layak konsumsi publik. Karena saya memiliki banyak masalah (seputar membaca dan menulis) akhirnya saya memutuskan untuk konsultasi pada seorang pakar penulisan. Mungkin dari kawan blogger juga banyak merasakan apa yang saya rasakan yaitu jadwal membaca dan menulis tidak terkontrol alias dalam kondisi “stagnan” sehingga pada akhirnya akan mematikan gairah dan kebiasaan menulis kita karena padatnya aktifitas yang kita lakukan. Nah, menyikapi hal itu konsultan saya bilang begini, lakukan “Skimming” atau membaca cepat. Skimming sangat efektif untuk dilakukan oleh orang yang memiliki mobilitas tinggi. Waktu 5 menit pun sangatlah berharga dalam aktifitas membaca cepat ini. Misalnya begini, ketika kita dalam perjalanan ke tempat kerja, mungkin sebagian orang beranggapan bahwa ia tidak ada waktu untuk membaca. Justru dalam kondisi seperti inilah orang tersebut harus melakukan skimming atau membaca cepat yaitu memanfaatkan waktu 5 menit untuk memahami 1 isi paragraf dari suatu tulisan kemudian menuliskannya kembali dengan kata-kata sendiri. Caranya begini, ketika dalam perjalanan, silahkan buka buku yang akan anda baca kemudian lihat daftar isinya, cari bagian mana yang ingin anda ketahui lalu buka halaman tersebut. Dalam proses skimming anda tidak harus membaca artikel secara utuh, cukup lihat paragraf per paragraf secara cepat, jika sudah menemukan inti paragraf yang anda anggap ilmu baru, stop skimming lalu buat coretan di kertas mengenai isi paragraf tadi. Begitu juga dengan seterusnya. Nah, jika proses skimming ini dilakukan secara rutin dan konsisten maka aktifitas membaca akan terbiasa. Bahkan tidak hanya aktifitas membaca, teknik menulis pun akan anda kuasai dengan cepat karena anda akan sering mengolah paragraf dengan kata-kata anda sendiri. Skimming tentu sangatlah efektif untuk menumbuhkan gairah membaca dan menulis anda. Disamping anda tidak membutuhkan waktu lama untuk membaca dan menulis, anda akan selalu menemukan hal baru dari proses menulis hasil skimming tadi. Akhirnya, jangan pernah menganggap remeh “proses membaca cepat”. Yang perlu diingat yaitu bukan hasil sementara dari scimming tadi, tapi proses yang anda lakukan dalam scimming (membaca cepat) tadi. Proses ini sangat berfungsi untuk membiasakan otak dan tangan bekerjasama, memperkaya wawasan, serta memaksimalkan proses membaca dan menulis. Soo… keep spirit for skimming
Baca Selengkapnya~~ >>

MEMBACA DAN MENULIS

Sumber: sosbud.kompasiana.com/2009/11/27/membaca-dan-menulis/ Apabila ada Negara yang maju, maka selidikilah. Hampir dapat dipastikan bahwa Negara itu memiliki masyarakat yang gemar membaca.Banyak mahasiswa yang lebih senang menghabiskan uangnya membeli pulsa dari pada membeli buku. Sedangkan Koran yang dibaca gratis tidak mau disentuhnya. Ketika saya tanya kepada seorang mahasiswa, mengapa ia tak suka membaca , jawabannya sungguh mengagetkan. ” Banyak yang tak gemar membaca tapi sukses. Ndak kuliah, ndak sarjana nyatanya mereka hidup kaya. Kata saya, membaca bukan bertujuan untuk menjadi kaya, Kalau dengan membaca orang langsung menjadi kaya, maka semua orang akan membaca.. Dan tidak semua ukuran orang lain juga cocok untuk anda . Malahan ada yang baru usia 11 tahun sudah sarjana. Orang itu tidak sama. Seperti kata peribahasa, jangan mengukur baju di badan. Arti dari perbahasa itu, bahwa setiap orang memiliki potongan badan berbeda-beda sehingga bajunya pun tentu berbeda ukurannya. Setiap orang memiliki kondisi, latar belakang dan permasalahan yang bebeda. Itu sebabnya tak boleh disamakan. Kalau ada yang hanya tamatan SD tapi ternyata menjadi orang sukses, bukan berarti orang lain yang hanya tamat SD juga akan mengalami sukses yang sama. Pasangan membaca adalah menulis. Dengan menulis maka yang kita baca dapat tertuang dalam tulisan. Tentu menulis bukan hanya menulis di media cetak. Menuangkan pengalaman, pengamatan, kesan dan renungan dalam buku harian kemudian disimpan juga sudah menulis. Ketika saya baru mulai menulis, sempat terpikir, nanti ada masanya kalau sudah sekian ratus tulisan maka saya akan kehabisan bahan. Ternyata pikiran itu tidak benar. Selalu nada saja bahan dan inspirasi untuk ditulis. Saya akhiri tulisan ini dengan mengutip pernyatan Taufik Ismail ketika menerima Habibie Award dalam bidang budaya tahun 2007 : “Pembangunan Indonesia yang lebih bersifat materialistis telah menurunkan budaya membaca dan menulis anak bangsa. Pada masa penjajahan Belanda, selama tiga tahun sekolah setingkat SMA, diharuskan membuat 106 tulisan dan membaca 25 buku satra dalam bahasa Inggris, Belanda, Jerman dan Perancis. Membaca dan menulis bukan hanya menambah pengetahuan. Namun juga menumbuhkan rasa kemanusiaan dan logika.” ( Kompas Selasa, 4 Desember 2007)”
Baca Selengkapnya~~ >>

Jadikan Media Tong Sampah Yang Menghasilkan

sekolahrendahhati.blogspot.com/.../jadikan-media-tong-sampah-yang... Diadapatasi oleh Muhammad Fajrin Mustafa Tulisan ini bagus untuk para novelis, cerpenis, kolumnis, dan is is lainnya yang senang curhat dengan menggunakan pulpen dan kertas. ouuuw maaf karena dijaman sekarang sudah canggih akan saya ganti dengan menggunakan note book, net book, laptop, ipad, dan peralatan canggih lainnya, tapi masalahnya bukan dengan apa kita menulis tapi mengapa, bagaimana, dan untuk siapa. rasanya sangat disayangkan jika tulisan kita hanya membebani memory d laptop kita atau hanya menjadi lembaran-lembaran usang yang tak diperhatikan. Sudah saatnya kita usahakan agar setiap tulisan kita dibaca orang banyak apalagi jika kita mendapatkan uang dari setiap tulisan kita. Ooouuuw menyenangkan bukan. untuk bisa seperti itu kita harus menggunakan prinsip PA, jika kita sudah mengaplikasikan prinsip PA ini dijamin kita kan "kaya dengan menulis". Prinisp PA yang dimaksud adalah P untuk produktif dan A untuk aktif. Yang dimaksud produkti adalah sebuah usaha untuk tetap disiplin dalam menghasilkan karya tulis, jika tidak sanggup menulis sehari untuk satu tulisan, maka ushakan seminggu untuk satu tulisan, jika belum bisa tambah lagi menjadi satu bulan satu tulisan, waaah mungkin jika belumbisa juga tambah menjadi setahun satu tulisan. begitulah seharunya jika kita ingin menjadi penulis produktif. nah setelah kita bisa produktif dalam menulis, maka jangan biarkan tulisan kita hanya menjadi hiasan dikumpulan folder, kita harus berlanjut ke prinsip berikutnya yaitu A untuk aktif. Yang dimkasud aktif adalah upaya dalam mempublikasikan semua tulisan yang kita buat dengan cara mengurum setiap tulisan kita ke media-media cetak dan elektronik, selain kepuasan batin karena tulisan kita diterbitkan kita juga dapat kepuasa finansial dengan honor dari tulisan kita yang diterbitkan. Untuk mempermudah berikut ini beberapa alamt email dari beberapa media yang saya ketahui yang bersumber dari http://www.ranting-basah.blogspot.com , yang tentunya terbatas. Tapi mungkin ada sedikit guna buat Kawan semua. Untuk jenis opini, kita bisa mengirimkan tulisan ke beberapa koran, di antarnya Pikiran Rakyat (email: redaksi@pikiran-rakyat.com), Tribun Jabar (opini@tribunjabar.co.id), Galamedia (redgala@pro.net.id), Radar Bandung (radarbandung@yahoo.co.uk), Kompas (opini@kompas.com/opini@kompas.co.id), Kompas lembar Jabar (kompasjabar@kompas.co.id), Republika (sekretariat@republika.co.id), Media Indonesia (redaksi@mediaindonesia.co.id), Seputar Indonesia (redaksi@seputar-indonesia.com), Koran Tempo (koran@tempo.co.id), Suara Pembaruan (koransp@suarapembaruan.com), Kedaulatan Rakyat (redaksi@kr.co.id), Lampung Post (redaksilampost@yahoo.com), Padang Ekspres (redaksi@padangekspres.co.id), Sinar Harapan (redaksi@sinarharapan.co.id), Radar Cirebon (redaksi@radarcirebon.com/radarcbn@indosat.net.id), Sriwijaya Post (sripo@mdp.net.id/sripo@yahoo.com/sripo@persda.co.id), Suara Karya (redaksi@suarakarya online.com), Suara Merdeka (redaksi@suaramerdeka.com), Koran Jakarta (redaksi@koran-jakarta.com). Untuk resensi buku, kecuali beberapa, semua koran yang disebutkan di atas tadi juga memuatnya. Untuk Pikiran Rakyat, resensi buku biasa dimuat di Suplemen Kampus yang terbit Kamis (sekali Kamis tiap dua pekan). Alamat emailnya: kampus_pr@yahoo.com. Atau kadang resensi buku dimuat juga di hari Senin, di suplemen Teropong (terbit sekali Senin tiap dua pekan). Emailnya: teropong@pikiran-rakyat.com. Untuk subjek email, saya biasa menulis begini. Misal, untuk esai literasi. To: kampus_pr@yahoo.com. Subject: Esai Literasi: “Wanita dalam Panggung Sastra Indonesia”. Kemudian untuk cerpen. Yang saya tahu, media-media massa cetak yang memuat kiriman cerpen adalah: Pikiran Rakyat (email: khazanah@pikiran-rakyat.com), Tribun Jabar (cerpen@tribunjabar.co.id), Galamedia (redgala@pro.net.id), Kompas (opini@kompas.com/opini@kompas.co.id), Republika (sekretariat@republika.co.id), Seputar Indonesia (redaksi@seputar-indonesia.com/widabdg@seputar-indonesia.com), Koran Tempo (ktminggu@tempo.co.id), Suara Pembaruan (koransp@suarapembaruan.com), Jawa Pos (ariemetro@yahoo.com), Kedaulatan Rakyat (redaksi@kr.co.id), Lampung Post (redaksilampost@yahoo.com), Padang Ekspres (redaksi@padangekspres.co.id), Sinar Harapan (redaksi@sinarharapan.co.id), Suara Karya (redaksi@suarakarya-online.com), Annida (majalah_annida@yahoo.com), Femina (kontak@femina-online.com), Kartini (redaksi@kartinionline.com), Kawanku (kawanku-mag@gramedia-majalah.com/fiksi-kawanku@gramedia-majalah.com), Nova (Nova@gramedia-majalah.com), Sabili, Horison, Ummi (ummi@ummigroup.co.id). Dan masih banyak lagi, sebenarnya. Untuk majalah Sabili, kawan-kawan bisa menyerbu Lembar Khazanahnya (elka). Di sana setidaknya ada rubrik cerpen, puisi, dan esai bedah sastra yang biasa memuat tulisan kiriman para pembacanya. Alamat emailnya: elkasabili@yahoo.co.id. Majalah Horison, yang menyebut dirinya sebagai majalah sastra. Alamat emailnya: horisonpuisi@centrin.net.id untuk kiriman puisi, horisoncerpen@centrin.net.id untuk cerpen, horisonesai@centrin.net.id untuk esai, dan kakilangit@centrin.net.id untuk sisipan Kakilangit. Sisipan Kakilangit ini memuat karya-karya adik-adik SMA. Majalah Matabaca. Majalah ini majalah perbukuan dari kelompok Gramedia. Salah satu pegasuhnya adalah penyair Joko Pinurbo. Isinya saya kira bagus buat kita mengenal khazanah literasi di negeri ini. kawan-kawan bisa mengirimkan resensi buku atau esai literasi ke alamat redaksi@matabaca.com. Majalah Percikan Iman. Kamu bisa mengirimkan opini keislaman atau catatan perjalanan ke alamat redaksi_mapi@yahoo.co.id. Selain kedua jenis tulisan tadi, kamu juga bisa mengirimkan puisi. Majalah Tarbawi. Belakangan, selain rubrik Kiat dan surat Pembaca, tulisan pembaca juga bisa dimuat di rubrik Responsi. Di rubrik yang baru itu, teman-teman bisa menulis ulasan, tanggapan, atau kesan atas tema utama yang pernah diangkat majalah Islam itu. Tentu, bentuknya berupa esai populer keislaman. Alamat email redaksinya: tarbawi@yahoo.com. Media Indonesia. Koran ini memuat opini tiap Senin sampai Jumat. Untuk Sabtu, koran ini kini memuat esai tentang local wisdom. Juga, Media Indonesia Sabtu memuat resensi buku. Email (selian email redaksi yang sudah disebutkan di atas): miweekend@mediaindonesia.com. Dan tentang teknis mengirim tulisan via email, banyak juga kawan-kawan yang bertanya. Kalau saya, saya biasa menggunakan fasilitas attachment (lampiran) di email untuk tulisan yang akan dikirimkan. Sementara di kotak emailnya, saya menulis semacam pengantar singkat untuk redaksi. Tidak panjang-panjang, hanya beberapa kalimat saja. Ada contoh bagus dari Kuntowijoyo, yang dicuplik pengasuh Horison pada kaver majalah itu Mei 2005. Assalamu’alaikum w.w. Redaksi Horison Yth. Bersama ini saya kirimkan naskah “Maklumat Sastra Profetik”, meskipun terlalu panjang untuk format majalah. Karena itu, mohon jangan merasa di-faith accompli dan dipaksakan pemuatannya. Anggap saja kiriman ini sekedar sebagai pemberitahuan bahwa saya sudah menuliskannya. Semua itu saya kerjakan, karena saya terlanjur dikabarkan---terutama lewat Horison---sebagai penganjur Sastra Profetik. Dan saya merasa “berdosa” kalau tidak saya kirim ke Horison terlebih dahulu. Sekali lagi, jangan segan-segan untuk tidak memuat. Mohon berita lewat telepon 0274-881-xxx, terutama selepas pukul 8:00 malam. Wassalamu’alaikum w.w. Yogyakarta, 1 Februari 2005 Kuntowijoyo Begitu, kawan-kawan. Saya kira itu contoh yang (terlalu) bagus buat pengantar karya. Buat orang (yang sudah se-“terkenal”) seperti beliau, memang wajar “memohon” untuk tidak dimuat. Sebelum lupa, pernah juga ada kawan yang bertanya, di mana menempatkan biodata penulis. Jawab: kalau saya, saya menempatkannya singkat saja disatufilekan dengan tulisan kiriman. Setelah cerpen, misalnya (kalau tulisan itu cerpen), saya menyertakan biodata singkat itu. Isinya paragraf pendek yang memuat beberapa informasi diri: nama jelas (dan nama pena, kalau memakai nama samaran itu), tanggal lahir, alamat, tempat bergiat, dan seulas riwayat pendidikan serta jejak kepenulisan. Ya, seperti kalau kawan-kawan membaca biodata penulis di akhir sebuah buku. Dan, nomor rekening bank, guna memudahkan pengiriman honorarium tulisan bila karya kita dimuat. Lagi, sebelum lupa, di Republika Ahmadun Yosi Herfanda (redaktur sastra koran itu) pernah menulis begini: Berhubung ada perubahan disain dan ukuran huruf untuk rubrik Sastra, maka para penyumbang naskah harap memperhatikan hal-hal sbb. Panjang naskah cerpen dan esei antara 7-8000 karakter (with space), diketik dengan program MSWord, dan tiap judul naskah dalam satu file. Untuk kolom Oase diutamakan sajak-sajak pendek, panjang tiap sajak tidak lebih dari satu layar MSWord (2-5 bait pendek). Dalam sekali kirim minimal enam judul sajak, dan dikemas dalam satu file, disertai biografi singkat dan foto diri close up bergaya santai. Semua naskah harus dikirim melalui email dengan sistem attachments ke sekretariat@republika.co.id CC ke ahmadun21@yahoo.com, tujukan ke Redaktur Sastra, dan lampiri nomor rekening bank untuk pengiriman honor. Naskah-naskah yang tidak memenuhi prosedur di atas tidak akan diperhatikan. Terima kasih. Nah, agar tulisan ini lebih bermanfaat maka kita harus segera mengirim tulisan kita ke semua media. jangan gunakan kata tunggu, tar, dan nanti untuk memulai sesuatu yang baik. Diposkan oleh Sekolah Rendah Hati di Kamis, Juni 07, 2012
Baca Selengkapnya~~ >>

