Sabtu, 13 Oktober 2012

GURU HARUS MAU MENULIS DAN MEMBACA


Oleh: Jajang Suhendi
(Cikedal-Pandeglang-asal Sumedang)


Saya merasa yakin setiap guru bias menulis. Tanpa kemampuan menulis mereka tidak mungkin bisa menyampaikan materi pelajaran dengan baik. Itulah suatu prinsip yang mesti kita akui kebem\narannya. Apalagi sekarang para guru berpendidikan minimal Diploma II. Bahkan sekarang guru sudah sebagian besar lulusan Sarjana Strata 1 (S.1). Jadi tidak mungkin guru tersebut tidak bisa menulis. Apabila kenyataan ada guru yang belum bisa menulis artikel atau makalah bukan berarti mereka tidak bisa menulis secara sederhana. Mereka belum menjadikan menulis dan membaca sebagai budayanya.


Namun menulis yang bagaimana yang harus dikatakan mampu oleh seorang guru? Semua guru bisa menulis. Namun yang menjadi pertanyaan adalah menulis yang bagaimana yang belum dikuasai guru? Yang saya maksud adalah menulis yang isinya bermanfaat untuk dibaca oleh kalangan guru atau orang yang punya niat untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan berpikir. Sebelum guru mampu menulis makalah dan buku yang panjang-panjang isinya. Para guru hendaknya banyak belajar dan berlatih menulis apa saja. Tanpa harus mematuhi peraturan menulis dulu. Biarkan kata-kata mengalir lewat komputer misalnya.


Menulis memang harus memiliki tekad yang bulat untuk memulainya. Namun kebanyakan dari guru sudah menyerah sebelum mencoba. Saya merasa sulit melahirkan tulisan jika dibandingkan dengan para penulis profesional. Yang menbuat saya mengalami kesulitan menulis adalah tidak menjadikannya kegiatan menulis sebagai kebiasaan sehari-hari. Jika dibiasakan menulis sejak saat ini ketika saya menyadarinya, maka kebiasaan tersebut akan melahirkan kemampuan. Bisa dibayangkan jika semua guru gemar menulis akan banyak melahirkan banyak penulis di Indonesia. Negara maju berawal dari warganya yang gemar membaca dan menulis. Jadikanlah membaca dan menulis sebagai tuntutan untuk mencapai kesuksesan di dunia pendidikan pada khususnya dan dunia pada umumnya.


Kenyataan guru belum banyak banyak yang bisa menulis yang isinya merefleksikan pandangan tentang sesuatu tema dalam bentuk tulisan. Jangankan kita orang awam, guru sebagai salah satu kaum intelektualpun belum banyak yang mampu menulis. Menulis bagi seorang guru tidak harus menjadi penulis professional, tapi minimalnya dapat menguasai cara menulis yang baik, karena budaya kita yang lebih senang melihat dan mendengar. Keterampilan menulis bagi seorang guru penting, karena ia akan terus mengaktifkan kreativitas berfikir, selain itu bisa membantu guru untuk lebih terbiasa memilih kata-kata yang mudah untuk orang lain pahami dan terkhusus buat siswanya.
Baca Selengkapnya~~ >>

GURU HARUS MENULIS


Oleh: Jajang Suhendi
(Cikedal-Pandeglang-asal Sumedang)


Semakin majunya dunia pendidikan menuntut kemampuan guru di segala bidang. Kemajuan bidang ilmu dan teknologi akan menjadi salah satu peluang guru untuk meningkatkan kemampuannya. Apabila tidak dilakukannya, maka akan timbul ketertinggalan oleh siswa atau mahasiswa yang rajin dan mampu menguasai bidang ilmu dan teknologi tersebut. Banyak tuntutan pengembangan kualitas guru secara nasional maupun tuntutan global. Guru dituntut untuk lebih fokus pada perkembangan yang semakin cepat ini. Tanpa perhatian pada perkembangan di era globalisasi ini, guru akan jauh ketinggalan oleh siswa yang berperan aktif.


Persiapan mengajar pada waktu malam yang dilakukan guru pada saat ini kurang berlaku. Seharusnya guru mempersiapkan diri sebelum mengajar dengan banyak belajar dan berlatih setiap saat. Apalagi persiapan penguasaan materi pembelajaran yang didapatkan dari banyak sumber. Bukan sumber buku paket yang terbatas itu. Tetapi persiapan materi yang dipelajari dari sumber internet misalnya. Sumber-sumber untuk materi pembelajaran selain diambil dari media cetak harus ditambah dengan sumber dari media elektronik.


Patokan guru mempersiapkan diri sebelum mengajar dengan mempelajari hanya satu atau dua buku paaket sudah tidak berlaku lagi. Semakin berkembangnya dunia internet, guru dituntut untuk menguasai keterampilan di bidang internet tersebut. Guru profeional tidak buta akan media internet. Sedangkan guru yang belum mampu menggunakan media internet harus menguasai dulu media tersebut. Bila tidak? Ya, sebagaimana saya katakan, mereka akan jauh tertinggal oleh siswa atau orang-orang yang pernah dididiknya. Itu merupakan tuntutan yang tidak bias dianggap sepele.


Sementara itu, terkait dengan Peraturan Menteri PAN & RB No. 16 Tahun 2009, tentang persyaratan kenaikan pangkat guru yang mengharuskan guru harus lebih banyak menulis, ia berpendapat, para pendidik sudah saatnya menuangkan hasil pikirannya melalui tulisan, baik dalam bentuk karya ilmiah maupun kajian-kajian populer. Guru harus menulis. Peraturan itu akan berlaku mulai tahun 2013 mendatang. Untuk kenaikan pangkat dari golongan IIIB ke IIIC, sudah harus melengkapi syarat dengan Karya Ilmiah. Ini tantanagan buat guru.


Sebagai bahan latihan guru menulis adalah komputer,laptop, notebook dan buku tulis. Apabila guru belum punya media elektronik, banyak cara sebenarnya tergantung semangat dan kesungguhan dari dalam dirinya. Warnet sangat penting kita datangi. Akrabi dia dengan pendekatan belajar dan berlatih. Saya tidak merasa malu untuk sering datang ke warnet sekedar untuk mencari tahu tentang ilmu pengetahuan dan keterampilan. Untuk mengindahkan peraturan tersebut, maka kita sebagai guru harus mengembangkan potensi yang didukung media internet. Media tersebut tidak hanya menyangkut ilmu pengetahuan dan teknologi secara nasional saja. Tetapi media tersebut membahas berbagaihal secara mendunia.

Baca Selengkapnya~~ >>

Sabtu, 06 Oktober 2012

AKU MENULIS KARENA AKU MENCINTAIMU

Sumber Materi: www.konsultasimenulisbuku.com › TIPS MENULIS BUKU https://ilovemygoogle.files.wordpress.com/2012/04/love.jpg?w=549 Ketika Anda memutuskan menjadi penulis, maka tidak dengan mudah Anda bisa mewujudkannya. Banyak tantangan yang Anda hadapi. Bisa bersumber dari diri Anda sendiri yang terus menerus merasa tidak puas dengan apa yang Anda tulis. Mungkin orang lain yang mengkritik karya Anda dan bisa saja mengatakan “Tulisanmu kok kurang menarik”. Atau juga dari pihak penerbit yang menolak naskah Anda dengan alasan “tidak sesuai dengan kriteria yang mereka cari”. Jika memutuskan menjadi penulis dengan tujuan sekedar coba-coba atau “iseng”, dijamin setelah menghadapi sejumlah kritikan dan penolakan, sangat mungkin terjadi, Anda lalu memutuskan berhenti dan menegaskan dalam hati bahwa Anda tidak berbakat menjadi penulis. Hanya orang-orang yang memiliki cita-cita dan motivasi besar yang sanggup menghadapi berbagai halangan menjadi penulis. Menulis Karena Cinta “Mengapa Anda memutuskan menjadi penulis” , sebuah pertanyaan yang diarahkan kepada seorang penulis. “ Karena saya ingin banyak orang mendapatkan manfaat dari pengetahuan yang saya tuliskan”, jawabnya singkat. Ada banyak penulis yang menetapkan motivasi demikian. Penulis senior menceritakan pada saya bahwa ia memiliki sebuah cita-cita besar. "Saya ingin menghasilkan ribuan karya agar jutaan orang bisa dicerdaskan melalui buku-bukunya", ungkapnya. Demikian halnya dengan seorang penulis buku manajemen dalam sebuah artikel menulis menyebutkan, bahwa ia tidak berhenti menghasilkan buku agar memiliki sesuatu yang dapat ditinggalkan bagi generasi mendatang. “Mungkin 100 tahun lagi mungkin saya sudah tidak ada di dunia ini, namun buku saya bisa saja masih tetap ada dan dibaca banyak orang”, tuturnya. Jadi banyak penulis yang membuat karya, semata-mata karena mereka mencintai Anda, sehingga ia ingin memberikan sesuatu yang istimewa bagi Anda. Uang, popularitas bagi mereka adalah dampak bukan tujuan. Oleh sebab itu, bagi Anda penulis pemula, motivasi demikian patut Anda tanamkan dalam diri Anda. “Menulis karena Mencinta”. Ketika Anda menulis karena Anda mengasihi calon pembaca karya Anda, maka Anda akan memiliki daya tahan menghadapi tantangan. Ibarat seorang Ibu yang siap menembus kobaran api ketika anaknya terperangkap di dalam bangunan yang terbakar. Jadi, jika Anda ingin menjadi penulis, mencintalah, lalu tetapkan motivasi besar Anda. Kalahkan segala penghalang baik dari dalam diri Anda, orang lain dengan keyakinan aku melakukan ini karena aku mengasihimu.
Baca Selengkapnya~~ >>

MENJADI GURU PRODUTIF


Sudah seharusnya kita sebagai guru untuk meningkatkan kemampuan menulis sebagai salah satu ciri khasnya. Saya baca artikel berjudul "Menjadi Guru Produktif" karya Saifull Mustofa* di blognya. langsung saja saya perhatikan dengan seksama. ternyata untuk menjadi penulis yang produktif harus bisa mengikat makna. Maksudnya guru yang bisa membaca sambil menulis dan menulis sambil membaca. Dua kegiatan tersebut harus berbarengan dilakukan. Beliau meminjam istilah dari Ali bin Abu Thalib "Ikatlah Ilmu itu dengan tulisan."

Mari kita baca karya Saiful Mustofa selanjutnya dengan perhatian yang penuh konsentrasi. Bermanfaat bagi kita semua dalam upaya meningkatkan kemampuan menulis dan membaca secara berbarengan.

"Ikatlah ilmu itu dengan tulisan"-Ali bin Abi Thalib Menjadi seorang guru memang bukan profesi yang mudah. Untuk menjadi seorang guru menurut Oemar Hamalik dalam Ngainun Naim, (2009) dibutuhkan berbagai persyaratan, yaitu harus memiliki bakat sebagai guru, memiliki kepribadian yang baik dan terintegrasi, memiliki mental sehat, dan berpengetahuan luas.


Belum lagi, dia juga harus mendedikasikan dirinya secara totalitas sebagai figur pendidik dan teladan. Apalagi tanggung jawab besar sebagai penentu maju mundurnya anak bangsa salah satunya juga terletak pada sejauhmana peran guru dalam kancah pendidikan. Meski bukan satu-satunya faktor tunggal, akan tetapi fakta menunjukan bahwa guru adalah faktor yang determinan. Selain itu, jika mengacu pada konsepsi Earl V Pullias dan James D Young dalam Rekonstruksi Pendidikan Nasional (2009) maka lebih berat lagi.


Sebab menurutnya, guru tidak hanya sebatas teladan, tetapi seharusnya mampu menjadi makhluk yang serba bisa. Artinya, guru harus senantiasa mendorong bergeraknya proses pertumbuhan murid secara gradual, antara lain, (a) guru dapat hadir bila pelajar memerlukan untuk mendengarkan dan memahaminya, (b) guru dapat mencoba memberi suatu pengalaman yang luas yang memungkinkan pelajar mengadakan evaluasi mengenai dirinya dalam hubungan dengan keberadaanya, pernah menjadi apa dan akan menjadi apa, (c) guru dapat belajar untuk membantu pelajar memeriksa keadaan (situasi) dengan bebas dan jujur dari pelbagai sudut pandang, dan masih banyak lagi yang lainya yang tidak bisa saya kutip semua di sini.


Tapi yang jelas, semua itu sudah menjadi sederet perjuangan yang harus dilalui bagi yang bercita-cita mulia menjadi seorang pendidik atau guru. Namun jika mengaca potret pendidikan saat ini dengan semakin kompleks dan sengkarutnya permasalahan yang ada, tampaknya tugas seorang guru tambah lebih berat lagi. Bagaimana tidak, ada yang mengatakan dengan lantang bahwa pendidikan kita tidak menganjurkan bagaimana mencintai membaca dan menulis. Tak pelak, seketika perkataan itu menyentil telinga kita, apalagi bagi para praktisi pendidikan.


Sebab tidak bisa ditawar lagi kalau kedua aktivitas itu adalah pakem dalam pendidikan. Sehingga tanpa adanya kedua hal itu, sudah barang pasti pendidikan akan pincang-untuk tidak menyebutnya menemui kematian. Barangkali perkataan itu memang tak berlebihan. Sebab asumsi semacam itu bertumpu pada realitas masyarakat kita, terutama pelajar yang kurang menaruh minat besar pada aktivitas membaca, terlebih menulis. Meskipun masalah minimnya minat membaca dan menulis merupakan masalah klasik akan tetapi sampai detik ini permasalahan itu masih belum ada titik terangnya.


Dan setidaknya, memang dunia pendidikanlah yang berpotensi besar untuk menyuguhkan penyelesaian tersebut. Guru Berkarya Muridpun Mengikutinya Menurut Deddy Mulyana (2004) bahwa jumlah buku yang terbit di Jepang, 44.000 judul setiap tahun (termasuk 21.000 terjemahan), sementara di Amerika Serikat 100.000, judul dan di Inggris 61.000 judul setiap tahunya, sedangkan di Indonesia 2500 judul setiap tahun. Rentang perbandingan jauh tersebut menunjukan betapa masih rendahnya iklim penulisan buku di masyarakat kita dan belum mengakar di lingkup pendidikan kita. Pun jika diruntut sengkarut permasalahan itu, juga dimulai dari indikasi minimnya minat baca masyarakat kita pula.


Padahal sejak pertama kali menginjakan kaki di bangku sekolah formal, kita tidak bosan-bosanya selalu diingatkan agar sebanyak dan sesering mungkin membaca, membaca dan terus membaca. Ya, memang seperti itulah pesan para guru saya dulu yang sampai detik ini masih melekat di memori saya. Tapi, dengan terbongkarnya ingatan saya mengenai pesan para guru untuk selalu membaca itu, secara spontan juga membuat saya terusik membongkar-bongkar ingatan lain yang sudah mengkarat. Memori itu tentang motivasi menulis.


Hampir setelah berhari-hari bahkan berminggu-minggu menguras semua yang ada di benak, tetap tak saya temukan ingatan tentang motivasi menulis tersebut. Tanpa bermaksud menjustivikasi, hal itu berarti memang para pendidik kita mungkin lupa akan pentingnya motivasi menulis. Apalagi contoh langsungnya, tentu masih menjadi sesuatu yang asing di lingkup pendidikan formal kita. Artinya, seorang guru tidak hanya sebatas memberikan motivasi menulis akan tetapi juga harus menyuguhkan teladan berupa produktivitas menulis. Sebab motivasi dan teladan adalah sebuah entitas yang tak bisa dipisahkan.


Jika boleh agak pragmatis, bukankah mulai tahun 2013 nanti, salah satu prasyarat kenaikan pangkat seorang guru, minimal harus pernah sekali menulis artikel populer di koran regional ataupun nasional. Nah, berarti sudah jelaskan manfaat dari menulis. Jadi, jika seorang guru sudah mampu istiqomah berkarya, maka bukan tidak mungkin muridnya pun akan mengikutinya. Bayangkan saja, misalkan jika dalam setiap sekolah katakanlah ada satu orang guru yang produktif menulis, sedangkan kita ibaratkan untuk jenjang SMP dan SMA total sekolah keseluruhan se-kabupaten ada tiga puluh. Itu berarti sudah ada tiga puluh penulis dalam sebuah kota.


Belum lagi, jika masing-masing guru tersebut, setidaknya bisa menumbuhkan karakter produktif menulis pada satu siswa per periode angkatanya, maka setiap tahunya akan tercipta tiga puluh embrio penulis muda. Sungguh luar biasa bukan. Mungkin bagi sebagian orang hal itu seperti sebuah ekspektasi yang berlebihan. Tapi, jika seorang guru benar-benar berkomitmen keras menjalaninya maka bukan mustahil itu akan menjadi nyata adanya. Bahkan, lebih filosofis, seorang penulis pada dasarnya adalah guru bagi banyak orang. Dia memiliki murid yang tak terbatas jumlahnya, yang tak terbatasi pada umur, ras, agama, tingkat pendidikan dsb. Seluruh lapisan masyarakat dengan suka rela bisa dan boleh mengaku berguru kepada penulis tertentu. Sebab karyanya tersebar luas kemana-mana dan siapapun berhak mengenyamnya (Lasa Hs, 2005).


Pernahkah terbesit dipikiran kita untuk menjadi seorang penulis? Pasti, kebanyakan menjawab tidak. Karena mungkin profesi sebagai penulis dianggap pekerjaan yang remeh, dan tak menjanjikan. Lantas, apa hubunganya memberdayakan siswa dengan menjadi seorang penulis? Seorang guru yang inspiratif selalu mampu menyuguhkan suatu hal yang berbeda dan menarik pada siswanya. Maka suatu hal yang menarik itu adalah mentradisikan menulis kepada para siswanya. Karena dengan mengajak para siswanya membiasakan diri untuk menulis, pada dasarnya mengajak mereka peka terhadap realitas di sekitarnya.


Mereka akan memikirkan dan menganalisis pelbagai permasalahan yang timbul, setelah itu menyiduknya untuk dikaji kemudian menawarkan solusinya kehadapan khalayak melalui karya tulisanya. Ini hampir sama dengan salah satu strategi mengajar dalam perspektif kontruktivisme yaitu elicitasi: siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster dan lain-lainya. Lebih dari itu, ada sebuah kisah menarik tentang seorang guru yang inspiratif, sebut saja Erin Gruwell.


Dia memperoleh tugas mengajar yang boleh dikatakan amat berat. Sebab selain siswanya katanya "bodoh" dan tidak disiplin, para siswa yang diajarnya itu juga tempramental, dan selalu rusuh. Untuk menghadapi siswa yang semacam itu dia membuat "kurikulum" sendiri dengan model dan muatan yang tidak biasa. Kurikulum tersebut berisi tentang pengetahuan hidup. Dimulai dengan sebuah permainan (line games) dengan menarik sebuah garis merah di lantai, lalu mereka dibagi dalam dua kelompok kiri dan kanan. Kalau menjawab "ya", mereka harus mendekati garis.


Mereka diajukan pertanyaan-pertanyaan ringan mengenai album musik kesayangan, keanggotaan geng, kepemilikan narkoba, pernah dipenjara atau ada teman yang mati akibat tawuran antar geng. Walhasil, kreativitas yang dibangun Erin Guwell itu mampu menghasilkan perubahan secara menakjubkan. Para siswanya yang penuh masalah itu akhirnya menjadi relaks terhadap guru dan teman-temanya. Kemudian guru inspiratif tersebut membagikan buku, mulai dari biografi Anne Frank yang menjadi korban kejahatan Nazi sampai buku harian.


Lalu anak-anak itu dimintai menulis kisah hidupnya, dengan sebebas-bebasnya. Hasilnya sangat mengagumkan. Ternyata siswa yang urakan dan dinilai bodoh tersebut memiliki potensi yang terpendam. Tulisan mereka akhirnya disatukan, dan diberi judul Freedom Writers (Ngainun Naim, 2009). Nah, singkat kata, mengajak siswa untuk mentradisikan menulis adalah tugas mulia seorang guru. Karena itu adalah salah satu cara untuk memberdayakan dan menjadikan mereka manusia yang lebih berharga. Atau setidaknya, seorang guru juga bisa meneladani sikap seorang filsuf kontroversial Nietzche yang sering dikaitkan dengan post-modernisme.


Dia tak pernah putus asa, terus menerus berfikir dan menulis, sebab katanya, dia memang tidak hanya menulis untuk zamanya, melainkan juga untuk abad berikutnya (St. Sunardi, 1996). Akhirya, menulis itu bukan profesi yang tak berharga, sebab belum tentu semua orang bisa melakukanya. Hanya satu dari sekian banyak orang yang berani menekuninya, bahkan menjadikan sebagai jalan hidupnya. Karena menulis tidak hanya sekedar bermain tanda, tapi tentang keajegan dan kesetiaan untuk terus berkarya.

*Penulis adalah Aktivis Pusat Kajian Filsafat dan Teologi (PKFT) Tulungagung.
Baca Selengkapnya~~ >>

Perubahan itu bermula dari diri sendiri

dokternasir.web.id/.../perubahan-itu-bermula-dari-diri.html Teringat lagi sabda Nabi yang intinya menyatakan bahwa perbuatan baik itu dimulai dari diri sendiri. Artinya jika sebelumnya kita tidak bisa melakukan hal yang baik, lalu ingin mengajarkan hal baik pada orang lain dengan maksud mengubah perilaku mereka, Nabi mengajarkan “mulailah dari dirimu sendiri” barulah bisa mengubah orang lain. Sabda nabi ini juga merupakan penjabaran dari firman Allah SWT. yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga kaum itu berusaha mengubah nasibnya sendiri.” Maksudnya yang tersirat diantaranya adalah perubahan perilaku atau sikap bermula dari diri masing-masing yang nantinya akan menular kepada orang-orang di sekitarnya. Dalam konteks ini pula, jika seseorang punya keinginan untuk menguasai dunia dengan kemampuannya, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah dia harus bisa menguasai kemampuan untuk menguasai dirinya sendiri. Begitupun jika seseorang ingin memberikan harta kekayaan kepada keluarganya atau orang lain, maka hal pertama yang harus dilakukannya adalah bagaimana agar dia memiliki harta kekayaan tersebut, baru bisa diberikan pada orang lain. Nah, kalau dia tidak punya harta, apa yang mau diberikan pada orang lain? Kalau sikapnya sendiri tidak mau peduli pada orang lain, bagaimana orang lain mau peduli pada dirinya? Disini berlaku hukum timbal balik positif, yaitu jika kita berharap orang lain berbuat baik pada kita maka kita harus berbuat baik dulu pada orang lain. Jika kita berharap orang lain berubah seperti yang kita inginkan, maka kita harus menempatkan diri kita sesuai dengan harapan kita pada orang lain. Jika kita sudah melakukan perbuatan yang akan kita harapkan dari orang lain, sudah pasti orang lain akan meniru dan mencontoh cara kita. Jadi sebenarnya, untuk merubah orang lain bukan dengan menuntut, tapi memberikan contoh. Mungkin sedikit kata-kata mutiara berikut ini mampu memberikan inspirasi yang tidak ternilai, bahwa bagaimana pun besarnya keinginan kita untuk mengubah dunia, tetap harus dimulai dari diri sendiri. Dikutip dari Milist Radio Dakta. Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal Aku bermimpi ingin mengubah dunia Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku Kudapati bahwa dunia tidak kunjung berubah Maka cita-cita itu pun agak kupersempit Lalu kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku Namun tampaknya Hasrat itu pun tiada hasilnya Ketika usiaku semakin senja Dengan semangatku yang masih tersisa Kuputuskan untuk mengubah keluargaku Orang-orang yang paling dekat denganku… Tetapi celakanya Mereka pun tidak mau diubah ! Dan kini Sementara aku berbaring saat ajal menjelang Tiba-tiba kusadari…… Andaikan yang pertama-tama kuubah adalah diriku Maka dengan menjadikan diriku sebagai panutan Mungkin aku bisa mengubah keluargaku Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka Bisa jadi aku pun mampu memperbaiki negeriku Kemudian siapa tahu Aku bahkan bisa mengubah dunia Ah… Penyesalan menjelang ajal tiada guna Tapi penyesalanku ini Bisa menjadi pelajaran berharga bagimu Yang membaca Dan menerapkannya dalam kehidupan Ubahlah dirimu sendiri dulu teman… Dan dunia akan berubah… [Terukir di sebuah makam di Westminster Abbey, Inggris, 1100 M. Sebuah Puisi yang Ditulis Oleh Seorang Anglican Arch Bishop]
Baca Selengkapnya~~ >>

JALUR BARU MENUJU KEBERHASILAN


(Jajang Suhendi, Cikedal-Pandeglang)


Saya merasakan betapa beratnya masalah keuangan keluarga saya dari awal pernikahan sampai pernikahan kedua anak saya. Terkadang terseok-seok pikiran dan perasaan ketika banyak kebutuhan yang harus dipenuhi sementara pemasukan atau penghasilan sudah tertutup. Lari lagi ke Bank dan koperasi sebagai solusinya. Sungguh menyedihkan sekali yang amat sangat kenyataan saya sekarang. Tidak berlaku bagi orang yang banyak takutnya dalam menghadapi kenyataan seperti ini.


Entah apa sumber permasalah keuangan keluarga saya sampai terpuruk seperti sekarang? Mungkin kesalahan awal yang saya alami terlalu mudah saya terjebak meminjam uang ke Bank sementara kemampuan pengelolaannya belum siap. Namun biarkanlah kesalahan berlalu terpenting saya untuk masa yang akan datang bisa berubah. Berubah nasib yang kuat bertahan dan bergerak maju dalam mengatasi masalah dengan berbagai solusi yang matang.


Jalur menulis akan dipersiapkan mulai saat ini pula. Menulis yang bisa menembus pasar global. Menulis yang produktif dan banyak menghasilkan barang dan uang. Saya katakana Insya Allah bisa mengubah keadaan terpuruk menjadi keadaan terjaya dan memadai untuk segala eksistensi saya di masa mendatang. Oleh karena itu bagi saya sangat penting untuk membuat jadwal perbandingan antara saat malang tempo yang lalu dengan saat jaya untuk saat ini juga. Ada dua kolom yang saya tuliskan di dalam catatan atau dalam ingatan. Dua hal yang diperbandingkan kemudian saya melangkah dari saat gagal ke alternatif saat berhasil.


Di dalam ingatan dan perasaan saya ada dua hal yang harus diperbandingkan, yaitu saat belum saya banyak menulis dan alternatif saya untuk banyak menulis. pada awalnya netbook saya hanya berisi satu dan dua artikel saja, harus saya tingkatkan dalam waktu sehari semalam harus mampu menulis puluhan artikel. Bukan banyak berpikir mampu dan tidaknya dalam gerakan banyak menulis saya, tetapi yang menjadi perhatian penuh bagaimana saya bisa menulis paling banyak di antara teman-teman guru di kabupaten Pandeglang ini.


Kualitas kepenulisan tidak akan saya hiraukan, tetapi yang harus menjadi fokus perhatian adalah saya bisa membuktikan bahwa saya mampu menulis sebanyak-banyaknya. Saya yakin kualitas menulis saya akan selalu muncul pada saat saya banyak menghasilkan berbagai tulisa,. Dalam bentuk artikel dan buku yang menjadi perhatian saya. Dalam ingatan saya selalu tergambar “buku, buku, buku….” Yang saya ciptakan dalam bidang pendidikan dan pembelajaan serta bidang lain yang saya mau ciptakan. Berjuang lewat menulis semoga menjadi jalur baru saya. Menulis adalah jalur baru saya yang akan saya bina terus, garap terus, dan pada akkhirnya uang dan uang yang menghampiri diri saya. Saya menulis pada awalnya dalam upaya untuk mendapatkan uang, tetapi lama-kelamaan saya menulis agar hidup yang lebih meyakinkan.


Jalur menulis menjadi tumpuan saya berdasarkan materi ilmu pendidikan, psikologi pendidikan, kebahasaan, nilai-nilai keagamaan, kedisiplinan, manajemen pendidikan, kepribadian, dan apa saja yang menurut saya mampu menuliskannya. Semoga berhasil. Memang menulis merupakan peluang besar yang akan mengisi dunia informasi dan komunikasi di jaman modern ini. Dakwah lewat menulis rasanya akan lebih bertahan lama dan jangkauannya bisa beberapa generasi selama tulisannya berbobot dan bermanfaat bagi para pembaca. Walaupun penulisnya telah tiada, maka tulisan akan terus langgeng selama masih berguna pada jaman itu.


Agar tulisan saya bisa bertahan lama, maka saya harus banyak bertanya kepada para ahli sesuai bidangnya. Saya harus banyak membaca dan menuliskannya langsung untuk menemukan ide pokok tulisan yang dibaca dengan ide pokok saya setelah mengendap di dalam pikiran dan hati saya. Saya mau menulis dengan hati selain menulis dengan pikiran. Mau sekali saya apa yang saya tuliskan itu mewakili isi hati dan isi pikiran saya. Saya menulis untuk menciptakan diri saya dan orang lain dalam bentuk tulisan. Saya menulis untuk memindahkan peristiwa alam dan jehidupan ke dalam kenyataan di dunia ini. Dan menjangkau pembahasannya kea lam sana, alam akhirat. Semoga saja saya dibukakan hidayah dan pemahaman yang mendalam terhadap rahasia kehidupan ini.