FATIH: LEBAH YANG INGIN MEMBUKA ZAMAN

ranting-basah.blogspot.com/.../fatih-lebah-yang-ingin-membuka-zam... "Sombong adalah menyembunyikan kebenaran dan meremehkan orang lain" Bagi saya, ini catatan yang cukup penting. Ini tentang sejarah dan cita-cita. Sejarah dan cita-cita bagi saya selalu penting, karena mencakup masa lalu dan masa depan; dua masa yang punya ikatan pertalian ketika mereka disatukan dalam satu simpul bernama "siklus". Yang lebih penting lagi, ini tentang sejarah dan cita-cita saya. Sebagian pembaca saya, beberapa waktu yang lalu menanyakan hal serupa, "Kenapa sih nama Fatih Beeman diganti jadi Fatih Zam?". Banyak pertanyaan lain lagi yang serupa dengan pertanyaan barusan. Untuk menjawab satu per satu, rasanya terlalu banyak energi yang mesti saya keluarkan. Maka, pertanyaan-pertanyaan itu saya tangguhkan untuk kemudian saya jawab kini. Nama Fatih Beeman maupun Fatih Zam, adalah nama pena saya di dunia persilatan dan kepenulisan. Waktu saya lahir, pada 11 MUharram, 24 tahun yang lalu, ibu saya memberi saya nama Fatih. Hanya 5 huruf. Rupanya, nenek saya tercinta memiliki harapan lain dengan cucu yang lahir prematur ini. Konon, nenek saya punya seorang kawan yang sangat ia kagumi. Kawan nenek itu seorang juragan emping yang kaya raya. Namanya Atih, dia seorang perempuan. Karena nenek saya termasuk orang yang keukeuh, maka sesuka-suka nenek memanggil saya dengan panggilan 'Atih'--lama-lama, sifat keukeuh dan kadang mau menang sendiri itu menular kepada saya. Panggilan itu pun melekat pada saya. Nenek, ibu, abah, dan saudara-saudara serta tetangga memanggil saya 'Atih'. Kata mereka, itu adalah panggilan kesayangan buat saya (sama halnya Cecep yang dipanggil Encep, dsb). Parahnya lagi, karena saya lahir dan besar di kampung, saya tidak punya akta kelahiran sejak saya orok (di Menes, 'orok' bukan untuk bayi yang baru lahir, melainkan untuk menyebut identitas asal. Misalnya 'orok Menes', 'orok Dahu', artinya anak dari kampung Menes atau Dahu). Jadilah waktu saya masuk SD (belum ada TK waktu itu di kampung saya), terdaftarlah saya sebagai 'Atih', bocah dekil item dan mungil. Bagian administrasi sekolah pun mencatatkan nama saya sebagai 'Atih'. Saya pun pelan-pelan menikmati nama panggilan kesayangan dari nenek itu--sekaligus cita-cita nenek agar saya jadi orang kaya, barangkali demikian. Kronisnya lagi, tidak ada yang hafal tanggal berapa di kalender masehi waktu saya lahir, termasuk orang tua dan nenek. Ibu saya hanya ingat kalau saya dilahirkan pada Selasa, pukul 9 pagi. Saat itu di kampung sedang ada perayaan membuat bubur suro' (perayaan ini dilaksanakan pada 10 Muharram). Dan saya lahir pada keesokan harinya, 11 Muharram. Lalu, tanggal 12 Juni yang tercantum di ijazah saya itu berasal dari mana? Itu kreasi ibu guru saya. Karena tidak ada akta kelahiran, dan memang rata-rata orang tua di kampung saya abai dengan itu, maka anak-anak di kampung memiliki tanggal lahir hasil pemikiran taktis wali kelas 1 di SD Dahu 2. Tanggal 12 Juni pun jadi tanggal lahir saya. Tanggal yang saya jadikan lapak bagi sesiapa untuk menyimpan doa buat saya di hari milad. Atau tanggal yang saya jadikan identitas dalam administrasi akademik. Saya pun lulus SD. Dulu, saya mengagumi seorang seniman pencak silat di kampung saya. Dia teramat mahir menabuh kendang, pencak silat, meniup terompet, bahkan ngabodor (melawak). Namanya Ardi, saya memanggilnya Mang Ardi (masih hidup ketika catatan ini dibuat). Saya akhirnya meminta wali kelas saya untuk menambah nama 'Ardi' di belakang nama 'Atih'. Guru kelas 6 saya, Pak Jajang Suhendi, menyetujui pinta saya. Sehingga, di ijazah SD saya--dan seterusnya--tercantum nama Atih Ardiansyah. 'Ardiansyah'? Ya. Mang Ardi yang saya kagumi itu kadang suka dicemooh oleh sebagian warga kampung. Saya yang masih belia kala itu tidak ingin mengalami nasib serupa. Hingga nama 'Ardi' itu saya kreasikan menjadi 'Ardiansyah'. Oke, cukup sampai di sini. Kembali ke nama Fatih Beeman dan Fatih Zam. Kelas 3 SMA, saya bergabung dengan Rumah Baca plus Baitul Hamdi, di kota Menes, Pandeglang. Di sana, saya ikut kelas menulis yang diasuh oleh Ibnu Adam Aviciena dari Rumah Dunia. Di Rumah Dunia, lazim peserta kelas menulis memiliki nama pena. Itu karena anjuran Gol A Gong. Kata Gol A Gong, nama pena adalah hasil imajinasi. Sebelum memasuki dunia imajinasi, Gol A Gong menyilakan peserta kelas menulis untuk berimajinasi tentang nama pena (filosofi, cita-cita, dll). Ibnu pun menganjurkan demikian. Maka, saya peras otak saya untuk mencari nama pena. Tercetuslah ide untuk mengembalikan nama saya yang sebenarnya: Fatih. Nama yang tidak mungkin saya bangkitkan dari kubur setelah catatan administrasi saya liput dengan nama Atih Ardiansyah. Nama Fatih pun saya pilih, dengan nama belakang Beeman. Kenapa 'Beeman'? Saat itu saya berprofesi sebagai marketer majalah Islam di sekolah. Ragam majalah saya jual, seperti Ummi, Sabili, Annida, Paras, Saksi (Alm.), dan lain-lain. Nah, nama 'Beeman' itu saya temukan di Majalah Sabili (saya lupa edisi berapa). Beeman adalah nama keren dari manusia lebah. Saya pun membuat catatan puitis tentang Beeman atau lebah ini, yakni: memasukan yang baik, mengeluarkan yang baik; hinggap di bunga, tak mematahkan tangkainya (penjabaran lain dari hadis Nabi Saw). Mulai saat itu, nama Fatih Beeman pun melekat sebagai nama kedua saya--meski pada akhirnya menjadi nama utama saya. Sejak menjadi marketer majalah dan membaca-baca isinya, saya seperti terrasuk pengaruh dan bisikan: suatu saat, majalah-majalah itu harus ada nama Fatih Beeman sebagai salah satu penulisnya. Saya pun terus belajar di Rumah Baca pus Baitul Hamdi, dan kadang ke Rumah Dunia. Usaha itu tidak sia-sia. Pada 2007, cita-cita saya mengembalikan nama Fatih tercapai kala buku pertama saya terbit. Judulnya Beginilah Seharusnya Hidup. Susul menyusul kemudian, Beginilah Seharusnya Cinta, 4 Seri Novel Inspirasi Nabi (Yusuf Sang Pejuang Mimpi, Daud Sang Pemenang, Musa Sang Penantang Arus, Sulaiman Sang Penakluk Hati), Quantum Inspirasi, Saatnya yang Muda yang Harus Kaya, dan lain-lain. Artikel-artikel yang dimuat di beberapa media semacam Pikiran Rakyat, Majalah KHAlifah, dan sebagainya, saya memakai nama Fatih Beeman. Semakin ke sini, saya menyadari tulisan-tulisan saya--saya rasa--berbeda dengan karakter 'Beeman'. Entahlah, saya mengandaikan Beeman sebagai sosok yang (sok) bijak dan menginspirasi. Ketika saya memutuskan melebarkan saya ke ranah fiksi, gaya menulis yang sok menggurui itu masih melekat. Saya pun bertekad 'melengserkan Beeman ke Prabon' dan menggantinya dengan nama lain yang memiliki pesan kuat serta melekat di kalangan pembaca buku saya. Saya pun mulai mencari nama pena lain. Bagi saya, nama sangat berpengaruh. Tak cuma menggambarkan karakter, tetapi juga berdampak ganda: sebagai doa, dan alat jualan, hehehe. Saya pun merenung dan sesekali bertanya kepada rekan, kiranya nama apa yang layak menjadi nama belakang 'Fatih'. Tasaro GK, yang belakangan menjadi sahabat sekaligus kakak, menyarankan saya untuk menggunakan nama Fatih Rakatau. Saya pun memikirkan saran Tasaro. Tapi, saya belum bisa menangkap apa maknanya. Saya pun merenung lagi. Terbersit keinginan mengambalikan Mang Ardi ke dalam nama saya. Hingga nama yang saya kreasikan pun Fatih Ardh. Tapi, Tasaro bilang, nama itu justru lebih gak nyeni. Dalam kesempatan berinteraksi dengan Pak Bambang Trim, yang saat itu sebagai GM Tiga Serangkai, dan saya menulis novel pertama untuk TS, saya meminta saran beliau untuk mengisi kekosongan nama belakang yang ditinggalkan 'Beeman'. Beliau pun meminta waktu sepekan untuk saya. Sampai akhirnya, beliau menyarankan saya memakan nama Fatih Zam. "Tadinya mau saya kasih Fatih Gamalama, Mas. Tapi udah kepake duluan sama Dorce," begitu canda Pak Bambang. Saya pun menanyakan apa makna nama Zam. "Zam adalah zaman. Fatih Zam adalah nama yang berdoa, agar penyandangnya menjadi penulis yang menaklukan dan membuka zaman dengan karya-karya bermutu dan membangun." Wow, dalam sekali maknanya. Saya pun langsung setuju dengan nama itu. Selang empat bulan, novel pertama dengan nama Fatih Zam pun terbit. Judulnya "Khadijah (Mahadaya Cinta)", terbit di Tiga Serangkai. Saya pun harus membangun nama Fatih Zam. Saya terus berkarya. Saya terus belajar dari kesalahan dan keteledoran. Mengingat nama Fatih Zam baru memiliki satu buku (dan low explosive), saya pun mencoba mengenalkan nama serta karakter Fatih Zam melalui tulisan-tulisan di Facebook atau pun blog (www.ranting-basah.blogspot.com). Alhamdulillah, seiring waktu yang terus menggelinding, nama Fatih Zam pun mulai dikenal orang (sebagai teman curhat di FB, teman menggalau, dll). Insyaallah, awal 2012, saya dengan nama Fatih Zam akan meluncurkan novel kedua. Novel silat berbalut kronik Jawara-Ulama di Banten ini saya juduli "Jawara, Angkara di Bumi Krakatau". Sebagai syukuran atas 'kebangkitan' nama Fatih Zam, seluruh royalti novel ini dihibahkan ke Rumah Dunia. Rumah, di mana dahulu saya digembleng menjadi penulis. Kini, saya cukup enjoy dengan nama Fatih Zam. Saya bercita-cita membuka zaman baru, zaman yang lebih baik. Tentu saja dengan cara seperti lebah: memakan yang baik, mengeluarkan yang baik; hinggap di tangkai bunga, tak mematahkannya. Saya mengucapkan terima kasih kepada arsitek-arsitek yang telah mendesain dan memahat saya: Gol A Gong, Ibnu Adam Avicienna, M. Irfan Hidayatullah, Bambang Trim, Tasaro GK. Saya bangga bisa mengenal mereka. Saya berjanji, akan menjadikan pahatan mereka sebagai amal jariyah bagi mereka, dengan terus berkarya membuka zaman yang lebih baik. Aamiin. ::catatan Hijrah Fatih Zam 15-12-11
Baca Selengkapnya~~ >>

MENINGKATKAN KREATIVITAS GURU

jurnalmanurunge.blogspot.com/.../meningkatkan-kreativitas-guru.ht... Bagi guru yang memang CINTA pekerjaan, semua rintingan yang membuat mandek akan diterjangnya. Keringat yang bercucuran, letih dan capek tak akan terlulu diperdulikan oelh guru yang cinta menjadi guru. Yang ada justru sebaliknya, setiap pengormannaya yang dialakkan, dia kan meresakan kenikmatin spiritual. Guru kreatif selalu memandang bahwa keragaman siswa adalah sebuah tantangan. Keragaman siswa bisa menjadi potensi besar bila dikembangkan. Guru kreatif selalu memikirkan strategi pembelajarannya, dan selalu memperbaiki dirinya dengan berbagai tindakan kelas. Mencoba mencari metode-metode baru dalam pembelajaran sehingga hasilnya sangat bermanfaat untuk guru lainnya. Berikut adalah tip tip bagi guru yang ingin menjadi guru kreatif. 1. Memahami profesi Guru Profesi guru beda dangan profesi lain. Bila profesi laian kebanyakan berhadapan dengan benda, maka guru selalu berhadapan dengan manusia. Objek profesi guru adalah manusia yang berakal, yang beragam tingkah dan keinginannya. Apalagi manusia itu adalah munusia yang dalam pertumbuahan akal dan tingkah laku. Perkerjaan sebagai guru dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat kelak. Bila guru mngajar sesuatu yang baik, mak itu akan menjadi amal jariah guru tersebut. Bila yang diajarkannya buruk, kemuidan murid-muridnya melakaukan keberukan tersebut, mak dia akan diminta pertanggung jawannya kelak. 2. Menghargai Waktu. Harga diri manusia sangat tergantung dengan penghargaanya terhadap waktu. Guru mestilah memahaminya pentingnya waktu dalam pembelajaran. Guru yang kreatif akan datang lebih awal dan pulang lebih akhir. Guru professional bisa mengatur waktu PBM, pembalajaran terdiri dari beberapa kegiatan, daris appersebpsi sampat kesimpulan. Guru selayaknya bisa memanfaatkan waktu dengan maksimal untuk semua proses pembelajaran. 3. Membiasakan membaca Di sebuah sekolah, biasanya perpustakaan cukup ramai dikunjungi siswa.Apalagi bila buku yang ada diperpustakaan banyak buku cerita yang bergambar. Namun seberapa sering guru datang ke perpustakaan unuk membaca buku? Dan apabila guru mau ke perpustakaan sekolah, adakah buku yang cocok untuk kebutuhan pengembangan pengetahuan guru? Perlu perhatian pihak sekolah untuk kebuthan bacaan guru. 4. Membiasakan menulis Guru yang rajin membaca, maka suatu saat akan tergetar hatinya utnuk menulis. Kebisaan menulis ini harus dipupuk oleh guru, Menulis itu ibarat pisau yang harus sering diasah. Guru yang rajin menulis, maka ia mempunyai kekuatan tulisan yang sangat tajam, layaknya sebilah pisau. 5. Mencoba sesuatu yang baru. Guru sebaiknya rajin mencoba sesuatu yang baru dalam proses pembelajarannya. Dia harusnya selalu merasa kurang, dan selulu meresa ada yang harus diperbaiki. Guru tidak akan pernah menemukan proses kreativitas bila cara-cara yang digunakan dalam mengajar adalah cara-cara lama. Peran guru dan sekolah bagi anak didik bersifat unik. Unik karena mereka tidak bisa menggeneralisasi kebutuhan anak didik dalam cara, bentuk, dan ukuran yang sama. Idealnya sebuah sekolah Guru bukan lagi “aktor” di kelas, dengan kekuasaannya dan pengetahuannya, yang mengatur apa pun yang terjadi di kelas. Peran guru lebih menjadi fasilitator. Ia juga lebih menjadi motivator. Perkembangan anak memiliki karakteristik yang harus disadari guru. Peran itu tidak akan mungkin dijalankan seorang guru ketika mereka sendiri tidak mau menyiapkan diri, belajar terus-menerus, dan mengembangkan diri ke arah yang lebih baik Seorang guru memiliki pengaruh yang demikian besar bagi anak didik. Guru adalah seorang pembelajar.
Baca Selengkapnya~~ >>
rhenald-kasali.blogspot.com/2012/06/mantra.html Dalam agama Hindu dan Budha, mantra adalah sebuah kekuatan. Ia terdiri dari kalimat-kalimat indah yang dipercaya mampu menimbulkan transformasi spiritual. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Mantra ditafsirkan sebagai kalimat puitis yang mampu menghasilkan kekuatan gaib. Sebagai social-entrepreneur saya sering didatangi LSM-LSM asing yang melakukan studi tentang gerakan Rumah Perubahan dan kewirausahaan sosial Indonesia. Tentu saja mulai banyak yang melakukan studi untuk memetakan kekuatan "pasar" bisnis sosial ini. Mereka menawarkan untuk membuat pasar modal sosial, pinjaman maupun bantuan teknis, dan mereka selalu bertanya apa mission statement kami. Terus terang saya agak gelagapan. Ada yang bilang kami terlalu sibuk bekerja sehingga melupakan hal yang mendasar. Ada lagi yang mencoba menyodorkan dengan bahasa-bahasa yang resmi, tetapi rasanya kok agak kurang klop. Sampai akhirnya mereka melirik kalimat yang terpampang di lobi ruang tunggu kami dan mengatakan inilah mission-nya. Saya tertegun. Saya katakan ini bukan mission statement, melainkan “mantra” kami. Janji Suci John Elkington dan Pamela Hartigan yang menulis buku “The Power Of Unreasonable People” (2008) menulis bahwa social entrepreneur terdiri dari orang-orang yang terinspirasi oleh dua sosok sekaligus, yaitu Richard Branson (Virgin Atlantic) dan Mahatma Gandhi, atau lebih tepat lagi gabungan antara daya inovasi dan kewirausahaan Bill Gates dengan kekuatan hati Bunda Theresa. Gabungan keduanya itulah yang membuat kami sibuk dalam arti yang sebenarnya. Kami memilih untuk turun ke lapangan, berbuat sesuatu daripada mengikuti rapat-rapat resmi yang menghabiskan waktu berjam-jam. Kata Elkington dan Hartigan, “social entrepreneur itu langsung melompat sebelum memeriksa ketersediaan modalnya.” Mereka hanya mengidentifikasi masalah sosial, menerapkan solusi-solusi praktis, lalu mengubah masalah menjadi peluang dengan inovasi-inovasi praktis dan jejaring yang dimiliki. Mudah sekali, bukan? Apalagi yang mau dibuat sulit kalau kaum tuna netra yang tak punya uang saja bisa menampung anak-anak terlantar, atau seorang ibu yang kakinya pincang bisa mengkoordinasi puluhan tukang jahit dalam pemberdayaan yang ia bangun. Rasanya malu menjadi manusia terdidik kalau tak bisa berbuat nyata. Itulah panggilan yang belakangan menguat di seluruh dunia. Jadi kami tidak merasa perlu-perlu amat ilmu langit yang sulit dimengerti. Hanya saja, di Jakarta, mengelola hampir seratus orang kalau tidak pakai manajemen modern cukup memusingkan. Tetapi kalimat yang ada di ruang tamu kami itulah yang sesungguhnya menggerakkan kaki 100 orang di belakang saya. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir ini, orang-orang yang tak sejalan dengan kalimat itu gugur satu persatu sebelum misi itu tercapai. Tetapi kalau dibilang mission statement rasanya kurang pas. Saya menyebutnya sebagai janji suci yang kita ucapkan berulang-ulang di dalam hati dan dipakai untuk menggerakkan langkah. Kalimatnya memang agak puitis dan bunyinya begini. “Apa yang kita lakukan dan bermanfaat bagi diri sendiri akan mati bersama kita. Tetapi, Perubahan yang dilakukan dan bermanfaat bagi orang lain, akan kekal abadi.” Saya sudah tak ingat betul dari mana kalimat itu berasal, apakah mengalir begitu saja atau pengaruh dari buku-buku yang saya baca atau ucapan orang-orang hebat. Saya memang banyak membaca dan bertemu banyak orang sehingga wajar bila kita saling membentuk. Tapi setiap kali menghadapi masalah atau kesempatan, ya janji itu yang keluar, mengalir seperti air. Kalimat kedua bunyinya begini: “Perubahan belum tentu menjadikan sesuatu menjadi lebih baik, tapi tanpa perubahan tidak ada pembaharuan, takkan ada kemajuan.” Itulah yang saya sebut sebagai mantra, dan rasa-rasanya ini lebih kuat dari sekedar visi, misi yang sepertinya hanya menjadi symbol formalitas. Petuah Kawasaki Pentingnya mantra ternyata tidak hanya disadari oleh social entrepreneur. Dalam bukunya yang berjudul “The Art of The Start Up”, mantan co-founder Apple yang menangani divisi Macintosh, Guy Kawasaki, ternyata mengamininya. “Tutuplah matamu, dan pikirkanlah bagaimana Anda melayani customer Anda. Apa makna yang ingin Anda buat? Kebanyakan orang berpikir, aspek why ini sebaiknya dituangkan dalam ‘mission Statement’. Lupakanlah,” katanya. “Mulailah bukan untuk mengimpresi, tetapi dengan meaning. Tanyakanlah pada diri sendiri apa yang Anda ingin ciptakan di dunia ini agar hidup Anda menjadi lebih berarti.” Dengan membuat meaning, Anda akan mendapatkan lain-lainnya. Sebaliknya kalau seseorang diajarkan “harus sukses”, “harus kaya”, maka seseorang tak akan mendapatkan meaning, dan belum tentu juga menjadi kaya. Orang-orang yang hanya berbicara uang tak memiliki janji suci dan tak mempunyai mantra hebat selain bahasa uang. Mantra memiliki kekuatan gaib yang diikuti oleh karyawan. Sedangkan tag line di pakai untuk pelanggan. Ia mengartikan mantra sebagai sebuah formula verbal yang suci, yang biasa diucapkan berulang-ulang dalam hati, pada sebuah doa atau meditasi, dan mempunyai potensi mistis yang kuat. Lantas mengapa mulai banyak entrepreneur yang mempertanyakan kekuatan “mission statement”? Tim Berry menjelaskan, “Mission statement benar-benar sebuah pemborosan. Dibuatnya memakan waktu dan banyak frasa yang tak bermakna sehingga mudah dilupakan, baik oleh pendirinya maupun pengikut dan para penerus.” Kata-kata yang dipakai cenderung klise, seperti kata adil-makmur, mandiri, demoratis, gotong-royong, dan seterusnya yang biasa dipakai oleh calon presiden, gubernur, atau bupati. Dalam bisnis, sewaktu saya membuka-buka mission statement yang ada, kalimatnya juga mirip-mirip dan cenderung klise. Ada ribuan – bahkan puluhan ribu – mission statement yang menggunakan kata-kata prima (excellence), unggul (competitive), kepemimpinan (leadership), pelanggan (customer), terbaik (best), kualitas, dan seterusnya. Mana Janji Suci-nya? Saya kira Andapun tak perlu muluk-muluk membuat mission statement di depan, padahal bisnis Anda belum tentu bergerak. Buat saja janji suci dan ucapkanlah berulang-ulang agar ia memiliki kekuatan gaib. Pengalaman saya dalam membangun usaha, justru yang belum apa-apa sudah di visi-misi kanlah yang gugur di depan. Visi-misi baru Anda perlukan pada tahapan formalisasi, tahap lepas landas setelah keruwetan start-up Anda lewati. Mari kita buat mantra yang gaib itu. Rhenald Kasali Founder Rumah Perubahan
Baca Selengkapnya~~ >>