Di kala saya ngobrol dengan teman, saudara, dan orang lain pada ummnya, saya mau melanggengkan dalam bentuk masalah dan solusinya. Agar orang lain yang memiliki masalah yang sama tidak susah payah untuk mencarai sendiri. Semacam resep pemecahan masalah apa yang saya tuliskan tersebut. Saya menonton film atau acara lainnya di televise, maka saya mau menjadikannya materi solusi masalah dan bahan rekreasi mental bagi orang-orang yang mengalami kegersangan seperti yang sudah saya alami. Ketika bangun tidur saya mau membuatnya menjadi bahan inspirasi menulis saya yang sangat berharga untuk dijadikan materi pembelajaran dala kehidupan ini.


ketika saya jatuh mau saya jadikan bahan tulisan yang berharga untuk dibaca, karena niat saya menulis dengan bahan apa saja akan saya jadikan ilmu yang bermanfaat. Kesempatan baik apa saja akan saya isi dengan menulis, menulis, dan menulis. biarkan saja omongan bahwa saya sudah tidak pantas mempermasalahkan tentang materi kepenulisan. Sederhana apapun tulisan saya akan selalu saya pikirkan bagaimana supaya menjadi tulisan yang berharga. Berharga buat diri saya sendiri dan berharga bagi siapa saja yang merasa tertarik akan tulisan-tulisan saya ini. Saya tidak mau memaksa orang yang tidak mau tahu tentang pentingnya menulis.


Siapa saja orangnya yang mau menindaklanjuti tulisan saya akan saya anggap teman sejati, karena mau membaca, menilai, dan memperhatikan isinya untuk keperluan yang rasanya bermanfaat. Saya mengharapkan kepada pembaca untuk menanggapi isi bentuk dan isi apa yang saya tuliskan. Masukan berharga dari semua puhak akan saya jadikan bahan perbaikan demi perbaikan tulisan saya selanjutnya. Bagi saya apa yang sudah saya tuliskan tetap berharga, sebab tulisan-tulisan tersebut akan selalu ditindaklanjuti dan dikembangkan terus. Atau yang rasanya isinya sudah tidak sesuai lagi dengan situasi dan nondisi saat itu akan saya revisi atau saya ganti. Tulisan saya akan saya ibaratkan bahan-bahan yang bisa didaur ulang. Oleh karena itu tulisan saya tetap berharga untuk ditanggapi terus sepanjang masih ada materi bahan untuk mengembangkannya.


Yang tidak kalah pentingnya bagi saya dalam hal tulis-menulis adalah pengembangan tingkat keyakinan yang tinggi akan manfaatnya menulis. Dengan adanya tulisan tentang materi keagamaan kita bisa mengetahui materi keagamaan. Misalnya saya pernah membaca artikel di internet tentang amalan sepanjang masa untuk mendatangkan rezeki, yaitu (1) shalat dhuha, (2) bersedekah, (3) memperbanyak istighfar kepada Allah, (4) memperbanyak infak fi sabilillah, (5) memperbanyak silaturohim, (6) senang menghormati tamu, (7) berusaha menjadi orang yang jujur/amanah, (8)meningeningkatkan ketakwaan kepada Allah, (9) memperbanyak tawakkal kepada Allah, (10) supaya selalu Husnudzzhan billah, (11) menertibkan sholat tahajud dan do’a 1/3 malam. Minimalnya saya dapat mempraktekkan sesuai kemampuan saya .


Dengan buku bidang pendidikan, maka para guru bisa mengetahui materi pendidikan dan bisa mempraktekkannnya di dalam kehidupan sehari-hari. Kitab Ihya Ulumuddin karya penulis besar masih kit abaca sampai saat ini, tetapi pembicaraan langsung (lisan) orang-orang tempo dulu sulit untuk dipertanggungjawabkannya. Menulis lebih bermanfaat daripada berbicara menurut waktu yang panjang. Saya dan Anda sebagai pembaca harus yakin bahwa menulis yang isinya tentang ilmu pengetahuan dan pengaaman hidup seorang penulis atau tentang kehidupan orang-orang sukses akan selalu bermanfaat. Oleh karena itu, menulis buku atau artikel sangat berguna bagi orang yang haus akan ilmu pengetahuan. Dan saya tidak merasa yakin kepada orang yang tidak mau membaca untuk bermanfaat bagi diri dan kehidupannya.


Saya harus belajar dari pelaku sukses dari berbagai sumber bacaan. Mereka tekun berlatih tanpa mengenal lelah untuk mempelajari dan mempraktekkan dalam bidang profesinya. Kita perhatikan bagaimana dari awal sampai langkah suksesnya. Ternyata para ahli tersebut memilki komitmen yang tinggi terhadap apa yang dipelajarinya. Belajarnya bukan untuk dijadikan pamer tanpa banyak dilakukan. Mereka benar-benar senang berproses, senang berpraktek, dan senang melakukan sesuatu sampai tuntas sepanjang waktu. Tanpa berhenti di tengah-tengah saya melakukan apa yang saya pelajari tersebut.


Apa yang saya pelajari sedikit ataupun banyak tetap harus saya jadikan bahan praktek dan bahan untuk dilanggengkan lewat menuliskan dalam sebuah buku catatan perubahan atau netbook yang saya miliki. Cataan harian sekaligus catatan dalam bentuk artikel atau buku merupakan target sebagai upaya bahwa saya bertumpu pada upaya bukan sekedar mengharapkan hasil sesuai dengan keinginan saya. Target sementara adalah menulis artikel dan buku untuk sampai pada target terakhir yaitu selamat di dunia dan akhiratnya. Di dunia saya selamat lewat menulis artikel dan buku mampu meningkatkan finansial. Tercukupinya kebutuhan diri saya sendiri, keluarga, dan orang banyak yang pantas diberi perlakuan baik oleh saya. Secara finansial saya harus mampu membuat orang lain yang membutuhknnya terselamatkan. Dan tentu urusan ibadah dan amal saleh di dunia ini bisa menjadi wasilah selamatnya saya di akhirat kelak.


Saya mau menjadikan kegiatan menulis sebagai tugas profesional yang bisa mengubah hidup saya. Menjadi jalur baru yang bisa menjadi sarana untuk menyelamatkan diri saya dan orang lain. Bukan sekedar menulis untuk kepentingan uang dan materi saja. Wajar setelah banyak menghasilkan tulisan nanti, saya bukan sekedar tujuan finansial, tetapi untuk kemaslahatan umat lewat menulis. Pelaksanaan bidang profesi guru misalnya hanya mampu untuk menguliahkan diri saya dan anak-anak itupun dijalani dengan upaya pinjam meminjam uangnya ke Bank, koperasi, dan pihak lain yang mengandung jasa atau bunga cukup besar.


Dalam menjalani kehidupan saya sekeluarga saja tidak mampu maksimal apalagi dalam hubungnnya dengan kepentingan orang banyak. Dalam memberikan sumbangan terhadap yayasan juga sering saya tidak memberi alakadarnya saja. Sedangkan dalam hati tidak menyetujui pemberian sedikit. Bukan saya kikir memberi untuk kepentingan agama atau sosial, tetapi karena keadaan keuangan saya sangat minim. Menulis adalah jalur baru yang harus dilalui dengan antusias yang tinggi. Setiap pagi setelah makan sahur, setelah shalat shubuh, dan berbagai situasi dan kondisi apapun saya harus tetap menulis. menulis, dan menulis. Sambil saya mempelajari terus berbagai materi yang berhubungan yang akan saya tuliskan.


Antara ucapan dan hati harus saya upayakan sejalan agar ada kelancaran dalam berbagai upaya atau ikhtiar. Terpenting bukan hasilnya, tetapi upayanya. Hasil akhir kita serahkan kepada Allah sedangkan tugas saya adalah mengupayakan semaksimal mungkin. Sambil saya melakukan instropeksi diri dan pendekatan ibadah shalat, doa, dan dzikir sebagai sarana untuk mempermudah jalannya usaha. Untuk membuka lebar-lebar sumber penghasilan yang bergerak dalam satu jalur untuk dua manfaat. Sambil menjalani upaya menulis ada nilai ibadahnya, yaitu manfaat isi tulisan untuk kepentingan orang lain. Semoga berhasil, do’a Anda semua saya harapkan dan disampaikan dengan penuh keikhlasan. Amiiin Ya Robbal ‘Alamiiin!
Baca Selengkapnya~~ >>

JALAN KELUAR


(Jajang Suhendi, Cikedal-Pandeglang)


Manusia hidup di alam dunia ini tidak bisa lepas dari berbagai permasalahan. Selama masih hidup kita terus-menerus akan mengahadapi masalah tersebut. Apabila kita mau terhindar dari masalah di dunia, maka kita harus meninggalkan dunia ini. Segala permasalahan hidup dunia akan selesai, tetapi nanti kita akan bertemu lagi dengan masalah baru. Oleh karena itu kita tidak bisa jauh dari masalah selama kita menjalani kehidupan. Kita hidup tidak bisa sendiri, kita perlu adanya lingkungan sebagai tempat bereksistensi. Lingkungan hidup sebagaimana ikan hidup di kolam merupakan keharusan yang terjadi kepada diri kita.


Kita perhatikan kehupan orang-orang ada beberapa macam watak atau karakter. Ada orang yang optimis dan ada yang pesimis. Begitu tertimpa masalah ada yang langsung mengeluh dan ada yang berani mengahadapinya. Dapat kita perhatikan pendapat Dr. “Awadh Bin Muhammad Al-Qarni (2003:3) yaitu: “Bila Anda memperhatikan lingkungan sekitar, maka Anda akan menemukan orang-orang yang kerap mengeluh dan tertimpa banyak masalah. Padahal, jika mereka dapat berpikir sejenak, niscaya akan menemukan jalam keluar, karena kunci keberhasilan itu sesungguhnya terletak dalam diri mereka.”


Benarkah jalan keluar dari setiap permasalahan bisa ditemukan dari dalam diri kita? Memang jalan keluar yang paling utama dan paling pertama yang harus kita dapatkan adalah dari dalam diri dulu. Apapun masalahnya solusinya oleh diri kita sendiri. Di dalam diri kita ada potensi yang sengaja Allah ciptakan untuk setiap manusia. Keamanan suatu negara juga akan bisa kita dapatkan setelah setiap warganya memiliki jiwa tentram dan suka akan perdamaian. Keamanan sangat ditentukan oleh peranan orangnya.


Namun kenyataan membuktikan bahwa menemukan jalan keluar yang berasal dari dalam diri sulit kita temukan sebelum adanya upaya pencarian lewat tulisan orang-orang yang dianggap lebih mengetahui masalah dan solusi di bidangnya masing-masing. Sambil mempersiapkan pikiran kreatif bahwa Nabi Muhammad SAW yang kerap mendapatkan permasalahan dalam kehidupannya. Para pegawai, karyawan, dan para pimpinan perusahaan atau organisasi. Begitu pula para pelaku bisnis, hartawan, ahli politik, dan siapa saja yang merasa takut terhadap tekanan dan putus asa. Mereka kerap kali dihinggapi perasaan iri, dengki, angkuh, dan sebagainya. Solusi yang kita harapkan dari berbagai persoalan adalah ilmu berbuah amal dan karya nyata, dipraktekkan secara bertahap, dan mampu mengobati penyakit yang mengidap dalam diri. Itulah syarat kesuksesan yang harus kita raih dari keterpurukan seperti apa yang kita kemukakan dimuka.


Kesuksesan atau keberhasilan tidak akan dapat kita raih sebelum kita memiliki kekuatan, kebenaran, tekad dan konsistensi. Allah menciptakan manusia tidak sia-sia atau main-main. “Maka, apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main saja? (Al-Mu’minun: 115) Manusia dan jin diciptakan supaya menyembah Allah. Dalam diri kita terdapat akal dan hati yang suci bersih. Pikiran harus kita pertajam dengan banyak membaca, berpikir, dan melakukan olah pikir pada umumnya setiap ada kesempatan yang baik. Otak kita perlu kita perkuat dengan banya melakukan kegiatan berpikir. Banyak objek dan peristiwa yang kita pikirkan akan memperkuat daya pikir kita.


Daya pikir yang kuat akan mampu menghadapi berbagai masalah dengan sarana yang sesuai. Oleh karena itu pentingnya banyak belajar yang menitikberatkan pikiran. Banyak berpikir, otak kita akan berkembang dengan sendirinya. Berkembangnya kekuatan otak akan mampu menyelesaikan masalah yang ada di lingkungan kita. Namun kekuatan otak untuk berpikir harus kita imbangi dengan kekuatan hati untuk merasakan sesuatu. Perasaan kuat berdasarkan landasan iman dan ketakwaan ditambah dengan pikiran akan menjadi sarana untuk memecahkan masalah sekompleks apapun. Insya Allah!!!!!
Baca Selengkapnya~~ >>

GURU DAN PENULIS

(Jajang Suhendi, Cikedal-Pandeglang, asal Ganeas Sumedang)


Sesuai dengan pendapat sebagian orang zaman dahulu yang mengatakan bahwa guru adalah orang yang digugu dan ditiru, maksudnya orang yang diteladani. Terkandung di balik kata tersebut makna orang yang berkepribadian lebih terpuji dibandingkan dengan orang lain pada umumnya. Digugu artinya setiap kata-kata yang diucapkannya dipercaya karena kata-kata memang benar-benar baik. Ditiru artinya segala perilakunya diteladani karena menurut pandangan orang lain berkepribadian yang baik.
Sekarang kata-kata tersebut hilang dari keberadaanya karena pengaruh zaman. Memang zaman sangat mempengaruhi orang-orang. Banyak orang bergeser kepribadiannya karena pengaruh buruk dari internet. Padahal media internet sangat banyak pengaruh baiknya, kehidupan semakin efektif, praktis, dan serba mudah. Termasuk para guru yang tidak bisa menyikapi pengaruh buruk dari internet itu, tetapi hanya memperhatikan pengaruh baiknya saja.


Dari awal aktivitas kita harus sudah bisa menentukan mana hal yang baik dan mana hal yang tidak baik. Apabila ditentukan, maka semua aktivitas diawali dengan ketidak pastian. Terkadang di tengah perjalalanan banyak hambatan, seperti tampilan internet yang buruk-buruk diterimanya dengan sembarangan tanpa berani memilih dan memutuskan mana hal terbaik. Walaupun godaan terus-menerus mengganggu tanpa mau kompromi. Namun mereka hanya mengikuti hati nuraninya yang tidak mau kompromi untuk melakukan semua keburukan.


Tidak ada waktu bagi kita untuk melakukan hal-hal yang tidak perlu dilakukan. Penulis mengetengahkan kepada pembaca tentang salah satu hal yang termasuk baik dalam mengimbangi pengaruh negatif internet. Kegiatan menuliskan apa yang kita baca, apa yang kita lihat, apa yang kita renungi, apa yang kita rasakan atau apa yang kita pikirkan. Daripada kita bergunjing, memaki-maki pihak lain, dan sibuk-sibuk membicarakan kekurangan orang lain, maka lebih baik kita gunakan kemampuan menulis kita dengan sebaik-baiknya. Awali dengan kata setuju dulu sebelum Anda meneruskan bacaan ini agar ada hubungan timbal balik bagi kita dam upaya mengatasi masalah pengaruh negatif internet itu.


Profesi Anda sebagai guru harus profesional dalam melaksanakan tugasnya, termasuk orang yang bukan profesi sebagai guru tetap harus memiliki jiwa dan pikiran. Di sekolah dan di rumahnya harus menyempatkan diri untuk melaksanakan tugas sebagai pembimbing anak-anak. Kita tidak bisa melepaskan tanggung jawab mengajar dan mendidik anak-anak di rumah. Tetap anak-anak kita bantu pendidikannya, tugas guru-guru di sekolah tidak akan berhasil tanpa bantuan orang tua dalam mengajar dan mendidik mereka. Walaupun sebagian orang tua siswa tidak peduli terhadap perkembangan jiwa anak-anaknya.