KEKUATAN KATA-KATA

dumalana.com/2012/08/30/kekuatan-kata-kata/ Tak percaya? Tadinya saya juga begitu. Tapi ternyata memang begitu. Setiap kata yang meluncur dari mulut kita ternyata memiliki kekuatan dasyat. Sangat dasyat! Anak itu sekarang tak peduli. Sangat-sangat cuek. Sehingga dia benar-benar mendapat nilai yang jeblok. Kenapa dia cuek? Kalau dikatakan bodoh, dia tak bodoh. Tapi karena kemarahan guru-gurunya yang sellau diiringi pelabelan sebagai anak bodoh itulah asal mulanya. Kata-kata bodoh dan bandel yang ditujukan pada dirinya kemudian diinternalisasi dalam diri si anak. Dan akhirnya mewujud pada sikap cuek dan memboodhkan diri sendiri. Ya, kata-kata telah membuatnya menjadi tak berpengharapan. Lain lagi dengan anak bodoh yang diasuh oleh ibu pintar. Si Ibu tak pernah pelit memberi pujian. Sehingga anak tersebut lama kelamaan menginternalisasi pujian itu sebagai kepribadian dirinya. Kepercayaan dirinya tumbuh subur. Kerajinan dan ketekunan menjkadi kebiasaannya sehari-hari. Ia pun menjadi pintar. Berkat kata-kata ibunya yang pintar. Ya, kata-kata telah mengubah masa depan menjadi begitu berwarna. Mari kita hiasi dunia ini dengan kata-kata yang indah dan berwarna. Makian hanyalah cermin dari pribadi yang gersang. Lihat saja makian Indra Sahnun Lubis kepada Deny Indrayana. Siapa yang memiliki kepribadian kerdil? Jelas yang memaki orang lain dengan wajah tanpa rasa bersalah. Semoga kita bisa menjaga setiap kata dari mulut kita.
Baca Selengkapnya~~ >>

PENULIS HEBAT

inspirasi-menulis.blogspot.com/ Waktu itu pukul 00.07 pagi, tanggal 5 November 2010. Aku terbangun oleh suara sms masuk di blackberryku. Ternyata Ari Retnowati, teman kuliahku di IPB dulu yang sekarang tinggal di Klaten. “To, merapi kenapa lagi? Suara gemuruh gludag gludug-e kedengeran kuenceng buanget dari tempat gue sekarang. Kemarin-kemarin gak pernah kedengeran. Hopefully everything gonna be ok”. Suara guruh merapi memang luar biasa malam itu. Lebih keras dari hari-hari sebelumnya. Bayangkan kita sedang berdiri di pinggir jalan, lalu ada serombongan truk tronton lewat. Sekeras itulah kira-kira gemuruhnya. Padahal rumahku lumayan jauh dari puncak Merapi, sekitar 17-an kilometer. “Mas, gimana nih? Gak papa ya?”. Ternyata suara sms itu juga membangunkan istriku. Wajahnya tampak sedikit cemas. Tak heran. Aku pun cemas. Siapa yang tidak cemas mendengar suara gemuruh seperti itu. Aku tersenyum, berusaha menampakkan ekspresi wajah setenang mungkin. “Insya Allah gak papa yang. Kan perluasan radius bahayanya hanya sampai 15 km. Lagipula pemerintah bikin tenda pengungsian di lapangan Pojok kan? Gak mungkin pemerintah bikin tempat pengungsian di daerah bahaya”. Sehari sebelumnya, Merapi memuntahkan awan panas hingga mencapai wilayah timur laut Merapi Golf. Peristiwa itu membuat radius bahaya yang sebelumnya hanya 10 km diperluas hingga 15 km. Pengungsi di Oasis Disaster yang hanya berjarak sekitar 10 km dari puncak dievakuasi ke lapangan Pojok yang berjarak sekitar 200 meter sebelah utara rumah kami. Blacberryku berbunyi lagi, kali ini sms dari mas Wandi, kepanduan DPC Pakem yang sejak letusan pertama tanggal 26 Oktober bersiaga di pengungsian Hargobinangun. “Info: pengungsi Hargo dipindahkan malam ini ke Maguwo semua”. Jantungku berdegup kencang. Kalau pengungsian Hargobinangun dievakuasi, artinya ini benar-benar serius. Kubalas sms dari beliau. “Bagaimana dengan pengungsi di lapangan Pojok? Apa sudah ada perintah evakuasi?”. Kalau lapangan Pojok dievakuasi, berarti rumah kami pun tidak aman. Tak lama datang balasan dari beliau “sementara masih tetap di Pojok”. Aku agak lega, tapi tetap saja kuminta istriku untuk mempersiapkan traveler bag. “Masukkan saja beberapa lembar pakaian dan semua buku rekening kita, juga kas OmahTernak yang ada di rumah. Hanya untuk jaga-jaga. Siapkan juga kandang kecil Choky”. Choky adalah kucing Himalaya jantan peliharaan kami. Tidak mungkin rasanya meninggalkan dia di rumah bila perintah evakuasi keluar. Ketika sedang membantu istriku mempersiapkan semua, blackberryku kembali berbunyi. Kali ini telepon dari pak Indra, ketua PKS DPC Pakem. “Assalamu’alaikum” sapaku. “Wa’alaikumsalam” jawab beliau. “Akhi, bisa minta tolong jemput ane? Ane mau evakuasi istri dan anak ke rumah antum saja”. Aku langsung berganti pakaian. Rumah pak Indra berada di Kalireso, sekitar 15-16 km dari puncak Merapi, dan tepat berada di pinggir Kali Boyong. Bila Merapi meletus dan awan panas masuk ke Kali Boyong, maka bisa dipastikan rumah beliau akan terkena. Aku mengambil kunci mobil avanza yang disediakan DPD untuk antar-jemput logistik kemudian berpamitan pada istriku. Saat keluar dari kamar, kulihat semua pengungsi yang tidur di ruang tengah rumah kami sudah terbangun semua. Ada yang sedang tilawah, ada yang sedang menenangkan anaknya, ada pula yang sedang mencoba mengontak kerabatnya yang masih tinggal di atas. Baru saja dua langkah aku berjalan meninggalkan kamar, tiba-tiba suara gemuruh itu berhenti beberapa detik dan lalu….. DUAAAAR…. Suara letusan yang keras sekali. Kami semua terkejut. Ada yang beristighfar, ada pula yang memekikkan takbir. “Astaghfirullah mas! Apa itu??”. Istriku menarik jilbab kaos terdekat lalu berlari ke arahku. DUUAAARRR…. Suara letusan kedua terdengar. Beberapa detik kemudian….TAK…TAK…TAK…. terdengar suara keras di atap. Aku dan beberapa bapak-bapak berlari ke arah teras. “Astaghfirullah….Subhanallah…” gumamku pelan. Seumur hidupku, aku hanya pernah melihat hujan air. Lalu beberapa bulan yang lalu Allah menunjukkan kepadaku hujan es. Pada letusan tanggal 30 Oktober aku diperlihatkan hujan abu. Dan kini tubuhku gemetar, jantungku terasa jatuh ke bawah….hujan batu! Kendaraan bermotor mulai dari mobil, truk, dan kendaraan roda dua mulai melaju kencang melewati rumah kami menuju arah selatan. “Pengungsi dari lapangan Pojok lari!” pikirku dalam hati. Di sebelah, satu-satunya tetanggaku, pak Nono—seorang TNI—yang ditugaskan di Hargobinangun berteriak kepadaku. “Mas! Di sini gak aman!”. Beliau lalu ikut lari dengan motor bersama keluarganya. Aku segera masuk kembali ke dalam rumah, menutup pintu agar abu tidak masuk ke dalam. Kaum ibu di dalam rumah mulai ribut. “Bagaimana ini akh?” Tanya seorang bapak. Aku kemudian berdiskusi dengan akh Herwanto dan akh Efen. Kami sepakat, menyelamatkan diri sekarang justru lebih berbahaya. Di depan rumah kami truk-truk besar berjalan kencang melarikan diri. Mobil hanya ada satu, sedang menyelamatkan diri dengan motor berisiko dilindas truk atau celaka karena menghirup abu merapi. Kami sepakat prioritas pertama adalah menjemput pak Indra dan keluarganya di Kalireso, walau itu berarti melawan arus pengungsi dan relawan yang melarikan diri. Tapi itu resiko yang harus kami ambil. No one left behind! Demikian pikirku. Aku berpamitan kepada istriku, menenangkannya, lalu berlari ke arah mobil avanza yang diparkir di pagar masuk rumah ditemani akh Efen. “Awas! Pakai helm akh!” teriak pak Herwanto. Ups, betul. Hujan batu sebesar kelereng masih berlangsung. Safety first. Aku dan akh Efen mengambil helm pengungsi yang disimpan di teras lalu berlari sekencang mungkin ke dalam mobil. Segera kunyalakan mesin mobil, dan kusingkirkan abu vulkanik yang menempel di kaca depan dengan wiper mobil. Di jalan, tidak ada yang bisa kulihat selain benda yang berjarak 3 meter di depanku. Hujan abu dan kerikil begitu tebalnya. Belum lagi truk-truk dari tenda pengungsian yang berjalan cepat melawan arahku. Mungkin karena panik, truk-truk diesel sebesar itu berjalan di tengah jalan yang tidak begitu lebar itu. Beberapa kali aku harus membanting stir karena tepat berpapasan dengan mereka, bahkan sampai hampir terperosok ke sawah karena berjalan terlalu di pinggir. Aku sudah tidak peduli dengan klakson dan makian dari truk-truk itu. Yang ada di otakku adalah secepatnya sampai ke Kalireso dengan selamat. Pasti hanya karena pertolongan Allah sajalah, aku bisa sampai ke Kalireso dengan jarak pandang tidak sampai 3 meter sambil melawan arus evakuasi tanpa salah belok atau tertabrak truk. Aku yakin para supir truk yang panik itu tidak mungkin bisa melihatku, walau cuma cahaya lampu mobilku karena akupun sama sekali tidak bisa melihat truk mereka, ataupun cahaya lampu mereka. Sesampai di Kalireso, kujalankan mobil dengan sangat perlahan. Rumah beliau berada tepat di pinggir jalan tapi, Masya Allah…bahkan aku tidak tahu apa aku masih berada di atas jalan. Hujan abu makin deras, kini aku buta total. Sekali lagi, hanya berkat pertolongan dari Allah sajalah aku bisa berhenti tepat di depan rumah beliau. Bahkan aku bisa memposisikan agar ekor mobilku tepat di samping pintu masuk. Bila sampai sekarang orang-orang bertanya kepadaku bagaimana caraku memposisikan mobil sedemikian rupa sehingga lebih memudahkan evakuasi, aku menjawab tidak tahu. Aku hanya memutar mobilku dalam kebutaan, dan memundurkannya dan entah bagaimana tepat di samping pintu. Mungkin beberapa orang menyebutnya sebagai ‘kebetulan’. Tapi aku sendiri yakin bahwa ini pertolongan dari Allah. Saat turun dari mobil, baru kusadari warga Kalireso sudah berkumpul semua di dalam mushalla. Di pintu rumah, pak Indra sudah menunggu beserta istri dan anaknya yang baru berumur sekitar 2 minggu. Di samping mushalla, ada sebuah truk yang siap mengevakuasi warga di sana. Belakangan aku baru tahu, bahwa di dalam truk tersebut sudah terdapat 5 jenazah korban letusan Merapi. Setelah kami semua masuk ke dalam mobil, aku kembali menyalakan mesin dan menjalankan kendaraanku perlahan-lahan. Keluar dari Kalireso, hujan abu sudah mulai mereda walau masih deras. Jalan utama yang tadi disesaki oleh mobil dan truk yang melarikan diri kini telah kosong melompong. Jalan Turi yang biasanya ramai karena merupakan jalur wisata, kini seperti kota mati. Sesampai di rumahku, hujan abu sudah makin menipis. Kini aku bisa melihat sekitar dengan jelas walau abu masih terasa merasuk ke pernafasanku padahal aku sudah mengenakan masker. Orang-orang di dalam rumah sudah mulai tenang, walau anak-anak masih menangis ketakutan. Mbak Riza, istri pak Indra beserta anaknya masuk ke kamar bersama istriku. Aku, pak Indra, pak Efen, dan pak Herwanto berkumpul membicarakan langkah selanjutnya. Kami sepakat, bahwa pada titik tertentu kami harus keluar dari tempat ini dikarenakan abu vulkanik halus mulai masuk ke dalam rumah, dan ini tidak baik untuk kesehatan anak-anak terutama balita. Namun kami khawatir dengan kondisi jalan menuju ke selatan yang masih sesak dengan pengungsi yang melarikan diri. Di sini aku menyadari bahwa dalam kondisi darurat seperti ini diperlukan ketenangan untuk berpikir jernih. Bayangkan bila kami ikut panik berlarian ke bawah, mungkin akibatnya akan lebih fatal. Untuk saat ini, kami memutuskan untuk berjaga bergiliran, sementara sisanya istirahat. Kesempatan ini aku gunakan untuk mengontak akh Wicak, temanku di Bandung untuk mencari kabar terbaru. Kami tidak bisa mengakses media karena listrik dimatikan. Kira-kira pukul tiga pagi, rumahku diketuk. Ternyata seorang kepanduan dari DPD Sleman datang untuk memeriksa kondisi kami. Beliau menyarankan kami untuk evakuasi sekarang, sambil meyakinkan bahwa jalan Kaliurang telah lengang sehingga aman untuk evakuasi. Dua buah mobil dari DPD juga telah berangkat menuju rumah untuk membantu proses evakuasi. Pak Indra memintaku untuk berangkat terlebih dahulu untuk mengangkut ibu-ibu yang mempunyai anak-anak balita. Tujuannya adalah Ponpes Darush Shalihat. Terus terang aku merasa agak keberatan. Aku berat meninggalkan istriku di rumah dalam kondisi seperti ini. Apalagi Merapi sudah mulai kembali bergemuruh. Tapi aku tahu aku harus menanggalkan egoku dalam kondisi seperti ini. Aku tahu, mengevakuasi anak-anak balita terlebih dahulu adalah keputusan yang tepat karena kondisi udara saat itu tidak baik untuk mereka. Dan anak balita tidak mungkin dievakuasi tanpa ibu mereka. Sehingga apa boleh buat, istriku harus menunggu untuk dievakuasi. Perasaanku sangat berat ketika berpamitan dengan istriku. “Hati-hati ya mas” ucapnya sambil tersenyum. Aku hanya mengangguk pelan. Ku tatap wajahnya seakan-akan itu terakhir kalinya aku bisa menatap wajahnya. Ketika berjalan menuju mobil, kutepuk bahu pak Indra. “Titip istri ane ya akh”. Aku berusaha tenang namun ternyata suaraku tetap bergetar. “Ya akh, Insya Allah” jawab beliau. Aku menjalankan mobilku perlahan, berusaha tidak membuat anak-anak kecil ini makin ketakutan. Di sebelahku, seorang ummahat terisak-isak sepanjang perjalanan. Beliau istri dari pak Herwanto. Sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu di dalam mobil untuk menceriakan suasana atau sekedar mencairkan ketegangan. Tapi aku sendiri sedang dalam keadaan kalut. Senyum istriku terus terbayang sepanjang perjalanan. Akhirnya aku hanya diam saja. Aku hanya berusaha secepat mungkin dan seaman mungkin sampai di ponpes Darush Shalihat, lalu kembali ke Pakem untuk menjemput istriku. Sesampai di ponpes, aku segera menghubungi pak Indra. Ternyata beliau meminta aku untuk menunggu di sana. Tentu saja aku protes. Tapi beliau segera memotong “istri antum Insya Allah aman akh, beliau naik di mobil kedua di belakang antum”. Hatiku agak tenang, walau aku belum lega sebelum melihat istriku lagi. Sehingga walau aku diminta untuk segera ke kantor PKS DPD Sleman, aku memutuskan untuk menunggu sebentar lagi. Baru setelah bertemu istriku aku berangkat menuju kantor DPD. Aku tiba di DPD tepat saat adzan subuh. Di sana suasana cukup hiruk-pikuk. Barulah ketika masuk ke dalam, aku melihat betapa besar kejadian dini hari tadi di televisi. Di kabarkan 50 orang luka bakar di Kecamatan Cangkringan. Tetapi belum diketahui ada atau tidaknya korban tewas. Dari televisi juga aku mengetahui radius bahaya diperluas hingga 20 km. Fuuuhhh…… there goes my neighborhood… pikirku dalam hati. Rumahku resmi masuk wilayah bahaya II. Di DPD aku bertemu dengan ustadz Ryo Rasyid, yang memiliki kelompok binaan Ternak Domba Master di Cangkringan. Beliau menanyakan kondisiku dan teman-teman Pakem. Belakangan baru aku mengetahui bahwa sebagian kandang kelompoknya habis disapu awan panas. Saat itu aku tidak menyadarinya, karena kondisi beliau saat itu tenang sekali. Tak lama, aku juga mendapatkan telepon dari ustadz Nashir Harist, pimpinan ponpes Al-Hadi. Beliau menanyakan kondisiku dan kondisi kandangku. Aku menjawab: “ane Alhamdulillah baik-baik saja ustadz. Kalau kandang….ane pasrahkan saja pada Allah…ane gak tahu”. Aku benar-benar belum tahu nasib kandangku beserta karyawan yang tidur di sana. Mereka belum bisa ku hubungi. Setelah shalat subuh, aku memilih kembali ke mobil. Aku lelah sekali. Di DPD sudah tidak ada tempat untuk sekedar duduk. Banyak sekali pengungsi di sana. Aku ingin tidur sebentar di dalam mobil. Ini pasti akan menjadi hari yang sangat panjang dan melelahkan…Sebelum tidur, kusempatkan untuk mengirimkan sms kepada istriku. “Whatever happened, I will always love you”. Pagi jam setengah 8, aku kembali bertemu dengan pak Indra di DPD. Sebelumnya aku sempat mengantarkan istri ke rumah orang tuaku. Tapi karena ia ingin kembali lagi ke posko, akhirnya kami hanya meletakkan barang-barang yang sempat kami bawa di rumah orang tua. Pagi itu aku, istriku dan pak Indra kembali ke rumahku untuk mengambil barang teman-teman serta logistik posko yang masih tertinggal. Tetapi sebelumnya aku sempatkan untuk mampir terlebih dahulu ke kandangku di dusun Penen. Selama di perjalanan, baru aku mendengar kisah heroik teman-teman DPC Cangkringan yang mengevakuasi warga sambil dikejar oleh lahar panas. Bahkan ada satu kelompok yang terpaksa memutar ke arah Prambanan karena jalur evakuasinya terpotong oleh lahar panas. Ternyata, ketika di rumahku hujan batu dan pasir, mereka mengalami hujan api. Dan ketika aku menembus kegelapan malam menuju Kalireso, mereka sedang berjibaku menyelamatkan warga sambil dikejar lahar serta awan panas. Beberapa hari kemudian, aku membaca status facebook ketua DPC Cangkringan kurang lebih sebagai berikut: “Awan panas sudah ada alamatnya akan ke mana. Demikian juga kematian itu pasti akan datang. Tinggal bagaimana kita mengatur seni kematian itu, mati dalam kemaksiatan atau mati dalam kemanfaatan kepada orang lain”. Setibanya di Penen, kudapati kandangku sudah kosong melompong. Tampaknya anak kandang kami sudah mengungsi entah kemana. Aku masih tidak bisa menghubungi mereka. Seluruh rumput untuk pakan kami sudah tertutup abu. Tapi Alhamdulillah, kandang domba kami bersih. Memang jalan tempat domba masuk ke kandang putih tertutup abu semua. Tetapi bagian dalam kandang dan tempat pakan, bersih. Domba kami masih dilindungi Allah. Aku sedikit lega, walau dalam hati mengkhawatirkan stok hijauan kami yang terselimuti debu vulkanik. Beberapa menit di kandang, kami segera meluncur ke rumahku. Kupakai kesempatan itu untuk menyelamatkan CPU, mengambil lagi beberapa helai baju, dan menyelamatkan beberapa surat penting yang tertinggal dini hari tadi. Suasana masih mencekam karena guruh merapi masih terdengar. Setelah itu kami sempatkan mampir ke Kalireso untuk mengambil beberapa keperluan pak Indra. Di sana, gemuruh jauh lebih keras lagi. Siang hari kami gunakan untuk istirahat sekaligus shalat Jumat. Sorenya, aku diminta untuk mengevakuasi teman-teman kader yang masih tertinggal di atas. Aku berangkat bersama pak Herwanto dan pak Ahmad. Cukup sulit untuk mencapai ke atas, karena jalan-jalan utama sudah diblokir oleh polisi dan relawan. Tapi biasanya tiga kata sakti ini cukup membuat jalan terbuka untuk kami: “relawan PKS, evakuasi”. Apalagi kami bertiga memakai kaos kepanduan. Selama berputar-putar melacak lokasi teman-teman dan keluarga kader di atas, keadaan sangat mencekam. Gemuruh merapi jauh lebih keras dari tadi siang. Kondisi sangat gelap, padahal waktu masih menunjukkan pukul 14.30. Terus terang, jadi aku teringat sehari sebelum letusan ketika aku, pak Herwanto dan pak Ahmad beserta beberapa kepanduan DPD naik ke dusun Boyong yang berjarak 8 km dari puncak untuk membongkar tenda pleton (saat itu radius bahaya sudah dinaikkan menjadi 15 km). Saat melepas tenda pleton itu, setiap ada guruh aku selalu mendongak ke arah puncak. Menebak-nebak apakah itu suara gemuruh geledek dari awan hujan, atau suara gemuruh merapi yang memuntahkan awan panas. Kini, kondisi dusun Boyong yang berjarak 8 km dari puncak itu sama dengan kondisi daerah yang sedang aku lewati, yang berjarak sekitar 15 km dari puncak. Jalur evakuasi yang kutempuh cukup berputar-putar karena beberapa akses jalan tertutup oleh batang pohon atau bambu yang rubuh. Di sebuah dusun kudapati sebuah pohon beringin yang sangat besar tumbang karena tidak kuat menahan beban abu dan pasir di dahannya. Pikirku saat itu adalah “mudah-mudahan rumahku tidak bernasib seperti ini”, mengingat rumahku juga terkena hujan pasir dan kerikil. Ketika memasuki pertigaan Balong dan akan menyeberangi jembatan, ada sekelompok linmas menghadang kami. Seperti biasa, kubuka jendela mobil sambil berkata “relawan PKS, mau evakuasi”. Tapi kali ini kata sakti kami tidak berhasil. “Banjir mas, gak bisa lewat!” demikian teriak salah seorang linmas. Aku memajukan mobilku sekitar 10 meter ke depan. Baru aku sadar apa maksud linmas tersebut. Jembatan yang akan aku lewati terbenam oleh aliran deras lahar dingin. Deras sekali. Masya Allah….pikirku. Sungai ini berhulu di Kali Boyong, dan berhilir di Kali Code, tempat tinggal teman-teman ‘pekanan’-ku. Aku tidak ingat apakah hari itu hujan deras, tapi aku ingat sekali aliran lahar dingin tersebut, dengan material vulkanik berupa batu besar-besar. Aku berputar sambil berdo’a dalam hati “Allah, lindungilah saudara-saudaraku di bawah sana”. Malam itu, kami semua dari PKS DPC Pakem sepakat bahwa itulah tidur ternikmat yang pernah kami rasakan. Tanpa ada rasa takut, tanpa ada gangguan guruh dan hujan abu. Malam itu, kami beristirahat dengan tenang. Namun kami sadar, seperti pesan salah satu ustadz kami: “Bencana ini nampaknya akan panjang. Oleh karena itu kita juga harus menjaga nafas kita agar tetap panjang. Karena kita tidak hanya dibutuhkan saat tanggap bencana, melainkan juga saat post-disaster”. Merapi pertama kali meletus pada tanggal 26 Oktober 2010 pukul lima sore lewat, tepat saat kami baru saja selesai rapat koordinasi persiapan bencana. Sampai kisah ini kutulis pada tanggal 11 November 2010, masih belum ada tanda-tanda kapan bencana ini akan berakhir. Kisah ini kutulis sebagai jawaban atas keinginan teman-teman yang memintaku untuk menceritakan pengalaman kami saat letusan besar pada tanggal 5 November 2010 itu terjadi. Kisah ini kutulis, untuk menceritakan mereka, manusia-manusia berani yang bekerja demi sesama walau tanpa kemewahan sorot kamera. Kisah ini kuberi judul “Kisah dari Garis Depan” karena menceritakan tentang pengalaman kami yang berada pada garis terdepan saat letusan terbesar gunung Merapi dalam 100 tahun terakhir ini terjadi. Kisah ini kutulis atas rasa bernama cinta. Dalam Dekapan ukhuwah, cerita ini mengalir. Seperti buku yang kubaca saat Ramadhan yang lalu, karya Salim A. Fillah. Muhammad Subroto, yang masih belajar mencurahkan isi hatinya dalam bentuk tulisan Kisah ini untuk diikutsertakan dalam Lomba Kisah Menggugah Pro-U Media 2010 di http://proumedia.blogspot.com/2010/10/lomba-kisah-pendek-menggugah-pro-u.html
Baca Selengkapnya~~ >>