Anak-anak tidak cukup hanya dengan materi saja, harus ada bantuan moril dan spiritual terhadap anak-anak. Jadikanlah anak-anak kita yang memilik kepribadian utuh, yaitu memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan kinestik, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan finansialnya setelah semuanya ada pada diri siswa. Dalam pelaksanaan tugas profesi sebagai guru, maka setiap guru sebenarnya harus memiliki keahlian dan kebiasaan menulis. Kegiatan menulis merupakan kegiatan yang sangat berarti dalam membantu siswa dalam menghadapi arus globalisasi ini. Anak-anak diajak menuliskan apa saja yang merupakan solusi masalah tersebut.


Panggilan guru adalah orang yang patut digugu dan ditiru agar bisa berlaku lagi pada saat ini harus dengan perilaku guru itu sendiri membiasakan diri menuliskan berbagai penyelesaian masalah. Sebagai guru harus mampu menuliskan solusi dari masalah yang dihadapi siswa sebagai generasi penerus bangsa. Ajaklah mereka membaca dan menuliskan hal-hal dalam hubungannya dengan masalah-masalah yang dihadapinya. Tidak ada salahnya sebagai guru untuk menambah kemampuan dan kebiasaan menulis. seorang harus melakukan tugas rangkap sebagai guru dan sebagai penulis, khususnya menulis materi bidang pendidikan. Kita akan jauh ketinggalan oleh bangsa lain yang sudah menjadikan membaca dan menulis sebagai budayanya.


Namun kegiatan menulis yang dibarengi dengan kegiatan membaca. Membaca dan menulis merupakan dua kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan bagaikan dua mata uang. Guru termasuk salah satu bagian dari kaum intelektual. Menulis merupakan ciri khas kaum intelektual. Pekerjaan kaum intelektual tidak bisa meninggalkan dua kegiatan tersebut. Apalagi sekarang guru telah diberi penghargaan tunjangan profesi dengan nama sertifikasi. Pangilannya juga sekarang sebagai guru profesional bisa mengimbangi para dosen atau guru besar. Dulu menjadi guru SD kita merasa malu mengatakannya apabila ditanya teman lama yang bekerja sebagai dokter misalnya, termasuk diri penulis sendiri.


Sekarang sudah lain dan tidak perlu merasa malu lagi dipanggil sebagai guru SD. Namun kita harus merasa malu apabila sebagai guru SD atau guru sekolah lainnya yang telah diberi penghargaan sebagai guru profesional dengan uang sertifikasinya tetapi tidak mampu dan tidak biasa menulis dan membaca. Mari kita berupaya mengejar formalitas dengan kualitas. Kita harus menyeimbangkan antara ijazah yang telah kita miliki dengan kemampuan sesuai dengan ijazah tersebut. Mari kita rintis kemampuan profesionalitas kita dengan ciri-ciri banyak membaca dan menulis.


Kita tidak mungkin bisa menulis tentang ilmu pengetahuan tanpa kita tidak banyak membaca buku. Membaca buku sebanyak-banyaknya, yaitu buku yang kita miliki sendiri sebagian besarnya. Biasanya kita lebih banyak membelikan baju atau barang-barang lainnya yang bagus dan mahal-mahal, tetapi sedikit sekali atau tidak sama sekali untuk membelikan buku-buku kepada anak-anaknya. Diharapkan seorang guru di rumahnya mempunyai perpustakaan pribadi. Buku-buku bergizi yang bisa menyehatkan badan, perasaan, dan pikiran harus kita miliki sebisa mungkin. Barang-barang mewah dulu bisa kita beli, mengapa buku tidak dibelinya.


Setelah kita mempunyai banyak buku, maka langkah selanjutnya kita memikirkan bagaimana cara membacanya agar lebih efektif. Tidak banyak waktu terbuang hanya sekedar membaca kata demi kata. Membaca seorang guru harus sudah berbeda dengan membacanya siswa SD. Apalagi guru bersertifikasi membaca buku harus melebihi guru yang belum bersertifikasi. Membaca buku banyak cara atau metodenya. Terpenting kita harus tertarik dengan buku-buku tersebut. Melihat buku banyak di toko-toko buku harus seperti melihat makanan yang sangat lezat dan bergizi.


Mengapa membaca dan menulis sangat penulis tekankan kepada guru? Alasannya sangat sederhana, karena kegiatan membaca dan menulis merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh guru tersebut. Guru termasuk salah satu bagian dari kaum intelektual yang harus bergelut dengan kegiatan membaca dan menulis tersebut. Apa kata dunia seorang intelektual tidak bisa dan tidak biasa kegiatan yang merupakan ciri khasnya. Siapa yang malu? Tanyakan pada rumput yang bergoyang saja. Mau kapan lagi memulai membaca dan menulis Pak Guru dan Bu Guru? Jawabannya sangat mudah tetapi pelaksanaannya sangatlah susah. Mari kita niatkan bahwa “Saya harus membaca dan menulis sekarang juga.”

Baca Selengkapnya~~ >>

IMPIAN MENJADI PEMIMPIN EFEKTIF


(Jajang Suhendi, Cikedal-Pandeglang,asal Ganeas Sumedang)


Kepala Sekolah merupakan pemimpin dalam suatu sekolah yang berdasarkan Surat Keputusan Gubernur setelah melalui beberapa tahap dan persyaratan yang memadai. Menjadi kepala sekolah tidak asal tunjuk saja. Apalagi sekarang cara memilih kepala sekolah melalui tes kemampuan personal, profesional, dan sosialnya. Namun dalam tes atau seleksi belum maksimal mengukur kemampuan memanajemen tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan dalam praktek beberapa bulan misalnya. Padahal tes semacam kepribadian sangat penting untuk dilakukan oleh pihak yang berwewenang. Minimal kepala sekolah dapat memahami salah satu konsep, misalnya konsep “Pemuasan Kebutuhan Bersama.” Maksudnya, seorang pemimpin (Kepala Sekolah) dan orang-orang yang dipimpinnya (tenaga guru dan tenaga kependidikan) harus merasa puas, karena kebutuhan masing-masing terpenuhi, termasuk kebutuhan organisasinya.


Seorang pemimpin harus efektif dalam melaksanakan kepemimpinannya. Agar efektif kepemimpinan kepala sekolah harus mampu berdiri di atas kepuasan bersama antara dirinya dengan orang-orang yang dipimpinnya. Mereka memegang prinsip hidup berpartisipasi dengan para guru dan tenaga kependidikan. Mengembangkan prinsip partisipasi dalam mengambil setiap keputusan dan pelaksanaannya. Mengambil keputusan bersama dan melaksanakan keputusan secara bersama-sama pula. Semuanya merasa terlibat dalam setiap perencanaan dan tindakannya. Tidak ada pihak yang tidak merasa terlibat dalam berbagai kegiatan untuk pencapaian tujuan bersama pula. Dalam pertemuan (rapat) melaksanakan manajemen partisipasi. Dalam pelaksanaan pertemuan untuk membahas masalah atau kesulitan supaya bisa mencari solusi bersama.


Kesulitan apapun diatasi secara bersama-sama, buka secara sendirian dari seorang pemimpin saja. Orang-orang yang dipimpinnya mendapat perlakukan yang baik, memberi motivasi dalam pelaksanaan tugas dan memelihara hubungan kemanusiaan yang harmonis. Orang-orang yang dipimpinnya agar tetap bersemangat dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan bersama dalam organisasi sekolahnya. Upaya pertemuan, rapat dan musyawarah berlandaskan kepuasan bersama tanpa pemenang atau tanpa ada yang kalah. Antara pemimpin dengan yang dipimpinnya menghadapi konflik menggunakan metode “tanpa pemenang.”


Menggunakan rapat sebagai strategi kepemimpinannya. Dalam rapat berprinsip pada penerapan tanggungjawab bersama yang diawali keputusan bersama dan pelaksanaannya. Rapat dapat dijadikan sarana untuk mencapai tujuan organisasi (sekolah). Rapat bermanfaat dalam pengambilan keputusan secara bersama di dalam sekolah dengan cara mendengar pasif, aktif dan empatik. Pemimpin efektif adalah pemimpin yang menggunakan rapat sebagai sarana berpartisipasinya pemimpin dengan orang-orang yang dipimpinnya. Dalam rapat menggunakan strategi kepuasan kebutuhan bersama, keputusan dan pelaksanaan keputusan secara bersama-sama pula. Dengan rapat untuk mencapai tujuan bersama di dalam kepemimpinannya. Mencapai tujuan organisasi lebih efektif.
Baca Selengkapnya~~ >>

HIDUP TAK PERNAH RATA


(Jajang Suhendi, Cikedal-Pandeglang)
Hidup kita terkadang menyenangkan dan terkadang menyedihkan atau mengecewakan. Sebagaimana lautan dapat kita lihat pada waktu hari dan siang hari, adakalanya pasang dan adakalanya surut airnya. Begitu pula kehidupan kita tidak pernah rata setiap hari dan malamnya dengan kesenangan saja atau kesedihan saja. Kehidupan merupakan panggung yang penuh misteri dan keajaiban. Tergantung diri kitalah yang menjalaninya. Sewaktu kita mengalami keberhasilan atau kesenangan karena mendapat jabatan baru semestinya kita bersyukur, tetapi sewaktu kita mengalami kesedihan atau kekecewaan, semestinya kita bersabar sekuat tenaga.
Apabila kita mengalami kehidupan senang terus, rasanya kehidupan itu tidak mengandung seni. Tanpa seni kehidupan akan terasa gersang dan kering. Pada akhirnya kehidupan tersebut menjadi tidak senang. Keterbatasan dan keterpakuan yang ada di dalam kehidupan tanpa selingan perubahan. Adanya keadaan senang dan adanya keadaan sedih, sedih dan senang yang saling berganti merupakan kehidupan yang sebenarnya. Pokoknya hidup kita selamanya tidak pernah datar. Selalu kesenangan diselingi kesedihan. Keadaan bisa baik dan bisa buruk merupakan kehendak Allah yang harus kita hadapi dengan sebaik-baiknya.
Antara kesenangan dan kesedihan, antara kesuksesan dan kegagalan sebenarnya sama saja sebagai sarana ujian Allah untuk manusia. tinggal kitalah yang harus pandai-pandai menanggapinya. Memang kenyataannya sulit sekali kita menghadapi kehidupan yang serba kekurangan dalam memenuhi segala kebutuhan. Hubungan yang pada awalnya baik bisa berubah menjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Namun peristiwa tersebut mengandung pelajaran bagi kita untuk mengetahui mana saudara yang sejati dan mana saudara yang tidak sejati, mana teman sejati dan mana teman tidak sejati, dan pokoknya dalam peristiwa baik senang dan sedihnya merupakan ladang ujian Allah untuk manusia.
Dalam genjotan kemiskinan atau serba kekurangan dalam hal keuangan bisa saja membuat orang sabar menjadi pemarah, karena kondisi jiwa dan raga kita tidak lepas dari sifat manusiawinya. Yang kita perhatikan orang yang dianggap baikpun ketika tertimpa musibah yang berat, kondisinya berubah karena saking beratnya musibah. Oleh karena itu terpenting bagi kita jangan terlalu fokus mengidolakan seseorang. Tantangan demi tantangan untuk setiap orang tidak bisa kita hindari. Derajat seseorang hidup di dunia ini berbeda-beda. Dan pengujinya juga berbeda tingkatan sangat disesuaikan dengan situasi dan kondisi orang pada waktu itu.
Yang harus menjadi catatan bagi kita adalah dalam menghadapi seseorang harus melihat situasi dan kondisinya saat itu. Bisa saja kita bercanda dengan seseorang periang, pada saat lain periang tersebut menjadi pemarah atau sifat sebaliknya, karena mungkin sedang sakit atau kecewa. Yang menjadi standar perlakuan kita adalah diri kita sendiri. Oleh karena itu instropeksi diri sangat diutamakan dalam menghadapi berbagai hal dan peristiwa. Ujian demi ujian akan terus terjadi bagi kita. Saat senang dan sedihnya diri kita tetap bersandar kepada keyakinan bahwa hal tersebut tidak lepas dari pengawasan Allah. Selalu waspada dalam berbagai keadaan sangat kita pentingkan.
Pengalaman pahit sudah sewajarnya dijadikan pelajaran untuk kehidupan kita di masa mendatang. Rangkaian peristiwa kurangnya uang untuk pembiayaan sekolah atau kuliah diri kita dan keluarga sudah kita alami. Setelah diperhitungkan kita sudah menjadi sarjana, anak-anak sudah menjadi sarjana dan sudah berumah tangga. Mereka bisa hidup yang dianggapnya sudah memenuhi target berhasil secara finansial. Apabila kita perhatikan dan kita perhitungkan secara logika, seperti yang tidak masuk akal saja. Namun itulah suatu keajaiban yang harus kita perhatikan dengan seksama.
Kata kuncinya dalam menghadapi kehidupan ini, kita harus memahami makna dan mampu “bersabar” di kala kita mengahadapi kesulitan, kesedihan, kesengsaraan, kekecewaan, dan perasaan negative lainnya. Bersabar dalam arti “dipraktekkan” bukan sekedar “dikakatan” saja. Bukan banyak omong. Tetapi banyak kerja dan upaya untuk mencari solusi setiap masalah yang kita hadapi. Begitu juga kita harus praktek “bersyukur” dalam menerima kesenangan, ketenangan, kebahagiaan, dan perasaan positif lainnya. Kedua hal senang dan sedihnya diri kita merupakan ujian dari Allah.
Baca Selengkapnya~~ >>

HIDUP ITU PENUH KEINDAHAN


(Jajang Suhendi, Cikedal-Pandeglang)


Kita tahu bahwa keindahan itu sangat dicintai Allah, sesuai dengan Asmaul Husna sangatlah indah bisa diucapkan dalam doa, dalam perasan, dan dalam pikiran kita. Apalagi kalau kita praktekkan menjadi perilaku kita sehari-hari. Tidak mungkin bagi Allah menyukai hal-hal yang tidak indah dilihat, dirasakan, dan dipraktekkan makhluk-Nya. Ini prinsip bahwa hidup adalah keindahan bukan ketidak-indahan, sebab hidup tidak indah itu bukan kehendak-Nya.


Pada bulan Ramadhan harus diisi dengan berbagai perasaan, pikiran, dan perbuatan yang indah-indah. Kita berpuasa dengan menahan haus dan dahaga dengan waktu yang telah ditentukannya. Apalagi kita harus menahan diri dari segala hal yang dilarang agama Islam. Puasa, shalat taraweh, doa, dzikir, dan membaca Al-Quran dilakukan dengan penuh perasaan indah. Di dalam hati dan pikiran tidak ada lagi hal-hal yang tidak indah.