KEKUATAN HATI DAN PIKIRAN KE-1

www.sekolahdasaronline.com/?page=22&id=91 Rahasia terbesar dari kekuatan manusia adalah hati dan pikiran, hati dan pikiran memiliki kekuatan dahsyat dalam kehidupan. Hati dan pikiran manusia sangat berharga, namun kita belum bisa membuka sepenuhnya rahasia potensi kekuatan hati dan pikiran yang masih tertimbun di pikiran bawah sadar manusia. Apakah rahasia dari kekuatan hati dan pikiran manusia? Kekuatan hati dan pikiran bukan ilmu mistik atau ilmu klenik, tetapi merupakan fenomena psikologis yang bisa dipelajari oleh setiap manusia. Kekuatan hati dan pikiran tidak bersentuhan dengan benda, jadi seseorang yang memiliki ilmu kekuatan hati dan pikiran tidak akan bisa memindahkan benda dengan hati dan pikirannya, karena materinya berbeda. Kekuatan hati dan pikiran berdasarkan asumsi bahwa manusia terdiri dari pikiran sadar dan pikiran bawah sadar (tidak disadari), yang paling dominan dari pikiran manusia adalah pikiran bawah sadar. Pada umumnya manusia tidak mengetahui energi yang terdapat di pikiran bawah sadar. Ilmu kekuatan hati dan pikiran merupakan hasil dari olah pikiran bawah sadar, dengan cara memindahkan pikiran bawah sadar ke pikiran sadar manusia. Hal ini tentunya memerlukan pembiasaan yang intensif dan kontinyu. Bila ada orang sedih, kita berempati bisa merasakannya. Bila ada orang marah terhadap kita, maka kita bisa merasakannya meskipun orang yang marah tersebut tidak berbicara. Hal-hal tersebut di atas membuktikan bahwa hati dan pikiran manusia terhubung atau memancar kepada hati dan pikiran manusia lainnya. Masih banyak fenomena psikologis lain yang bisa membuktikannya. Pada umumnya kita tidak menyadari karena : Tersambung dan memancarnya hati dan pikiran seseorang berada di wilayah pikiran bawah sadar. Keterikatan hati dan pikiran manusia terhadap hal-hal yang bersifat kebendaan (material). Manusia menganggap hati dan pikiran tidak memegang peranan penting dalam kehidupan. Agar hati dan pikiran memiliki kekuatan, maka kita harus berlatih menyadari sepenuhnya isi hati dan pikiran kita sendiri. Artinya kita sedang berlatih menyadari hal-hal yang ada di pikiran bawah sadar (tidak sadar) menjadi sadar. Dalam proses ini ada kecenderungan "Seseorang yang belatih ilmu kekuatan hati dan pikiran, berbanding lurus dengan melatih spiritualitas orang tersebut". Ruang lingkup ilmu Kekuatan Hati dan Pikiran: Telepati. Membaca hati dan pikiran orang lain. Mengendalikan hati dan pikiran orang lain. Membisikkan ke dalam hati dan pikiran orang lain. Indra ke-enam. Hypnosis (berbeda dengan yang dikembangkan di Amerika, dan Inggris). Tenaga dalam. Fenomena mistik, klenik, dan supranatural merupakan distorsi atau pembiasan dari pemahaman ilmu Kekuatan Hati dan Pikiran. (Bersambung) Dahlan, S.Pd. Guru Kls V SDN Cisaranten Wetan I Kota Bandung Pembina Yayasan As-Siraj Kota Bandung Jl. A.H Nasution 274 Bandung.
Baca Selengkapnya~~ >>
lifestyle.kompasiana.com/.../kekuatan-pena-dan-dahsyatnya-menulis/ Motivator, Trainer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Wijaya adalah Dosen STMIK Muhammdiyah Jakarta, dan Guru TIK SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan ... 0inShare Kekuatan Pena dan Dahsyatnya Menulis REP | 12 May 2012 | 22:38 Dibaca: 136 Komentar: 16 Nihil Tadi pagi, Sabtu 12 Mei 2012, saya memberikan hadiah untuk pemenang lomba menulis liputan intip buku. Hadir dua orang pemenangnya adalah ibu Siti Mugi Rahayu dan mas Heri Purnomo. Sedang Mas Choirul Huda berhalangan hadir. Merekapun saya minta untuk bercerita atau memberikan testimoni tentang dahsyatnya menulis. Dengan begitu para peserta yang hadir menjadi termotivasi dalam menulis. 13369260142087962941 Omjay, Mas Heri Purnomo, Ibu MuGi, dan pak Dedi Di hadapan 150 orang guru yang hadir dalam workshop penelitian tindakan kelas atau PTK di SDIT Fitrah Hanniah, merekapun bercerita tentang kekuatan pena dan pengalaman mereka dalam menulis. Saya pun hanyut dalam cerita mereka yang sangat spontan berbicara dalam pengalamannya menulis. Foto lengkap ada di sini Ibu mugi bercerita bahwa dunia tulis menulis memang sudah menjadi budaya di dalam keluarganya. Beliaupun senang menulis mulai dari kecil hingga sekarang. Hal itu dialami karena keluarganya berlangganan majalah dan koran, sehingga hobi membaca telah menjadi santapan hariannya di rumah. Dari hobi membaca itulah akhirnya bu mugi bisa menulis, dan menjuarai beberapa lomba menulis. Sayapun salut dengan bu mugi yang telah berbagi pengalamannya kepada kami para guru di sela-sela kesibukannya yang akan berangkat ke Garut. 1336925413197804291 Ibu Mugi bercerita pengalamannya menulis di Workshop PTK SDIT Fitrah Hanniah Tak kalah serunya adalah pengalaman mas Heri Purnomo. Seorang kompasianer yang belum lama bergabung di kompasiana. Beliau bercerita tentang pengalaman barunya menulis di kompasiana. Lewat kompasiana itulah beliau ngeblog dan menuliskan apa yang ada dalam bidang yang disukainya. Heri purnomo terus menulis dan berbagi apa yang dialaminya dengan menulis. Bagi saya apa yang disampaikannya sungguh sangat inspiratif sekali. 13369255641079880614 Heri Purnomo Bercerota Pengalamannya Menulis Kekuatan pena dan dahsyatnya menulis telah mengantarkan mereka menjadi juara dalam lomba menulis liputan intip buku . Mereka sudah membuktikan bahwa menulis bukanlah pekerjaan sia-sia. Akan banyak keajaiban yang didapatkan bila kita rajin menulis. Itulah beberapa hal yang saya sampaikan kepada para peserta workshop PTK di SDIT Fitrah Hanniah, Cibitung Bekasi. 13369264061529472036 Omjay ketika memberikan materi PTK kepada 150 orang guru di SDIT Fitrah Hanniah Sayapun kagum dengan para pemenang lomba menulis ini, dan lebih kagum lagi ketika mas Choirul Huda bercerita tentang pengalaman menulisnya usai mengikuti acara bedah buku di Gramedia matraman. Kamipun ngobrol di cafe dunkins donats dan tak lama kemudian muncul mas heri purnomo, pak ahong, dan bang zulfikar akbar. Kamipun larut dalam obrolan kekuatan pena dan dahsyatnya menulis. 1336925839929281865 Choirul Huda dan hadiah domain dan hosting qwords.com Salam blogger persahabatan Omjay
Baca Selengkapnya~~ >>

JADI GURU YANG KREATIF DAN MENYENANGKAN ITU GAMPANG, USMAN KUSMANA

Sumber: edukasi.kompasiana.com/.../jadi-guru-yang-kreatif-dan-menyenangk... Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki. Menulis juga merangkai mozaik sejarah hidup, merekam hikmah dari pendengaran dan penglihatan. Menulis mempengaruhi dan dipengaruhi sudut pandang, selain ketajaman olah fikir dan rasa. Menulis Memberi manfaat, paling tidak untuk mengekspresikan kegalauan hati dan fikir. Menulis membuat mata dan hati senantiasa terjaga, selain itu memaksa jemari untuk terus bergerak lincah. Menari. Segemulainya ide yang terus meliuk dalam setiap tarikan nafas. Menulis, Membuat sejarah. Yang kelak akan diba... Jadikan Teman | Kirim Pesan Hari selasa 7 Agustus 2012 Kemarin, saya menggelar pelatihan guru PAUD untuk 3 kecamatan di daerah saya. Trainernya Kak Kusumo Suryo Harjuno, Seorang Trainer Nasional asal Surabaya. Tema dan materi pelatihan tersebut diambil dari buku ” Ice Breaker, Kiat Mendidik Anak Cerdas dan Berkualitas” karangan Kak Kusumo yang kini sudah 12 kali cetak ulang dan menjadi salah satu buku best seller. Kegiatan pelatihan ini saya selenggarakan berkaitan dengan semarak Ramadhan dan peringatan Nuzulul Qur’an di lingkungan lembaga saya. Jika malam harinya Kak Kusumo memberikan sedikit pencerahan di jamaah tarawih, maka pelatihan ini didedikasikan bagi para guru PAUD dan orang tua. Pelatihan itu sungguh luar biasa. Menarik, kreatif dan mencerahkan. Dari acara pelatihan tersebut, saya berani mengambil sebuah kesimpulan, bahwa sebenarnya menjadi guru yang di “idolakan” itu gampang. Guru yang diidolakan itu yaitu guru yang kreatif dan menyenangkan muridnya ketika dia sedang mengajar, guru yang ditunggu-tunggu oleh siswanya untuk masuk kelas, guru yang jika dia tidak masuk kelas murud-muridnya akan kecewa bukan malah senang. Selama ini proses belajar mengajar di sekolah, baik di tingkat PAUD, SD atau SMP, SMA guru-guru lebih mengandalkan kekuatan suara daripada “gerakan”. Padahal suara hanya berpengaruh 10 persen saja bagi keberhasilan proses belajar dan mendidik anak di kelas. prosentase terbesar justru dari gerakan, pelibatan dan rangsangan. Oleh karenanya dituntut adanya ketauladanan dan kreatifitas dari guru. Selama ini ada banyak salah kaprah yang dilakukan oleh guru dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam mengajar. Banyak guru yang menggunakan cara berfikir dewasa dalam mengajar. Dia tidak masuk dalam jiwa anak dan terlibat dalam dunianya. Selanjutnya guru banyak yang tidak menyadari, bahwa apapun bisa berbicara dan bertujuan. Gaya bicara, berpenampilan kita akan ikut “berbicara”, dan dinilai oleh anak-anak didik kita. Sehingga penampilan, gaya bicara, antusias di kelas ikut berpengaruh dalam keberhasilan mengajar. Dalam mengajar kita juga harus menghargai proses tidak semata hasil. Seringkali guru menilai dan menghargai murid dari hasil akhir saja. Sementara proses yang dijalani siswa selama menjalani proses belajarnya jarang di apresiasi. Dalam faktanya keberhasilan didalam kelas sangatlah dipengaruhi bagaimana kemampuan guru untuk mampu mengalihkan situasi dari yang membosankan , membuat ngantuk, menjenuhkan dan tegang menjadi relaks, bersemangat, tidak membuat mengantuk, serta ada perhatian dan ada rasa senang untuk mendengarkan atau melihat orang yang berbicara di depan kelas atau di ruang pertemuan. Dan itulah peran yang dilakukan oleh konsep Ice breaker. Karena anak melakukan proses belajar melalui pengalaman hidupnya, maka pengalaman yang baik dan menyenangkan akan berdampak positif bagi perkembangannya. Anak belajar dari semua yang dia lihat, ia dengar dan ia rasakan. Proses belajar anak tersebut akan effektif jika anak berada dalam kondisi senang dan bahagia, pun sebaliknya. Memahami dan menguasai Ice Breaker dalam mengajar, akan mampu membuat kita jadi guru dan pendidik yang kreatif dan menyenangkan dimata murid-muridnya. Mampu membangkitkan gairah belajar dan memberikan kesan yang menyenangkan ketika belajar. Menjadi guru yang kreatif dan menyenangkan itu gampang ternyata.
Baca Selengkapnya~~ >>
Sumber: lifestyle.kompasiana.com/catatan/.../yuk-kita-menulis-dengan-hati/ Teacher, Motivator, Trainer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Wijaya adalah Dosen STMIK Muhammdiyah Jakarta, dan Guru TIK SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan ... 0inShare Yuk Kita Menulis dengan Hati! REP | 12 July 2012 | 21:00 Dibaca: 53 Komentar: 4 3 dari 7 Kompasianer menilai menarik Sering saya ditanya oleh teman-teman, kok bisa pak wijaya aktif menulis setiap hari?. Lalu saya jawab bahwa menulis itu sama halnya kita makan. Kita membutuhkan makanan setiap harinya. Jadi kalau nggak nulis itu sama artinya nggak makan. Begitu kata saya kepada teman-teman sambil bercanda. hehehhe…3x. Namun, ada banyak guru yang banyak menginspirasi saya menulis. Terutama menulis di blog. Mas Rudy dari VHR Media mengungkapkan bahwa kekuatan para blogger adalah tulisannya yang mencakup hal-hal yang tidak dimuat oleh media-media umum dan tulisan mereka yang tidak dikemas dengan gaya ilmiah. Rata-rata mereka menulis dengan hatinya. Inilah yang membuat mereka beda dari media arus utama. Oleh karena itu, bagi para blogger menulis harus dengan hati. Artinya mengalir begitu saja seiring dengan irama hati yang menyatu dalam jari jemari tangan yang dikendalikan oleh otak dan dicerna oleh hati. Bila kita menulis dengan hati, maka akan keluarlah tulisan-tulisan kreatif kita itu. Ada beberapa poin penting dalam menulis kreatif yang pernah saya dapatkan dalam pelatihan blogging yang diselenggarakan oleh VHR Media. Poin-poin itu antara lain : Menulis harus tetap berjalan dalam kondisi apapun, karena penulis adalah profesi yang melekat apapun profesi utamanya. Bila anda mempunyai profesi sebagai guru seperti saya, maka menulislah dari sisi pendidikan. Menulislah tentang apa-apa yang anda ketahui tentang dunia pendidikan. Menulis harus sesuatu yang memang kita kuasai dan memang kita inginkan untuk dituliskan. Jangan menulis sesuatu yang tidak kita kuasai. Misalnya bila anda seorang guru, maka menulislah tentang pembelajaran di kelas, masalah belajar, dan lain-lain yang ada hubungannya dengan pendidikan. Jangan menulis sesutu yang anda sendiri tak menguasainya. Penggunaan prinsip 5W+1H (What, Who, Why, Where, When dan How) harus diterapkan dalam tulisan, tidak hanya jurnalis tapi semua penulis. Saya banyak menulis tanpa 5W + 1H, hal ini saya lakukan bila ingin membuat tulisan yang langsung ada dalam alam pikiran saya. Tetapi begitu saya baca, ternyata 5w + 1 H tanpa saya sadari telah masuk ke dalam tulisan saya. Menulis tanpa pretensi-tanpa beban, baik buruk tidak masalah, menulislah apa adanya. Karena saya menulis tanpa beban, maka saya merasa enjoy dalam menulis. Semua apa yang saya ketikkan mengalir begitu saja. Secara otomatis, otak dan tangan sudah menyatu dalam membuat tulisan saya menjadi bermakna. Harus anda sadari bahwa menulis tidak ada bedanya dengan bercakap-cakap. Menulis harus disadari seolah-olah kita sedang bercakap-cakap dengan orang lain. Ingatlah kita menulis untuk dibaca oleh orang lain, jadi usahakan bahasa yang kita gunakan adalah bahasa yang komunikatif. Seorang Penulis harus suka membaca, sebab tanpa membaca ia akan mengalami apa yang disebut stagnan atau buntu. saya pernah mengalami itu ketika saya tak rajin membaca buku. Ternyata dari membaca karya orang lain, justru timbul inspirasi dari bacaan itu. Banyak hal yang saya tuliskan setelah saya banyak membaca. Bukan menyontek loh, tapi membuat sesuatu yang baru dari apa yang telah kita baca. Untuk dapat menulis dengan baik, anda harus disiplin dalam menulis, alokasikan 2 jam sehari buat menulis tidak peduli berapa halaman yang jadi. Pokonya menulis, dan yang paling sulit dari proses menulis itu adalah MEMULAI. Usahakan dalam menulis anda memiliki kreativitas dan intensitas. Sebab anda dituntut untuk membuat sebuah tulisan yang kreatif dengan intensitas yang tinggi. Biasanya tulisan yang memiliki kreativitas dan intensitas tinggi akan enak dibaca dan mudah dipahami. Dalam menulis anda harus dengan jujur mengatakan ini loh tulisan saya dan bukan tulisan orang lain. Dulu, waktu belum kreatif menulis, saya sering copy and paste tulisan orang lain. Tetapi sekarang walaupun tulisan saya masih jelek, saya nggak malu munculin tulisan saya di blog, bahkan dalam publik blog yang lebih luas seperti di kompasiana.com. Terakhir, menulis itu harus memiliki prinsip kelogisan. Jadi segala sesuatu yang kita tulis harus memenuhi unsur kelogisan. Itulah yang saya dapatkan dari mas Rudy sewaktu mengikuti pelatihan blogging. Semoga bermanfaat untuk teman-teman blogger. Oleh karena itu, mulai dari sekarang menulislah dengan hati dan gunakan blog sebagai media dalam menuangkan segala ide anda yang cemerlang itu. Jangan ragu untuk memulai, dan menulislah dengan HATI. 13421030232100540576 Yuk Menulis dengan Hati Salam Blogger Persahabatan Omjay
Baca Selengkapnya~~ >>

YUK MEMERDEKAKAN DIRI DENGAN MENULIS!