Kita membaca Al-Quran dengan suara yang indah, tetapi bukan lupa pada makna yang terkandung di balik ayat-ayat itu. Indah dalam arti kaya akan makna yang dipahami, dihayati, dan dilakukannya. Dalam melaksakan tugas dan kewajiban dengan inti keindahan. Disiplin itu indah, oleh karena itu pelaksanaan tugas dan kewajiban dengan penuh kedisiplinan itu merupakan keindahan.


Bagaimana dengan musibah, kesengsaraan, kemiskinan, kecelakaan, dan apa saja yang termasuk hal-hal yang tidak disukai manusia pada umumnya itu keindahan? Bagi orang-orang yang sudah tinggi tingkatan takwanya hal-hal tersebut dihadapinya dengan keindahan. Saat nanti di akhirat akan dirasakan hasilnya yaitu balasan Surga bagi mereka. Keyakinannya teguh walaupun saat ini mereka menderita sakit dengan keadaan tersebut.


Orang-orang yang tinggi tingkatan takwanya tidak merasa sedih atau sakit ketika disiksa pihak lawan yang membencinya. Benar-benar keadaan itu kalah oleh hatinya yang fokus pada balasan bahwa hal itu dianggapnya baik. Begitu juga keadaan yang tidak kenal kompromi kepadanya, banyak utang dan ditagih dengan cara kasar, mereka tetap kuat dengan keyakinan bahwa dirinya benar dalam kesabaran dan keteguhan hati. Oleh karena itu tidak ada lagi perasaan sakit, sedih, dan khawatir akan hal itu.


Kita rasakan kebahagian di hati walaupun datangnya sekilas. Kebahagiaan tersebut memang datangnya dari cahaya Tuhan untuk kita yang bisa menangkapnya. Perasaan tersebut harus kita temukan. Sebagaimana Ali Ath-Thontowi dalam bukunya Menemukan Lailatul Qadar ( 1992: 7-31) mengatakan bahwa kilatan kebahagiaan di hati merupakan Lailatul Qadar. Dapat kita ringkas inti dari buku karya beliau.


Tempo sekejap yang terjadi memberikan kebahagiaan yang abadi bagi yang merasakannya. Setelah kita menyadari bahwa makan makanan yang lezat, pakaian yang indah, rumah bagus dan megah ternyata tidak bisa diandalkan. Semua ada kekurangan setelah semuanya berakhir karena rusak, sudah ketinggalan zaman atau batas akhir mode. Besarnya gaji atau pendapatan setiap bulan, misalnya, ternyata ada batasnya. Sebelum kita menjadi pegawai ingin mendapat gaji yang besar dan setelah terlaksana ternyata tidak membahagiakannya.


Apa yang kita capai seperti yang diuraikan di atas ternyata bukan kebahagiaan yang sejati, karena bersifat material. Di balik semua yang nyata ada alam ruh. Alam ruh bersifat gaib kita tidak dapat melihat dan mengetahuinya. Di sini hanya satu hal saja, yaitu perasaan yakin di balik semua itu ada hikmahnya. Kita tidak tahu hikmah dari ruh, tetapi kita harus merasa rindu terhadapnya.


Kita baca orang-orang kaya yang mendapatkan kenikmatan material kapan saja mereka suka, mereka tidak merasa bahagia dan merasa hampa. Mereka melupakan Allah dan melupakan dirinya terjerumus ke jurang kenistaan dibiarkannya. Itu bukan kasih dan sayang terhadap dirinya, tetapi malah mencelakakan dan tipuan belaka. “ Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri “
( Q.S. Al-Hasyr: 19 )


Sudah merasa bosan dengan kenikmatan materi yang disangkanya akan membahagiakan, maka kita coba menyelusuru kenikmatan demi kenikmatan ruhani. Ternyata kita bisa mendapatkan hanya sekilas saja. Seperti kita sedang berada di dalam suatu penjara yang udaranya mandeg, baunya pengap, lalu berhembuslah angin sepoi segar sekilas yang membangkitkan semangat.


Gambaran sepintas itu memberi kebahagiaan dan kenikmatan yang tidak bisa diukur dengan apapun. Itu suatu kesempatan yang harus kita rasakan bahwa itu kesempatan kita bisa berhubungan dengan Allah yang menciptakan dan menyukai kebahagiaan. Seberkas manisnya iman, seperti dapat kita perhatikan pengalaman sewaktu penulis mendapat cacian dari orang yang menagih utang, di hati ada yang masuk dengan suara lirih, “ Janganlah kamu bersedih, orang itu tidak mengerti dan sedang labil psikisnya.


Terimalah itu sebagai cambuk agar kamu lebih kuat menerima tempaan. Golok bisa terwujud dari besi yang dibakar dan ditempa benda keras berulang kali.”
Secara spontan tiba-tiba penulis merasakan kesejukan, ketentraman batin, suatu perasaan lega dan kenikmatan yang tiada bandingnya. Rasa sakit hati yang penulis alami lenyap seketika, berubah menjadi kesejukan jiwa yang amat nikmat, tadinya marah hilang bagaikan bara api disiram air. Perasaan penulis yakin bahwa Allah lebih mengetahui maksud di balik kejadian itu. Betapa saat yang sekejap itu telah mendekatkan diri penulis kepada Allah, jauh lebih nikmat daripada banyak ibadah.


Sebenarnya banyak kejadian aneh yang penulis rasakan ketika sedang banyak masalah, seperti bingung karena tidak punya uang, banyak utang yang harus dibayar, dan berbagai kebutuhan belum bisa tercukupi. Menyiram bunga di depan rumah sambil menikmati indahnya bunga-bunga itu walaupun tidak seindah bunga-bunga di taman buah, ada perasaan bahagia dan menyejukkan hati. Keesokan harinya masalah itu ada solusinya.


Perasaan bahagia dan senang bisa datang saat kita mendengar alunan musik, suara orang sedang mengaji, ceramah atau saat kita membaca buku atau bahan bacaan lainnya. Kita merasa sedang merasakan bahagia karena seolah-olah sedang menjadi orang besar penuh kebahagiaan yang sejati. Sangat penting kita menghidupkan perasaan seperti itu. Dari pada kita merasakan sesuatu yang menyakitkan, menyedihkan, atau perasaan negatif lainnya lebih baik kita merasakan kebahagiaan karena datangnya dari Allah.
Baca Selengkapnya~~ >>

HIDUP ADALAH PERJUANGAN


(Jajang Suhendi, Cikedal-Pandeglang)


Kita melihat lautan luas airnya suci dan bangkainya halal merupakan analogi bagi siapa saja yang memiliki sifat sabar, berani, dan cerdas yang memiliki kekebalan untuk dibenci orang (Dr. ‘Aidh Al-Qarni, 2005:496). Orang hidup di dunia ini bisa kita ibaratkan lautan luas yang airnya yang terdiri dari berbagai macam ikan dan benda-benda lautan lainnya. Barang yang hidup maupun yang mati ada di lautan tersebut. Namun semua bangkai ikan halal apabila dimakan. Dunia ini sebagaimana lautan tidak semuanya dalam keadaan suci bersih. Kita sebagaimana orang-orang yang selalu berupaya hidup suci dan bersih dalam berbagai aspek yang kompleks ada yang suci bersih dan ada pula yang kotor.


Upaya menjadi orang yang baik memerlukan perjuangan berat. Terkadang memerlukan pengorbanan waktu, tenaga, biaya, pikiran, dan perasaan. Tanpa pengorbanan rasanya pencapaian tujuan akan sulit kita meraihnya. Upaya kita dalam memperjuangkan nasib terpuruk menjadi nasib terbaik merupakan keharusan. Tanpa hal itu kita pasti bernasib malang dan selalu dalam kelemahan. Lemah dalam kondisi fisik, lemah dalam jiwa dan raganya. Keberhasilan diri sangat kita tentukan dengan upaya perbaikan terus-menerus dan berkesinambungan.


Keberhasilan hidup bisa kita capai mealui perjuangan yang tidak setengah-setengah. Nasib buruk kita perjuangkan menjadi nasib baik dengan upaya kerja keras, pikiran keras, dan perasaan yang keras yang dibarengi kecerdasan intelektual, finansial, sosial, dan spiritual. Dulu misalnya banyak teori tanpa banyak praktek memperjuangkan diri sendiri. Apa yang kita rasakan dan kita pikirkan langsung saja kita praktekkan. Ingin mengubah kemalasan menulis kita ubah langsung dalam praktek menulis artikel atau langsung menulis buku-buku. Dalam pikiran dan hati kita selalu ada buku dan buku yang harus bisa kita tuliskan.


Dalam memperjuangkan apa yang kita cita-citakan, kita memerlukan doa, dzkir, baca Al-Qur’an, mendirikan shalat wajib dan sunnahnya. Mengapa demikian? Sebagai alternatif hidup kita di masa depan, kita harus memiliki jiwa dan raga yang cerdas luar dan dalamnya. Diharapkan kita menjadi orang yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi terhadap orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Perubahan nasib memerlukan perjuangan berliku-liku dan waktu yang cukup panjang. Dan melelahkan sekali pada umumnya orang sebelum sampai pada titik akhir, sudah berhenti di tengah jalan.
Pada awalnya kita banyak utang ke pihak Bank atau pihal lain, bisa berubah dengan pendekatan spiritual yang tidak mengenal lelah. Menyisihkan waktu malam kita melakukan ibadah ritual. Kendala kemiskinan mesti kita upayakan dengan banyak beribadah dan beramal shaleh. Memahami matematika Allah selain memahami matematikanya manusia. pasang dan surutnya perjuangan selalu ada dan merupakan hal yang wajar di dalam kehidupan ini. Menurut Islam apabila kita tersangkut pinjaman berbunga termasuk ke dalam masalah ribawi. Namun dalam situasi yang mendesak, karena persiapan sebelum pernikahan belum matang, terpaksa upaya meminjam uang dihadapinya.


Tanpa upaya meminjam akan lambat tercapai apa yang menjadi cita-citanya. Bahkan mungkin cita-citanya tidak akan kesampaian. Waktu penagihan terkadang banyak tidak tepatnya. Seperti orang yang munafik suka ingkar janji untuk melunasi utang-utangnya. Secara lahiriahnya jelas orang tersebut memilki sifat tidak baik. Namun keadaan begitu bagaimana? Maka, cocok bagi saya hal seperti itu dianalogikan air laut yang bisa menawarkan penyakit, menghalalkan bangkai dan bermanfaat untuk kemaslahatan orang banyak.


Begitu juga ilmu dan amalnya orang tersebut bisa kita manfaatkan demi kebaikan orang banyak walaupun harus melalui proses panjang yang berliku-liku. Perjalanan hidup yang panjang ternyata tidak bisa mulus dalam satu arah jalan yang benar. Uang biaya sekolah atau kuliah saya, anak-anak bukan lurus dari uang gaji bulanan. Semuanya bersumberkan dari uang pinjaman yang berbunga besar. Memang kenyataan hidupku sungguh berat dirasakannya. Memang hidup adalah perjuangan dalam memperjuangkan cita-cita, tujuan, atau visi yang ditetapkan sebelumnya. Seolah-olah saya diadakan utuk mengahadapi nasib malang untuk dirasakan sebagai ujian mental dan fisik saya.


Dalam hati saya tetap meyakini bahwa saya hidup harus melalui berbagai tekanan hidup. Dimarahi, dikritik, dicemooh, dilemahkan, dinggap lemah tidak mampu menjadi seorang ayah yang mampu menafkahi keluarga dengan normal. Semuanya memang seperti harus saya telan dan saya ramu menjadi suatu bumbu kehidupan yang menuju kea rah kesuksesan. Seolah-olah saya harus mampu memecahkan masalah berat menurut ukuran orang pada umumnya. Berpuluh-puluh tahun lamanya saya menghadapi hidup yang berat ini. Tanpa ada pihak yang bisa mengerti secara bijaksana. Terjadi peristiwa isolasi diri saya sendiri di dalam system sosialisasi. Terisolasi dalam kelompok orang banyak. Tanpa uang banyak tanpa penghargaan setulus hati orang-orang dalam berkomunikasi.
Baca Selengkapnya~~ >>

HARUS PUNYA TUJUAN PASTI

(Jajang Suhendi, Cikedal-Pandeglang)


Begitu ada pengangkatan CPNS Andi punya calon istri dan tak lama kemudian dia mengadakan pernikahan. Padahal dia belum punya gaji yang memadai, baru gaji CPNS yang belum bisa menjamin kelayakan dalam mengarungi kehidupan rumah tangga. Kehidupan berumah tangga tak sederhana sekedar cukup hanya sama-sama cinta saja. Banyak yang harus dipenuhi setelah masuk dunia baru. Selain pendidikan, besarnya gaji sangat mempengaruhi efektivitas kelangsungan hidup bersama antara suami dan istri.


Apalagi setelah datangnya sang anak satu orang anak, dua orang anak atau lebih. Nanti kita harus mempersiapkan untuk biaya sehari-hari sampai biaya sekolah dan kuliahnya. Penghasilan masih sangat terbatas. Itulah masalah yang akan timbul dalam kehidupan berumah tangga kelak apabila tanpa persiapan dan tujuan yang matang.
Dari mulai anak masuk tunjangan keluarga sampai kuliah, jumlah tunjangan naik bertahap secara lambat dan kecil setiap kenaikannya. Jumlah tunjangan satu orang anak dari masa SD sampai kuliah sangat minim jauh dari kelayakan. Apabila anak-anak sudah masuk bangku kuliah, biayanya akan menyedot biaya sehari-hari dan biaya yang lainnya. Akan timbul upaya mencari pinjaman uang ke luar. Bank atau koperasi akan menjadi tempat perlindungan dan lama-kelamaan akan menjadi boomerang dalam kehidupan berumah tangga selanjutnya.


Ada kebebasan pinjaman setiap PNS untuk pinjam ke Bank atau koperasi apabila kita tidak mempunyai tujuan yang jelas, uang pinjaman tersebut akan habis tanpa perhitungan yang matang. Banyak masalah kita apabila punya utang besar sebelum kita ounya penghasilan lain yang memadai. Penghasilan hanya gaji saja sementara kebutuhan semakin meningkat akan menjadi masalah ekonomi keluarga kelak. Terbukti bagiku, kehidupan berumah tangga bertpuluh-puluh tahun masih lemah dalam kemampanan ekonomi. Walaupun kedua anak sudah berumah tangga sekedar cukup untuk rumah tangganya sendiri. Belum ada perhatian penuh untuk orang tua. Memang banyak dan tidaknya sumber keuangan keluarga sejak awal harus sudah dipertimbangkan sematang mungkin.


Masalah demi masalah bertubi-tubi berdatangan ke dalam kehidupan berumah tangga apabila kedua insane suami dan istri belum memiliki kematangan sumber penghasilan. Di kala sudah mempunyai anak lebih dari satu orang masa sekolah dan kuliah akan mulai timbul masalah pinjam meminjam uang ke pihak lain yang cukup besar. Sebenarnya kebutuhan rumah tangga sangat banyak dan kompleks. Kebutuhan sehari-hari untuk biaya makan, minum, pakaian, perumahan, berobat, acara pernikahan teman, saudara, dan kebutuhan dalam dan di luar rumah tangga kita akan minta dipenuhinya. Sementara sumber penghasilan kita sangat terbatas.