Sumber: wijayalabs.wordpress.com/.../yuk-memerdekakan-diri-dengan-menul... Hari ini kita merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Tak terasa sudah 67 tahun kita merdeka. Dulu bung Karno dan bung Hatta yang didukung penuh oleh para pemuda memproklamirkan negeri ini pada tanggal 17 Agustus 1945. Naskah proklamasi yang dibacakan oleh bung Karno pun sampai saat ini masih tersimpan rapih di museum arsip nasional. Sebagai bentuk otentik bahwa kita sudah berani memerdekan diri dari penjajah dengan menuliskannya di secarik kertas yang memiliki nilai sejarah tinggi bagi bangsa ini. Rekaman suara bung Karno pun masih bisa kita dengar, ketika beliau membacakan naskah proklamasi itu di museum nasional atau Monas yang ada di Jakarta Pusat. Sadarkah kita bahwa pemimpin bangsa Indonesia memulai kemerdekaan ini dengan menulis? “Indonesia menggugat” adalah salah satu tulisan emas Bung Karno yang sangat terkenal saat itu. Beliau berani menuliskan apa-apa yang ada dalam alam pikirannya, dan menginginkan Indonesia merdeka. Bung Karno menyihir orang yang membaca tulisannya untuk mengajak orang Indonesia berani melawan penjajah. Kita harus merdeka, dan tidak boleh lagi ada bangsa lain yang menjajah negeri ini. Kita harus berani melawan penjajah, karena penjajah hanya membawa petaka. Tentu saja tulisan Bung Karno itu membuat marah para penjajah negeri ini. Mereka berusaha mencari cara untuk menangkap bung Karno, dan kawan-kawannya. Lewat tulisan, seorang bung Karno telah berani mengatakan isi hatinya, dan melakukan perlawanan dengan cara-cara intelektual. Hal itu, dilakukan pula oleh tokoh-tokoh pahlawan bangsa lainnya seperti Bung Hatta, Muhammad Yamin, KH. Agus Salim, dan lain-lain yang dapat anda baca dari sejarah nasional Indonesia. Mereka para pejuang bangsa mampu memerdekakan dirinya dengan menulis. Mereka tidak hanya pandai bicara, tapi mampu menuliskan apa-apa yang ada dalam alam pikirannya. Tak heran bila tokoh sekaliber bung Karno, dan kawan-kawannya sangat disegani oleh pemimpin bangsa lainnya. Kehebatan mereka para pejuang bangsa dalam menulis membuat orang Indonesia diperhitungkan dalam kancah politik dunia. Para penjajah pun sangat takut sekali bila banyak orang Indonesia yang pandai menulis. Sebab kekuatan menulis lebih dahsyat dari kekuatan senjata tercanggih manapun. Kekuatan menulis begitu tajam, dan bahkan lebih tajam dari sebilah pedang. Tulisan para pemimpin bangsa akan menyihir orang Indonesia untuk bersama-sama mengusir penjajah dari bumi nusantara. Ibu pertiwi akan sangat gembira bila banyak orang Indonesia yang tidak hanya pandai berteriak “MERDEKA”, tetapi juga mampu menuliskan apa yang menjadi cita-citanya bagi bangsa ini. Ikut memikirkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Itulah mengapa para penjajah sangat takut sekali dengan orang Indonesia yang pandai menulis. Mereka bangsa penjajah akan segera menangkap orang-orang Indonesia yang pandai menulis, dan membredel atau menutup media atau Koran yang menerbitkannya. Tidak boleh ada tulisan yang berseberangan dengan pemikiran penjajah. Semua berita dan informasi dunia dikuasai oleh mereka. Tak boleh ada orang pribumi yang menguasai informasi. Bila ada orang pribumi yang berani melawan, maka akan dipenjarakan. Para pemimpin bangsa sadar bahwa kekuatan tulisan lebih ampuh dari sebutir peluru. Oleh karena itu, mereka terus menulis pemikirannya, dan membagikannya dengan cara-cara yang “cerdas”. Penjajah bangsa boleh saja menangkap mereka, tetapi pemikiran mereka untuk memerdekan bangsa Indonesia tak akan pernah berakhir di jeruji penjara. Semakin ditekan, justru mereka semakin kreatif dan aktif dalam menulis. Banyak goresan emas justru terlahir di jeruji penjara itu, dan tersebar luas ke orang Indonesia lainnya. Penjajah pun pusing dibuatnya. Kekuatan tulisan begitu dahsyat mengalir ke anak negeri ini. Membuat mereka semakin membenci para penjajah, dan menginginkan Indonesia merdeka. Hasilnya, kita bisa merdeka di tanggal 17 Agutus 1945. Dimana pada saat itu bertepatan dengan bulan suci Ramadhan dan di hari Jum’at yang agung. Hari dimana umat Islam melaksanakan sholat Jum’at berjamaah di rumah Allah.Hari yang sangat diberkahi oleh Ilahi Rabbi. Kemerdekaan telah menjadi inspirasi kita semua untuk membangun negeri ini. Seharusnya, anak muda saat ini meniru gaya mereka para tokoh bangsa mengusir penjajah. Anak muda harus berani menuliskan apa-apa yang tak sesuai hati nuraninya. Kita harus kritis, dan terus menerus memberikan kritik dan masukan kepada pemerintah (baik daerah maupun pusat) agar bangsa ini maju. Kita tuliskan ide-ide cemerlang dalam pikiran dengan berbagai tindakan demi kemajuan bangsa. Tulisan kita pun ahirnya mampu menyihir orang lain untuk berbuat kebaikan kepada sesama orang Indonesia. Sudah saatnya kita bahu membahu bergandengan tangan dalam kerangka Bhinneka Tunggal Ika untuk mewujudkan Indonesia emas di hari kemerdekaannya yang ke-67. Kebodohan dan kemiskinan harus enyah dari bumi ibu pertiwi. Nama Indonesia harus harum namanya di seantero dunia. Mari memerdekan diri kita dengan menulis! Dengan menulis kita akan menjadi orang merdeka. Kita bisa menorehkan buah pemikiran kepada siapa saja, asalkan kita mampu mempertanggungjawabkannya. Tidak menulis untuk memperkaya diri sendiri saja, tetapi juga mampu menginspirasi orang lain untuk kaya seperti dirinya. Jadilah orang yang kaya dengan menulis. Jadilah orang yang merdeka dengan menulis, dan jadikanlah menulis untuk memerdekan diri dari kemiskinan ide dan kreativitas. Salam Bogger Persahabatan Omjay http://wijayalabs.com
Baca Selengkapnya~~ >>

Buku Menulis di Blog bisa bikin kaya .... Baca Selengkapnya di : http://www.m-edukasi.web.id/2012/03/buku-menulis-di-blog-bisa-bikin-kaya.html Copyright www.m-edukasi.web.id Media Pendidikan Indonesia

Buku Menulis di Blog bisa bikin kaya Segera terbit buku karya Trio Sumawung, Penulis (Novelis) sekaligus blogger muda yang penuh bakat dan pengalaman dalam dunia maya. Berikut buku non fiksi yang akan segera terbit karya beliau mengukap kreatifitas maya (blog) dari sisi kewirausahaan dengan judul “Menulis di Blog Bisa Bikin Kaya” . Buku “Menulis di Blog Bisa Bikin Kaya” bercerita secara gamblang bagaimana kita memanfaatkan waktu kita secara efektif agar dalam berinternet secara tidak langsung memiliki penghasilan tambahan tanpa menggangu aktifitas kerja anda, Buku ini sangat cocok untuk anda para guru untuk membacanya, anda dapat memotivasi diri sendiri maupun memotivasi siswa anda agar dapat berinternet secara sehat dan memanfaatkan waktunya secara baik untuk membangun kreatifitas maya dengan membuat kewirausahaan secara online dengan modal menulis di blog. Buku ini memberikan wawasan ladang kewirausahaan di internet yang belum terpikirkan oleh anda sebelumnya, dan mengajak setiap pembacanya untuk menjadi seorang entrepreneur di internet modal nol rupiah tetapi dengan modal intelektualitas, . Krisis ekonomi global membuat masyarakat harus memutar ide bisnis agar bisa mencari terobosan dalam mencari tambahan finansial. Hal ini dibuktikan dengan semakin menjamurnya wiraswasta, baik itu di bidang kuliner ataupun jasa. Di sisi lain, jumlah penganggur meningkat dari tahun ke tahun karena sulitnya lapangan kerja. Bagi mereka yang punya modal cukup, tentu bukan suatu masalah untuk membuat sebuah toko ataupun jenis usaha lainnya. Bagi yang berkantong tipis, membuka sebuah toko plus isinya adalah suatu masalah besar. Bagaimana solusinya? clip_image002 Dewasa ini, orang berbondong-bondong beralih ke dunia maya sebagai lahan dalam membangun usaha. Mulai usahajual jasa, barang, atau bahkan trading forex. Dunia maya menjadi solusi menarik bagi mereka. Karena selain modalnya sedikit, promosi di dunia maya sangat cepat bisa dirasakan manfaatnya. Selain itu, bagi yang mengelola toko online, mereka bisa membuka tokonya selama 24jam tanpa harus membayar sewa toko. Menariknya lagi, Anda tidak perlu memikirkan gaji karyawan. Cukup dikerjakan sendiri dari rumah saja. Banyak orang berhasil menaklukkan dunia maya dengan modal sepele. Bagi Anda yang tidak mempunyai barang dagangan dan modal yang cukup, Anda bisa memanfaatkan blog sebagai media untuk meraih penghasilan. Bagaimana caranya? Pada buku ini, semuanya diulas secara lugas dan gamblang disertai gambar-gambar dari tiap pembahasan. Sangat memudahkan Anda dalam mempelajarinya. Buku ini satu-satunya dan pertama kali di lndonesia yang membahas tema bisnis online dengan modal blog dari sisi yang berbeda. clip_image004 Bagaimana anda tertarik untuk memiliki buku ini ? tunggu segera terbit di toko buku terdekat di kota anda..... Baca Selengkapnya di : http://www.m-edukasi.web.id/2012/03/buku-menulis-di-blog-bisa-bikin-kaya.html Copyright www.m-edukasi.web.id Media Pendidikan Indonesia
Baca Selengkapnya~~ >>

MENJADI KAYA DARI MENULIS BUKU

Sumber: wijayalabs.blogdetik.com/tag/menulis-buku/ Johan Wahyudi ketika Menjadi Dosen Tamu di STMIK Muhammadiyah Jakarta Beberapa Waktu lalu, Pak Johan Wahyudi saya minta menjadi dosen tamu di kampus saya, STMIK Muhammadiyah Jakarta. Saya minta beliau berbagi pengalamannya tentang menulis. Banyak sekali pengalaman beliau dalam menulis yang diberikan kepada para mahasiswa. Beliau bercerita panjang lebar tentang bagaimana menjadi penulis kaya. Menjadi kaya hanya dari menulis. Fokus dengan kegiatan tulis menulis, dan menjadiwriterprenership. Berikut ini adalah tugas resume mahasiswa saya dari materi yang disampaikan oleh pak Johan Wahyudi. Setelah membacanya, alangkah baiknya saya sharingkan saja kepada teman-teman blogger. Resume bahan Ajaran Bp. Johan : Menjadi Seorang Penulis Kaya. Setelah mendengar pengalaman pak Johan, saya menjadi bersemangat untuk menjadi seorang penulis. Untuk menjadi seorang penulis ternyata sangat mudah. Disamping tidak memerlukan modal, menulis hanya memerlukan modal ketekunan dan kepintaran mengelola kata-kata. Itulah hal penting yang saya masih ingat dari apa yang disampaikan oleh pak Johan. Seorang Penulis Kaya dari Kota Sragen, Solo. Beliau adalah juga seorang guru di SMP yang mengajar pelajaran Bahasa Indonesia. 12926346261374968739 Johan Wahyudi ketika Menjadi Dosen Tamu di STMIK Muhammadiyah Jakarta Dalam menulis juga diperlukan pengalaman. Baik melalui pengalaman hidup orang lain maupun pengalaman diri kita sendiri. Contohnya :menuangkan tulisan tentang perjalanan hidup orang-orang terkenal dalam bentuk tulisan yang menarik sehingga banyak orang berminat untuk membacanya. Kiat - kiat menjadi seorang penulis kaya diantaranya adalah : 1. Banyak belajar Disini kita melatih untuk banyak belajar menulis, baik dalam cerita yang panjang maupun dalam cerita pendek, sehingga kita terbiasa dalam menulis suatu artikel yang menarik untuk dibaca oleh pembaca. Latihan menulis, dan terus menerus mencoba merupakan cara efektif agar mampu menulis dengan baik. Sebab menulis adalah sebuah keterampilan yang harus sering dilatih. Kita harus banyak belajar menulis. 2.Tidak tersinggung bila dikritik. Seorang penulis bila dikritik atau dicerca oleh pembaca, tidak mudah tersinggung. Bila ada pembaca yang mengkritik, itu menunjukkan dalam tulisan kita masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Penulis tidak perlu mencerca balik pembaca malah justru harusnya berterima kasih. Penulis yang baik adalah pembacayang baik. dalam menulis posisikan diri anda sebagai pembaca. 3. Ada ide-ide inovatif Setiap kita menuliskan suatu cerita ataupun artikel kita harus selalu menuangkan ide-ide yang baru sehingga pembaca, tidak bosan dengan tulisan kita. Lihat peluang yang berbeda dari buku-buku yang ada. Bila kita mampu menangkap peluang pasar, dan melakukan inovasi baru dalam tulisan kita, maka jangan heran bila buku kita diserbu oleh ribuan pembaca. Disamping itu, untuk memulai menjadi seorang penulis, kita harus selektif dalam membaca. Dari situ akan muncul ide baru untuk bacaan apa yang sering kita tuliskan. Apakah kita senang dengan bacaan yang berisi cerita fiksi atau yang berisi cerita non fiksi ? Hanya diri kita sendirilah yang tahu. Dari situlah kita bisa mengetahui kebiasaan kita. Dan kita tuangkan dalam bentuk tulisan. Beliau mencontohkan, bahwa saat ini sedang membuat buku yang berjudulmenjadi seorang penyair, dan beliau sangat yakin buku ini akan digunakan sebagai buku pengayaan ditahun 2011 di pusat perbukuan. Sejatinya, untuk menjadi penulis anda harus berani menuangkan ide-ide tulisan yang dapat membuka wawasan orang menjadi terbuka, dan tidak terpaku pada satu ide atau pandangan saja. Sehingga kita sebagai seorang penulis harus selalu menjadi sumber pencerah gagasan, dan merubah pikiran yang stagnan dari pembaca, menjadi pembaca yang mampu membuka pikiran dan gagasan yang terus mengalir. Demikian resume yang saya pahami dari bahan ajar yang telah disampaikan oleh bapak Johan wahyudi pada Selasa malam tanggal 15 Desember 2010 jam 20.00 sampai dengan matakuliah kewirausahaan selesai semoga bermanfaat untuk semua. Penulis: Sunarno NIM : 08.3.08002 Jurusan : Teknik Informatika. Salam Blogger Persahabatan Omjay http://wijayalabs.com
Baca Selengkapnya~~ >>