Ada saja salah satu atau lebih banyak lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi dengan sempurna. Memang bagi orang yang bijak tidak menjadi masalah apabila kita tidak memenuhinya, tetapi bagi orang-orang yang tidak bijak akan timbul masalah. Akan membenci atau memarahi terhadap kita seandainya kebutuhannnya tidak kita penuhi. Hubungan antar keluarga kita dan keluarga saudara misalnya akan rengggang gara-gara kebutuhan mereka tidak terpenuhi. Hubungan keluarga yang dekat akan terasa sangat jauh apalagi hubungan keluarga yang jauh akan semakin menjauh saja. Hanyalah doa dan permohonan kepada Allah yang kita minta untuk mengadakan perubahan di bidang finansial agar memadai.


Harus ada motivasi ibadah dan strategi penyelesaian masalah keuangan setelah terjadi masalah utang di dalam kehidupan rumah tangga. Kita meminta kepada Allah yang menciptakan masalah dan solusinya. Anggap saja utang banyak tersebut sebagai sarana untuk mematangkan mentalitas diri kita. Kita berupaya masalaha sebagai tuntutan hidup kita semakin matang, dewasa, kuat, dan mandiri dalam segala urusan. Diam dan apatis apalagi putus asa dalam menghadapi masalah seperti itu tidak akan menyelesaikan masalah malahan akan menjadi diri dan kehidupan jatuh ke tempat yang paling terpuruk. Kita mesti ingat riwayat hidup pada nabi dan rasul sebelum diangkat oleh Allah menjadi nabi atau rasul. Mereka mencapai titik maksimal bahkan sampai-sampai batas hidup dan matinya. Nabi Ibrahim sebelum menjadi nabi mengalami titik yang ada di antara hidup dan mati. Beliau dibakar hidup-hidup, karena beliau sangat dekat kepada Allah, beliau selamat dan api terasa dingin.


Kita ingat riwayat nabi Isa ketika dikejar-kejar musuh, sampai batas laut dan beliau diberi mujizat tongkat bisa membelah lautan. Selamat beliau bisa menyeberang lautan dan air laut membeku. Kita ingat lagi kejadian yang dialami nabi Muhammad SAW ketika akan dibunuh musuh waktu ada di dalam gua Hira. Beliaya selamat dengan pertolongan Allah. Dan masih banyak kejadian yang dialami para nabi, para rasul sampai kepada diri kita pada zaman sekarang yang seperti mustahil kita hindari. Namun kita harus selalu yakin akan pertolongan dan bimbingan Allah ketika kita berada pada posisi malang dan penuh masalah keuangan dan masalah lainnya. Terpenting kita terus-menerus beribadah menjadi prioritas utama dalam kehidupan kita.


Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam mata pelajaran yang dipelajari dan memberikan motivasi belajar kepada peserta didik. Apapun yang kita pelajari, membaca buku, mengikuti proses pembelajaran atau perkuliahan sebaiknya kita menerima atau mengetahui apa tujuannya. Membaca buku juga akan lebih efektif apabila kita mengetahui terlebih dahulu tujuannya. Berbeda dengan orang yang belajar tanpa arah dan tujuan, mereka belajarnya tidak efektif. Hanyalah waktu yang terbuang percuma atau sedikitnya pemborosan waktu yang kita gunakan.


Dalam mengikuti pelajaran dari tingkat Sekolah Dasar sampai tingkat Perguruan Tinggi sebenarnya harus adanya tujuan yang harus ditetapkannya. Sebagaimana dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adanya Tujuan Pembelajaran. Seperti tujuan pembelajaran yang berbunyi: “ Setelah pelajaran ini selesai anak diharapkan dapat mengerjakan dua penjumlahan pecahan decimal yang penyebutnya tidak sama.” Dari tujuan tersebut kita dapat mengetahui konsep dasar pengerjaan hitung bilangan pecahan yang penyebutnya berbeda.


Konsep dasar penjumlahan pecahan tersebut terdiri dari kata “pecahan” dan “penyebutnya sama”, penyebutnya tidak sama”, dan “pembilang” Misalnya, ½ + 2/5 = …. Kita ketahui dahulu ½ disamakan penyebutnya dengan bilangan 2/5. Kita cari penyebut dari 2 dan 5 yaitu 10. Jadi ½ + 2/5 = …/10 + …/10 = 5/10 + 4/10 = 9/10. Peserta didik mengetahui tujuan yaltu menjumlahkan dua pecahan decimal berpenyebutnya tidak sama. Tadi ½ + 2/5 berarti sama dengan 5/10 + 4/10 dan isinya 9/10. Begitu juga materi pembelajaran untuk mata pelajaran atau mata kuliah yang lain harus kita mengetahui dahulu tujuannya agar mendatangkan hasil yang memuaskan.


Seorang ibu pergi ke pasar mau belanja untuk buka puasa, maka seorang ibu tersebut harus menjacat apa yang akan dibelinya. Agar setelah datang di pasar seorang ibu tersebut tidak membeli barang-barang apa saja tanpa sesuai dengan apa yang dibutuhknnya. Belajarpun begitu, sebelum kita belajar kita catat dahulu materi apa yang mau didapatkan setelah proses pembelajaran atau perkuliahan selesai. Belajar bukan semabarangan tanpa mengetahui apa yang akan dipelajarinya. Misalnya, kita membaca teks bacaan dan di bawahnya ada pertanyaan isi bacaan, maka pertanyaan isi bacaan tersebut merupakan tujuannya. Bagi pembelajar yang mengetahui manfaat tujuan sebelum belajar, maka yang terlebih dahulu dibacanya adalah pertanyaan kemudian teks bacaan yang hanya berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut.


Pertanyaan isi bacaan hampir dilupakan oleh para pembaca, begitu juga para guru yang mengikuti lomba guru teladan banyak membaca teks dahulu. Sebagian besar mereka membaca teks bacaannya dahulu sehingga dalam waktu yang telah ditentukan tidak efektif. Oleh karena itu mari kita baca apa yang termasuk tujuannya dahulu sebelum membaca atau mempelajari sesuatu. Banyak sekali pebedaannya membaca teks bacaan dengan mendahulukan pertanyaan isi teks bacaan dengan membaca teks terlebih dahulu. Banyak waktu yang terbuang membaca teks bacaan terlebih dahulu. Efektivitas membaca akan lebih cepat berhasil yang berdasarkan pertanyaan.


Membaca, belajar, mengikuti materi perkuliahan, dan mengikuti diklat , seminar, dan lokakarya membutuhkan pemahaman akan tujuan apa yang harus kita pahami dari materi yang akan disampaikannya. Apabila tanpa memperhatikan semacam itu, maka kegiatan tersebut terlalu banyak membuang-buang waktu dan tenaga saja. Apakah bisa dicapai dalam waktu yang relatif singkat cara-cara demikian? Hal semacam itu harus adanya upaya maksimal sedini mungkin. Upaya yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Tidak sebagaimana makan mie instan yang dalam waktu relative singkat bisa dipahami. Wahai rekan pembaca yang saya hormati, mari kita melakukan upaya belajar, kuliah, diklat, seminar, workshop, dan pelatihan lainnya sangat memerlukan pemahaman akan tujuan apa yang akan dipelajarinya.
Baca Selengkapnya~~ >>

GURU, PEKERJAAN PROFESI


(Jajang Suhendi, Cikedal-Pandeglang)


Mengapa Anda mau menjadi seorang guru bukan menjadi dokter, pembisnis atau pekerjaan lainnya? Setiap orang jawabannya akan berbeda-beda. Pada intinya tugas menjadi guru ada yang benar-benar ingin menjadi guru dan mungkin ada yang menjadi guru tanpa tujuan yang jelas. Bisa saja kita menjadi guru karena dorongan ekonomi orang tua yang terbatas, sehingga hanya mampu untuk Sekolah Pendidikan Guru. Pada waktu itu masuk sekolah keguruan lebih rendah dibandingkan dengan sekolah lainnya.


Namun kita tidak perlu mempermasalahkan kejadian yang sudah terjadi. Terpenting bagi kita telah menjadi seorang guru dengan persyaratan kelembagaan resmi melalui suatu proses pembelajaran yang memadai dan dibuktikan dengan Surat Tanda Tamat Belajar (STTB). Bahkan ada yang mendapat nilai di atas rata-rata siswa yang lainnya. Hal itu menunjukkan bahwa kita dengan resmi mendapat gelar profesi keguruan yang memadai.
Kita harus bersyukur mendapat predikat sebagai tenaga guru yang memiliki kualitas di bidang pelayanan atau pengabdian tanpa harus menghindari imbalan keuangan setiap bulan. Diharapkan kita menjadi orang yang mempunyai jasa tanpa mengiraukan imbalan yang sudah dipersipkan oleh pemerintah setiap bulan. “ Siapa saja yang masih diberi kesehatan dan masih bisa makan dan minum, maka dia telah merasakan memiliki dunia.” (Dr. ‘Aidh Al-Qarni, 2005:495) menjadi guru patut kita syukuri dengan pelaksanaan tugas yang sebaik-baiknya.


Sebagai guru merupakan tugas profesi yang harus kita laksanakan dengan sebaik-baiknya. Guru adalah sebutan yang sungguh mulia apabila dalam pelaksaan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari pelakunya. Guru merupakan tugas profesi yang patut kita syukuri. “Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para anggotanya.” (Prof. Dr. H.Djam’an Satori, MA, 2007:1.3)


Tugas sebagai guru tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak diasiapkan khusus untuk melakukan pekerjaan itu. Sebagaimana kita menyaksikan bagaimana apabila ada orang berobat kepada orang bukan ahlinya di bidang kesehatan. Yang terjadi bukan penyembuhan, tetapi sebaliknya malah kematian. Begitu juga kita serahkan anak-anak kita tentang pendidikannya kepada orang yang bukan ahlinya untuk itu. Akan mengakibatkan kesalahan pendidikan anak-anak kita di masa mendatang. Oleh karena itu, tidak aneh ada orang yang melakukan kesalahan karena hasil pendidikannya yang salah di waktu kecilnya.


Keahlian dapat diperoleh melalui profesionalisasi atau melalui pendidikan dan latihan prajabatan yang memadai. Memiliki komitmen dalam meningkatkan kemampuan profesionalnya. Terus-menerus mereka mengembangkan strategi bagaimana melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Dalam berperilaku harus sesuai dengan profesi yang disandangnya. Berpenampilan sesuai profesi atau ilmu yang dimilikinya. Bersikap baik terhadap profesinya dan derajat pengetahuan atau keahlian dalam melakukan pekerjaannya.


Mereka tidak mau gegabah dalam melakukan sesuatu apabila tidak sesuai dengan bidang keahliannya. Tidak mau mengerjakan yang bukan bidang keahliannya. Apabila hal itu dilakukan akan berakibat fatal terhadap orang yang dihadapinya. Untuk menjadi guru yang profesional harus dapat meningkatkan kualifikasi dan kemampuan dalam mencapai criteria standar dalam penampilan sebagai profesi. Dengan modal ilmu pengetahuan, pengalaman latihan prajabatan dan pendidikan dan latihan di dalam jabatan yang telah dilaluinya.


Setelah bekerja sebagai guru harus kita harus dapat menentukan diri sebagai individu yang profesional, dapat meningkatkan keterampilan (skill) profesionalitasnya. Memiliki komitmen pada tugas profesi dan mau belajar terus, bergaul secara akrab (saling memberi dan menerima). Seorang guru harus bisa menampilkan ciri-ciri profesi yang memadai, yaitu (1) standar kerja yang baku dan jelas, (2) masuk dalam suatu lembaga pendidikan khusus, (3) masuk organisasi profesi, (4) ada kode etika dank ode etik, (5) ada system imbalan, dan (6) ada pengakuan masyarakat terhadap pekerjaan sebagai ciri profesinya.


Sebagai guru harus memiliki pekerjaan profesional? Memang sebagai guru harus memiliki pekerjaan profesional, karena masyarakat menginginkan semua pelayanan yang diberikannya terbaik. Dengan cara kita mengembangkan profesi melaui pendidikan prajabatan dan pendidikan dalam jabatan untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat. Meningkatkan segala daya dan usaha dalam rangka pencapaian secara optimal layanan yang akan diberikan kepada masyarakat.


Seorang guru yang memiliki profesionalitas memadai harus mampu menjadikan peserta didik berkembang sesuai dengan potensi yang dilandasi nilai-nilai kemanusiaan. Kita harus mampu menjawab masalah pendidikan yang bertolak dari pengembangan potensi yang unggul. Peserta didik dibimbing supaya mampu melakukan proses pembelajaran dengan situasi dialogis dalam mencapai tujuannya. Jadi pada intinya, seorang guru yang profesional harus memiliki kompetensi profesional, personal, social, dan mampu memberikan pelayanan terbaik dengan mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan melebihi nilai-nilai benda material belaka.
Baca Selengkapnya~~ >>

GURU BERMUTU ISYARAT PENDIDIKABERMUTU

Jajang Suhendi, Asal Ganeas Sumedang


Bangsa yang maju memerlukan pendidikan bermutu, dan pendidikan bermutu mensyaratkan guru bermutu. Memang guru merupakan bagian dari suatu bangsa. Guru sebagai penentu maju dan mundurnya pendidikan di suatu negara, karena guru salah satu profesi di bidang pendidikan. Memang rasanya kurang adil apabila seorang guru membahas masalah keberadaan guru seperti yang sepihak saja sementara pihak lain tidak dilibatkan dalam membahas masalah ini. Namun kita harus berpikir objektif dalam pembahasannya bahwa seorang guru dalam memutuskan sesuatu harus berpikir seimbang apa adanya.
Dunia pendidikan akan berhasil apabila dipegang oleh orang yang memiliki keahlian di bidangnya. Sedikitnya, para guru telah memenuhi syarat kualifikasi pengajar dan pendidik. Untuk mencapai profesionalisme, setiap guru harus bisa menyamakan bahkan melebihi keahliannya sebagai pengajar dan pendidik itu. Apakah tingkat profesionalisme guru bisa mencapai tingkat kemapanan bidang finansial? Idealnya begitu, kata profesional itu sebenarnya kemampuan di bidang kependidikan dan keguruannya.


Namun siapa tahu nasib tidak ada yang tahu, nasib kurang baik jatuh pada seorang guru. Allah menguji dengan kemapanan ekonomi dan kekurangnnya kepada setiap orang, termasuk para guru, ada yang nasibnya kurang beruntung. Salah satu sisi, manusia berlebih dan pada sisi yang lain mengalami kekurangan. Seorang guru pada sisi yang satu memiliki kelebihan dalam ilmu mendidik tetapi kurang dalam pengetahuan umum. Bisa kelebihan dalam pengetahuan tetapi kurang dalam finansial. Kita tidak boleh memandang hanya sebelah mata atas kekurangan yang ada pada diri seseorang.


Namanya manusia mempunyai kekurangan dan kelebihan. Kita teladani orang-orang yang memiliki kelebihan dan jauhi kekurangannya agar kita tidak mengalami kesalahan seperti orang itu. Ada keuntungan dari belajar melalui tingkah laku orang lain. Sementara kita tidak menemukan kesalahan dan kekurangan mengenai sesuatu dari orang lain dan kita tidak tahu apa yang kita lakukan itu salah, maka kita belajar dari kesalahan itu agar kita tidak melakukan kesalahan itu.kita belajar dari pengalaman kelebihan bangsa Jepang bukan kekurangannya.


Kaisar Hirohito sewaktu negaranya dibom atom yang pertama ditanyakan adalah bagaimana tentang nasib para gurunya. Bukan bertanya masalah mas dan uang, maka hal itu menunjukkan bahwa masalah pendidikan lebih penting dibandingkan masalah yang lainnya. Nasib bangsa sangat ditentukan oleh nasib para guru, karena orang yang melaksanakan tugas dan kewajiban bidang pendidikan adalah para guru. Walaupun peran guru terhadap siswa bukan segalanya, tetapi dalan kemajuan bangsa sangat ditentukan bidang pendidikan sebab fungsi pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan negaranya. Yang bergelut masalah pendidikan secara profesional hanyalah para guru.


Kita belajar dari bangsa Finlandia yang hampir kita tidak mengetahui kelebihan bangsa ini, karena kita hanya fokus pada bangsa Amerika dan Jepang saja. Dalam bidang pendidikan bangsa ini ternyata lebih baik dari bangsa lain. Negara tersebut menapaki fase keunggulan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan proses yang panjang dan berliku-liku. Mereka menempatkan pendidikan sebagai bagian yang paling menentukan pembangunan. Termasuk penghargaan terhadap para gurunya berbeda dengan Negara kita.
Sebagaimana yang dikemukakan dalam Majalah Suara Guru ( Tanpa nama penulis ) edisi 2 tahun 2010 halaman 40-43, mengatakan bahwa kesadaran akan prioritas utama terhadap pendidikan, khususnya terhadap profesi guru sangat menghargai pada sosok guru tersebut. Mereka beranggapan bahwa dalam membangun jalan sukses itu harus menempatkan pendidikan sebagai elemen paling penting dan harus dijadikan prioritas pembangunan. Guru sebagai faktor utama dan posisi yang paling dihargai setelah sistem pendidikan tentunya.


Negara tersebut menempatkan guru (1) sebagai profesi yang sangat dihargai, (2) serapan calon guru berkualitas sangat besar, (3) pada saat praktek di kelas guru sangat jarang mengkritik siswanya, apalagi marah-marah, dan (4) guru mendapatkan pendidikan yang baik pada saat mereka masih mahasiswa dan memperoleh banyak pelatihan yang berkualitas terbaik pada saat mereka telah berprofesi menjadi guru.
Kita sebagai guru bukan untuk disanjung-sanjung, tetapi hanya perlakuan yang proposional yang kita harapkan apabila ingin maju di dunia pendidikan. Dengan penghargaan yang baik terhadap guru akan membuat dunia pendidikan maju. Pada dasarnya manusia ingin dihargai, selama kita hidup sehat rohani atau jiwa kita tentu rindu akan sikap saling menghargai. Melakukan demo merupakan jalan terakhir dan merupakan sinyal ketidakberesan di bidang pendidikan, khususnya perlakuan terhadap guru tersebut.


Calon guru harus benar -benar mendapatkan perlakuan sesuai dengan kualifikasi kependidikan dan keguruan. Mereka dikhususkan untuk menjadi guru yang memiliki kemampuan professional di bidang pendidikan. Merupakan jabatan dipersiapkan sebelum terjun ke dunia pendidikan yang siap pakai dengan ilmu yang dimilikinya, punya ilmu langsung dipraktekkan dengan penuh dedikasi dan keikhlasan yang tinggi. Pendidikan dan pelatihan bukan sekedar formalitas saja yang kita harapkan agar proses dan hasil pendidikan di negara kita sangat memuaskan.


Guru yang ideal dalam prakteknya sangat sulit, tetapi kita upayakan untuk mendekati ideal dengan mengendalikan diri untuk tidak bersikap kasar dan tidak pantas terhadap siswa. Memang marah, sedih, khawatir dan sikap negatif lainnya adalah manusiawi. Ada pada diri manusia, tetapi jangan adanya kecenderungan melakukan sikap negatif menjadi kebiasaan. Para siswa perlu disayang, dielus yang bersifat mendidik, membimbing dari sikap kurang yang ada pada siswa menjadi sikap yang lebih baik, dan apabila di depan menjadi contoh yang baik, di belakang selalu mendorong siswa agar bersemangat belajar dan bekerja, dan di samping mereka dengan menggandeng atau membimbing dengan penuh kebijakan.


Prof. Dr. Soedijarto, MA, menulis buku berjudul Landasan Dan Arah Pendidikan Nasional Kita. Di dalam buku tersebut beliau merasa heran dengan kenyataan pendidikan yang ada di tanah air kita ini. Pendidikan terpengaruh campur tangan politik dan ekonomi yang berawal dari mengabaikannya pendidikan sebagai wahana penunjang transformasi budaya menuju tegaknya negara kebangsaan berperadaban tinggi. Pendidikan paling penting untuk menghantarkan bangsa pada cita-cita bangsa sesuai dengan Dasar Negara Pancasila.



Dalam hubungan ini perlu diperhatikan tentang tenaga pendidik yang berkualitas, kurikulum yang disusun oleh para ahli di bidangnya masing-masing terpadu dalam satu ciptaan kurikulum yang mempertimbangkan berbagai hal dalam hubungannya dengan kebutuhan para siswa. Hingga bagaimana dalam penentuan anggaran pendidikan yang bisa digunakan sesuai dengan tingkat prioritas di lapangan. Ada kewenangan sekolah tanpa melupakan pengawasan yang meningkatkan efektivitas pendidikan yang lebih mengena.




Baca Selengkapnya~~ >>

FAKTOR PENGHAMBAT MEMBACA CEPAT

(Jajang Suhendi, Cikedal-Pandeglang)


Kebiasaan salah dalam membaca akan menghambat kecepatan membaca. Hal ini harus menjadi perhatian bagi pembaca yang belum mengenal bagaimana cara membaca cepat dengan pemahaman isi bacaan yang kita baca. Kebiasaan yang salah yang dibawa sejak kecil, yaitu membaca dengan gerakan bibir dan melafalkan kata-kata, gerakan kepala dari arah kiri ke kanan, menggunakan jari atau benda lain yang digunakan penunjuk kata-kata yang kita baca.


Ada pula saat kita sudah dewasa yang merupakan kesalahan dalam membaca cepat, yaitu membaca dengan menyuarakan kata-kata yang dibacanya (vokalisasi), dan membaca dengan melafalkan kata-kata di dalam hati dan fokus pada pelafalan bukan pada pemahaman ide-ide yang dibacanya.


Baik kesalahan membaca yang dibawa sejak kecil maupun kesalahan membaca setelah dewasa harus kita atasi dengan cara-cara sebagai berikut: pertama, mengatasi vokalisasi dengan cara kita meniupkan bibir sebagaimana kita sedang bersiul dan bisa dengan meletakkan lengan di leher sampai di tenggorokan tidak terasa lagi ada getaran. Kedua, mengatasi gerakan bibir dengan merapatkan bibir, menekan lidah ke langit-langit , mengunyah permen, menjepit pulpen dengan bibir sampai tidak ada lagi getaran di bibir dan tenggorokan.


Ketiga, mengatasi gerakan kepala dengan meletakkan telunjuk ke pipi dan menyandarkan kedua siku di atas meja, tangan memegang dagu seperti kita sedang memegang janggut atau meletakkan ujung telunjuk di hidung. Keempat, mengatasi membaca menggunakan jari untuk menunjuk kata-kata yang dibaca, yaitu dengan tangan memegang buku yang sedang dibaca atau memasukkan kedua tangan ke dalam saku.


Kelima, mengatasi membaca yang diulang-ulang (regresi) dengan tekad di dalam hati untuk tidak mengulang-ulang membaca kata-kata yang sudah dibacanya. Perhatian terus pada kata-kata atau unit pikiran yang dibacanya. Keenam, mengatasi membaca dengan lafal kata-kata walaupun tidak diucapkan secara nyaring (subvokalisasi). Kita perlebar jangkauan mata untuk menangkap beberapa kata dan menangkap hanya ide-idenya. Menangkap ide-ide bukan membaca simbol kata-kata saja.


Namun yang mempermudah penguasaan membaca cepat dengan pemahaman isi bacaan yang tinggi bukanlah hanya mengetahui bagaimana kita mengatasi hambatan seperti di atas, tetapi kita harus banyak melakukan latihan membaca teks-teks mulai dari teks yang mudah sampai teks yang sulit. Dan dalam hati kita niatkan untuk memahami tips dan menggunakannya setiap membaca teks yang dibacanya.


Kita niatkan mulai saat ini kita tidak akan membaca dengan gerakan bibir untuk melafalkan kata-kata yang kita baca. Mulai saat ini kita tidak akan membaca sambil menggerakkan kepala dari kiri ke kanan buku yang kita baca. Waktu membaca kita tidak akan menggunakan jari tangan untuk menunjuk setiap kata yang kita baca.
Begitu juga mulai saat ini kita tidak akan membaca nyaring dengan vokalisasi dan subvokalisasi, kecuali sewaktu kita sedang mengajarkan tentang membaca nyaring kepada para siswa atau anak-anak kita. Sewaktu membaca untuk kepentingan ilmu pengetahuan yang melalui bahan bacaan kita harus membaca menangkap ide-ide atau gagasan tentang isi bacaan.



Sekedar contoh membaca cepat untuk langsung menemukan gagasan yang disampaikan penulis dapat kita perhatikan penjelasan berikut.
Dua insan bisa ngobrol berjam-jam, berbagi gagasan, bahkan menyatupadukan pendapat. Namun setelah selesai ngobrol, mereka tidak merasakan penyatuan yang saling membahagiakan. Sebaliknya, meski percakan itu hanya berlangsung 15 menit, tapi bila sungguh-sungguh saling berbagi perasaan asli, pasti mereka akan menghayati penyatuan yang membahagiakan.


Yang kita perhatikan bukan kata demi kata, tetapi gagasan dari paragraf itu. Paragraf tersebut mengandung makna bahwa setiap percakapan pada intinya hubungan saling berbagi dalam perasaan asli untuk mempersatukan hal yang membahagiakan, bukan hanya sekedar obrolan biasa. Kita langsung menangkap inti paragraf itu dengan menghindari beberapa hal yang menghambat dalam upaya membaca seperti di atas.


Inti paragraf tersebut di atas bisa berbeda-beda dalam pengungkapannya, seperti penyatuan pendapat dan hubungan saling berbagi. Setiap pembicaraan bukan ukuran panjang dan pendeknya, tetapi berisi dan tidaknya pembicaraan tersebut. Pembicaraan yang bermakna saling memberi kebahagiaan dengan mempersatukan pendapat atau gagasan di antara orang-orang dalam pembicaraan tersebut.


Inti pembicaraan setiap paragraf bisa berbeda-beda, tetapi pada intinya sama. Itulah membaca yang cepat tanpa melupakan pemahaman terhadap isi bacaan. Kita bisa membaca satu kalimat, satu paragraph, atau satu wacana lengkap. Pada dasarnya, kita membaca cepat dengan pemahaman yang tinggi. Kita menjauhi semua hal yang menghambat membaca cepat dan efektif.
Baca Selengkapnya~~ >>

COBAAN TERUS-MENERUS


(Jajang Suhendi, Cikedal-Pandeglang)

Pak Kiyai bilang, “ Kalian harus menjadi orang yang sabar dalam menerima berbagai cobaan dari Allah, dan harus menjadi orang yang bersyukur dalam menerima segala kenikmatan dari Allah.” Begitulah kata-kata yang terngiang di dalam telinga saya sejak kecil. Sebelum merasakan bagaimana hidup susah saya menerima kata “sabar” dengan mudahnya saya mengucapkannya. Ucapan tanpa penjiwaan mendalam ternyata kering akan makna kata-kata yang kita ucapkan tersebut. Tidak semudah apa yang kita katakan apan yang kita alami setelah kita telah menjalani hidup susah. Tekanan berat yang saya rasakan terutama tekanan berat utang. Kuliah saya yang tadinya untuk menambah penghasilan tidak langsung menghasilkan uang banyak, dalam waktu lama sementara kebutuhan mendesak terjadi belum habis lunas dating lagi kebutuhan lain di hadapan kita, saling tumpang tindih pinjam sana pinjam sini ke pihak Bank atau pihak lain yang pakai jasa besar.

Pada awalnya saya mendapatkan uang dari pinjaman berbunga yang saling menyusul dari waktu ke waktu menimbulkan kemelut di rumah tangga. Dampaknya sangat banyak, sampai terjadi pula rendahnya penghargaan istri kepada suami yang harus saya terima dengan kekuatan malu. Di dalam hati saya menjerit bagaimana solusi atas masalah utang yang menimpa pada saat ini. Semakin hari utang bukan semakin membesar bukannya mengecil. Untung di dalam hati saya masih ada iman walaupun sedikit. Kuatnya tekanan ekonomi membuat perilaku saya seperti kurang stabil, sering lupa, emosi, kurang komitmen akan amalan ibadah yang saya terima dari seorang guru. Malahan saya sering digurui puhak-pihak lain yang tidak semestinya menggurui. Tinggal saya siap menerima omelan dan sindiran yang memang cukup menyakitkan hati saya saja.

Memang nasib menjadi orang lemah dalam pengelolaan ekonomi keluarga. Bukan menjadi pengelola yang siap memberikan wejangan dan arahan kepada anggota keluarga malah sebaliknya menjadi penerima kritikan yang paling pahit sekalipun. Mungkin tingkat kualitas diri saya apabila dibandingkan dengan uang yang besar, maka uanglah yang mereka pilih. Berarti solusinya untuk menjadi orang kuat yang mampu menjadi pengelola di rumah tangga adalah uang banyak, tetapi apabila terjadi uang banyak sayapun bebas memilih sesuai keinginan tuntutan yang Islami. Di dalam pendirian saya harus tetap komitmen akan sikap sabar dan syukur yang harus berdampingan. Di mana telah maksimal saya lakukan apa boleh buat sikap baru yang mungkin akan saya pilih. Hidup saya bukan untuk dijadikan sasaran empuk pelampiasan dampak negatifkurangnya uang yang diterima setiap bulan.

Tekanan orang-orang yang menagih utang semakin hari malah semakin membesar belum ada solusi. Maksimal saya telah menerima semua keadaan sambil menjerit di dalam hati memohon dan memohon kepada Allah agar ditemukan pada solusi. Saya bukan tidak mau berupaya untuk mencari tambahan sumber penghasilan, tetapi belum ada jalan. Semoga semakin bertambah usia saya solusi dapat saya temukan dengan mudahnya. Rintisan usaha semoga mencapai kesuksesan di masa mendatang, sebab dengan menjadi orang banyak utang banyak menerima perlakuan rendah dari pihak lain, sekalipun orang-orang terdekat.

Orang dekat terasa jauh, orang baik menjadi murka, dan orang biasa senda gurau berubah menjadi pemarah kepada saya dengan dampaknya utang yang ada menyatu di dalam diri saya. Satu-satunya cara yang mesti berubah adalah kekuatan ekonomi di masa mendatang. Saya harus menjadi orang kaya secara finansial, secara intelektual, dan secara spiritual untuk menjadi orang yang disenangi orang lain. Saya harus berpuasa dari menerima perlakuan yang tidak menyenangkan menekan ke dalam hati dan saya teruskan ke ruang terdalam yang pada akhirnya bertemu dengan kuasa Allah di dalam hati saya.

Biar sikap ada di dalam diri orang gila, seperti hilang rasa malu, rasa lapar, rasa harga diri kurang, dihina orang, dan berbagai sikap yang tidak menghiraukan akan dunia di luar diri saya. Habis sikap yang ada di dalam diri orang normal ditutupi egoism yang tinggi. Orang lain sibuk dengan kepentingannya masing-masing jangankan untuk menghiraukan diri yang lainnya. Semoga kepedihan, kesengsaraan, penghinaa, dan apa saja menjadi sarana untuk saya berpikir dan bersikap lebih kuat dan mandiri.

Apa yang saya harapkan bukan ke luar diri saya, tetapi saya akan mengharapkan jauh ke dalam sanubari saya untuk menemukannya kepada sumber segala sumber. Saya langsung memohon atas kuasa-Nya. Di mana apapun yang terjadi tidak luput dari siapa yang memberikan masalah dan memberikan solusinya. Terjadi maka terjadilah menurut Allah itulah yang akan saya pegang erat-erat dalam menghadapi masalah utang yang masih setia menyertai hidup saya. Lebih baik saya melihat jauh ke dalam hati saya daripada saya banyak melihat ke luar diri saya.
Baca Selengkapnya~~ >>

BUDAYA BERBICARA DAN BUDAYA MENULIS


(Jajang Suhendi, Cikedal-Pandeglang)


Ketika kita dilahirkan kemampuan yang pertama kali dapat kita lakukan adalah kemampuan mendengar dan berbicara. Walaupun belum kita sadari bahwa hal itu keterampilan berbahasa yang akan dikembangkannya. Sewaktu masih bayi, kita sudah mampu bersuara dan menangis. Hampir dilupakan bahwa kemampuan bersuara tersebut sebagai langkah awal kemampuan kita dalam berbicara. Berbicara apabila kita kembangkan dengan sebaik-baiknya akan membuat diri kita hidup lebih efektif. Coba kita bayangkan betapa berabenya apabila berbicara dengan orang yang tidak saling memahami bahasa yang kita gunakan masing-masing.


Komunikasi timbal-balik dengan bahasa yang tidak kita kuasai tidak akan terjadi. Namun sampai dewasa juga kemampuan berbicara kita hampir tidak disadari manfaat dan tujuannya. Berbicara tanpa arah dan tujuan biasanya orang-orang lakukan. Mengapa tidak kita sadari menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi diri kita dan bagi diri orang lain. Selama berbicara tersebut ada manfaatnya, maka sangat baik kita kembangkan menjadi ilmu pengetahuan dan pengalaman hidup yang lebih efektif.


Sungguh sangat disayangkan, sebagian orang tidak memanfaatkan berbicara sebagai media komunikasi yang produktif. Dengan mengembangkan kemampuan berbicara, seseorang bisa menjadi pembicara di depan orang banyak. Para trainer dengan gagahnya mampu disenangi para pendengar di dalam seminar, diklat, dan pelatihan lainnya. Setelah mereka berbicara mendapat imbalan uang yang besar. Seolah-olah berbicara sebagai tugas profesi yang digelutinya.


Yang patut disayangkan pula, kita tidak mengembangkan kemampuan berbicara seperti apa yang saya katakana di atas. Sebagian besar waktu dan kesempatan kita gunakan untuk berbicara tanpa karuan. Berbicara ngalor-ngidul tanpa arah dan tujuan. Bergunjing, bergurau tanpa makna, dan sebagian materi pembicaraanya tanpa rencana yang produktif. Sunggu manusia dalam kerugian apabila hidupnya sekedar bergunjing dan membicarakan kejelekan orang lain. Sibuk membahas kelemahan para pemimpin tanpa kita sadari kelemahan diri sendiri dilupakannya. Dari berbagai usia dan kalangan orang sibuk dengan pembicaraan yang kering akan makna. Padahal seorang manusia baru dikatakan bermakna apabila berguna dalam upaya beribadah dan beramal kebaikan di muka bumi ini. Belum lagi waktu dan kesempatan baiknya tersita dengan banyak tidur.


Berbicara secara lisan mempunyai kekuatan tidak melebihi kekuatan menulis. Berbicara yang bermakna secara lisan bermanfaat kepada pelaku dan orang yang diajak berbicaranya, Kekuatan berbicara hanya selama masih didengar oleh orang yang diajak berbicara. Masih terikat oleh ruang dan waktu, walaupun sekarang sudah ada rekaman tidak sekuat menulis dampaknya. Memang kemampuan berbicara patut kita kembangkan dengan penuh antusias apabila masih ada kesempatan untuk melakukannya. Namun alangkah lebih baiknya, kita memiliki emampuan berbicara secara lisan dibarengai dengan menuliskannya apa yang sudah kita bickarakan tersebut. Lebih lengkap kekuatannya, berbicara dan menulis apabila dikembangkan secara bersamaan atau bergantian.


Dua kemampuan kita lakukan secara bergandengan tanpa ada yang dianaktirikan perlakuannya antara berbicara dan menulis tersebut. Namun kita masih bisa memperlakukan menulis yang lebih diprioritaskan apabila kita memiliki potensi menulis. Biasanya orang pandai berbicara lemah dalam menulisnya. Jangankan menulis artikel atau buku, mereka menulis karangan sederhana untuk contoh karangan anak SD juga tidak mampu. Apabila terpaksa harus menulis ketika ada tugas di dalam diklat, seseorang yang pandai berbicara di muka umum, mereka tidak mampu. Mengapa demikian? Tinggal dijawab saja oleh yang bersangkutan mengapa bisa terjadi semacam itu.


Ada orang yang pandai berbicara berupaya menulis di majalah atau surat kabar. Mereka bertitel minimal sarjana S.1 menulis sulit untuk dimengerti, karena tulisannya tidak berdasarkan tata cara menulis yang baik. Mereka menulis kaku tidak seperti para penulis modul yang digunakan sebagai materi perkuliahan di FKIP UT. Bagi kita yang belum mampu menulis dengan baik, maka modul-modul tersebut harus dipelajari dan dipraktekkan mulai saat ini pula. Bisa dijadikan standar penulisan bagi para penulis pemula. Daripada kita banyak membaca dan mempelajari orang-orang bertitel yang belum memadai dalam hal tulis-menulisnya.


Memang bagi kita tidak menjadi masalah untuk membaca tulisan orang-orang yang kurang baik bentuk dan isi pemaparannya, tetapi apabila tanpa kita banyak berlatih membaca dan menulis dari para ahli kebahasaan kita lambat untuk menguasai dunia tulis-menulis. Sementara zaman sekarang adalah zaman informasi apabila kita tanpa banyak belajar dan berlatih masalah kebahasaan akan jauh tertinggal. Oleh karena itu mari kita mulai saat ini pula untuk banyak belajar dan berlatih menulis apa yang kita bicarakan, apa yang kita dengar dari rekan kerja atau anggota keluarga kita, dan banyak bergelut di dunia kata-kata. Idealnya kita mampu berbicara sekaligus menulis. Apabila harus dipilih bagi yang lebih cocok berbicara, maka kembangkanlah kemampuan berbicaranya. Dan apabila bagi orang yang lebih cocok menulis, maka kembangkanlah menulisnya.


Biasanya orang tidak memilih salah satu dari dua kemampuan berbahasa tersebut. Padahal apabila kita memilih salah satu, berbicara atau menulis menjadi prioritas utama, maka hubungan kita akan lebih lancar. Manfaat kita terhadap orang lain dalam huungan dengan komunikasi akan semakin meningkat. Kita akan lebih unggul dalam berkomunikasi. Seorang pembicara yang propisional akan banyak menghasilkan uang dan menghasilkan penghargaan dari orang pada umumnya. Begitu juga seorang penulis yang profesional akan menghasilkan uang dan penghargaan pula. Oleh karena itu bagi siapa saja yang sudah merasa penting salah satu atau kedua ketemapilan berbahasa (berbicara atau menulis) dikembangkan menjadi satu kekuatan diri. Kekuatan dalam meningkatkan hubungan manusiawi dan hubungan vertical kepada Allah dalam bentuk dialog secara membatin lewati berbicara tak bersuara atau menulis secara pribadi sifatnya.


Apapun kegiatan yang baik akan menghasilkan sesuatu yang baik pula apabila kita kembangkan secara sungguh-sungguh. Perbuatan yang dilakukan penuh kesungguhan akan menghasilkan. Berbeda perbuatan yang dilakukan dengan setengah-setengah akan menghasilkan sesuatu yang baik. Seumpamanya kita akan mengembangkan keterampilan menulis sebagai kegiatan sampingan dari kegiatan mendidik(mengajar), maka hasilnya nanti akan mampu menyaingi kegiatan pokok sebagai pendidik atau pengajar di sekolah. Keterampilan menulis yang dikembangkan akan membuat pelakunya mampu menjadi guru sekaligus penulis dalam satu pribadi yang lebih unggul. Pada suatu saat kita menjadi guru profesional dan pada saat yang lain kita menjadi penulis profesional. Sumber penghasilan akan meningkat dari penghasilan gaji ditambah penghasilan dari menulis. penghasilan dari menulis artikel atau penghasilan dari menulis buku.


Keuntungan secara finasial dan keuntungan secara sosial dan spiritual akan kita dapatkan setelah kita benar-benar memiliki kemampuan berbicara dan menulis yang dikembangan. Saya menyadari baru saat-saat ini betapa pentingnya kita mengembangkan kemampuan berbicara dan menulis dengan baik. Pengembangan salah satu atau pengembangan keduanya akan membuat diri kita terangkat secara cepat. pada awalnya kita tidak dikenal oleh banyak orang akan cepat dikenal secara cepat oleh banyak orang. Tulisan kita dibaca orang di dalam majalah bulanan tingkat kabupaten, propinsi, atau tingkat pusat. Mudah-mudahan dengan banyaknya tulisan yang kita hasilkan di media masa, maka kita akan cepat dikenal. Namun kita jangan merasa berbangga diri dengan cepatnya dikenal orang, bahkan kita harus semakin merendah agar sifat lupa diri dapat dihindari.


Baru beberapa bulan saja saya menulis artikel dan secara sepintas saya menulis sebuah buku sudah terlaksana tanpa halangan yang sulit dilalui. Tanpa banyak saya mempelajari ilmu kebahasaan saya rasanya lancar menulis. berbeda ketika saya banyak pertimbangan tata bahasa sebelum menulis. egitu saya menulis beberapa paragraf langsung saya memperbaiki dan timbul perasaan tulisan saya tidak layak dilanjutkan. Beberapa puluh dan mungkin beberapa ratus judul telah aku tuliskan tidak dilanjutkan, karena merasa takut salah dan ditertawakan pembaca. Mungkin sampai kapanpun tulisan saya tidak akan jadi-jadi. Bergitu Anda juga akan merasakan hal yang sama apabila menulis hanya didasari perasaan setengah-setengah akan tidak pernah jadi sampai kapanpun. Oleh karena itu mari kita bersama-sama di tempat yang berbeda kita memulai untuk banyak menulis artikel minimalnya menulis hanya beberapa paragraf saja. Terpenting menulis yang memberdayakan diri sendiri sambil memberdayakan orang lain yang mau membaca.


Ketika saya banyak bengong tanpa mau menulis, setiap saya termenung, berpikir, merasakan sesuatu, diskusi, berpendapat, dan kegiatan apa saja diakhiri sikap pasif dan sifat masa bodoh. Tidak banyak yang aku lakukan dengan aktivitas yang menyenangkan. Yang diarasakan hanya penyakit dan penyakit pusing saja. Dalam pikiran saya terbersit bahwa penyakit jasmaniah maupun rohaniah banyak diakibatkan oleh pikiran dan perasaan yang salah akibat saya tidak mau menuliskan apa yang saya rasakan. Berbeda setelah saya banyak menulis di netbook, saya merasa banyak sehatnya daripada banyak sakitnya. Ternyata kegiatan menulis menyehatkan jiwa dan raga saya. Menulis bisa menjadi obat yang ampuh dalam menyembuhkan penyakit.


Menulis merupakan solusi terbaik bagi kesehatan lahiriah dan batiniah saya dan begitu juga Anda akan merasakan sesuatu yang sama dengan diri saya. Menulis beberapa kalimat saja dengan landasan hati yang ikhlas dan sungguh-sunggu mau menjadikan tulisan sebagai sara pengobatan akan lebih bermanfaat. Perasaan sedih, khawatir, dan perasaan negatif lainnya akan bisa disembuhkan dengan menuliskan apa yang sedang kita rasakan. Menulis perasaan negatif seolah-olah sedang mengupayakan penyembuhan penyakit. Apabila kita merasa sedih, ,maka segeralah menuliskan apa yang dirasakan sedihnya. Lambat laun perasaan sedih hilang tanpa kita cari apa penyebabnya. Di balik perasaan sedih yang dituliskan ternyata mengandung pengobatan yang sangat ampuh. Pulang belanja bersama anak, saya merasakan sakit kepala yang bukan kepalang sakitnya. Saya mencoba membuka netbook dan meneruskan pengetikan artikel tulisan ini. Sakit kepala saya hilang entah hanya perasaan saja atau apa saja saya tidak mempersalahkannya. Buktinya saya merasa nyaman untuk menulis dan tidak merasakan sakit kepala tersebut.


Suatu keajaiban bagi saya, menulis yang dilakukan dengan penuh semangat walaupun saya sedang merasakan sakitnya kepala. Di sinilah pentingnya kita melakukan konsentrasi pada satu masalah yaitu menuliskan tentang sesuatu yang dirasakan perlu untuk dituliskan. Apabila saya bandingkan mana yang banyak membawa pengaruh positifnya antara berbicara dengan menulis, maka saya akan memilih menulislah yang lebih banyak membawa pengaruh positif terhadap semangat mengekspresikan isi hati dan isi pikiran. Rekan-rekan guru marilah mulai saat ini pula untuk banyak menulis yang berisi pemecahan masalah atau apa saja yang dirasakan akan memberi pengaruh kepada orang yang mau membaca. Jangan badan kita saja yang diberi makan, otak dan hati juga harus diberi makanan dengan buku-buku atau tulisan yang bermanfaat. Makanan otan dan hati dengan bantuan bagaimana cara meramu makanan tersebut menjadi makanan yang enak dan mengandung gizi yang baik. Itulah menulis kita ibaratkan sebagai cara meramu makanan agar enak dan menyehatkan untuk kesehatan badan lahiriah dan batiniah. Selamat mencoba dengan antusias yang tinggi.
Baca Selengkapnya~~ >>