Sabtu, 06 Oktober 2012

COBAAN TERUS-MENERUS


(Jajang Suhendi, Cikedal-Pandeglang)

Pak Kiyai bilang, “ Kalian harus menjadi orang yang sabar dalam menerima berbagai cobaan dari Allah, dan harus menjadi orang yang bersyukur dalam menerima segala kenikmatan dari Allah.” Begitulah kata-kata yang terngiang di dalam telinga saya sejak kecil. Sebelum merasakan bagaimana hidup susah saya menerima kata “sabar” dengan mudahnya saya mengucapkannya. Ucapan tanpa penjiwaan mendalam ternyata kering akan makna kata-kata yang kita ucapkan tersebut. Tidak semudah apa yang kita katakan apan yang kita alami setelah kita telah menjalani hidup susah. Tekanan berat yang saya rasakan terutama tekanan berat utang. Kuliah saya yang tadinya untuk menambah penghasilan tidak langsung menghasilkan uang banyak, dalam waktu lama sementara kebutuhan mendesak terjadi belum habis lunas dating lagi kebutuhan lain di hadapan kita, saling tumpang tindih pinjam sana pinjam sini ke pihak Bank atau pihak lain yang pakai jasa besar.

Pada awalnya saya mendapatkan uang dari pinjaman berbunga yang saling menyusul dari waktu ke waktu menimbulkan kemelut di rumah tangga. Dampaknya sangat banyak, sampai terjadi pula rendahnya penghargaan istri kepada suami yang harus saya terima dengan kekuatan malu. Di dalam hati saya menjerit bagaimana solusi atas masalah utang yang menimpa pada saat ini. Semakin hari utang bukan semakin membesar bukannya mengecil. Untung di dalam hati saya masih ada iman walaupun sedikit. Kuatnya tekanan ekonomi membuat perilaku saya seperti kurang stabil, sering lupa, emosi, kurang komitmen akan amalan ibadah yang saya terima dari seorang guru. Malahan saya sering digurui puhak-pihak lain yang tidak semestinya menggurui. Tinggal saya siap menerima omelan dan sindiran yang memang cukup menyakitkan hati saya saja.

Memang nasib menjadi orang lemah dalam pengelolaan ekonomi keluarga. Bukan menjadi pengelola yang siap memberikan wejangan dan arahan kepada anggota keluarga malah sebaliknya menjadi penerima kritikan yang paling pahit sekalipun. Mungkin tingkat kualitas diri saya apabila dibandingkan dengan uang yang besar, maka uanglah yang mereka pilih. Berarti solusinya untuk menjadi orang kuat yang mampu menjadi pengelola di rumah tangga adalah uang banyak, tetapi apabila terjadi uang banyak sayapun bebas memilih sesuai keinginan tuntutan yang Islami. Di dalam pendirian saya harus tetap komitmen akan sikap sabar dan syukur yang harus berdampingan. Di mana telah maksimal saya lakukan apa boleh buat sikap baru yang mungkin akan saya pilih. Hidup saya bukan untuk dijadikan sasaran empuk pelampiasan dampak negatifkurangnya uang yang diterima setiap bulan.

Tekanan orang-orang yang menagih utang semakin hari malah semakin membesar belum ada solusi. Maksimal saya telah menerima semua keadaan sambil menjerit di dalam hati memohon dan memohon kepada Allah agar ditemukan pada solusi. Saya bukan tidak mau berupaya untuk mencari tambahan sumber penghasilan, tetapi belum ada jalan. Semoga semakin bertambah usia saya solusi dapat saya temukan dengan mudahnya. Rintisan usaha semoga mencapai kesuksesan di masa mendatang, sebab dengan menjadi orang banyak utang banyak menerima perlakuan rendah dari pihak lain, sekalipun orang-orang terdekat.

Orang dekat terasa jauh, orang baik menjadi murka, dan orang biasa senda gurau berubah menjadi pemarah kepada saya dengan dampaknya utang yang ada menyatu di dalam diri saya. Satu-satunya cara yang mesti berubah adalah kekuatan ekonomi di masa mendatang. Saya harus menjadi orang kaya secara finansial, secara intelektual, dan secara spiritual untuk menjadi orang yang disenangi orang lain. Saya harus berpuasa dari menerima perlakuan yang tidak menyenangkan menekan ke dalam hati dan saya teruskan ke ruang terdalam yang pada akhirnya bertemu dengan kuasa Allah di dalam hati saya.

Biar sikap ada di dalam diri orang gila, seperti hilang rasa malu, rasa lapar, rasa harga diri kurang, dihina orang, dan berbagai sikap yang tidak menghiraukan akan dunia di luar diri saya. Habis sikap yang ada di dalam diri orang normal ditutupi egoism yang tinggi. Orang lain sibuk dengan kepentingannya masing-masing jangankan untuk menghiraukan diri yang lainnya. Semoga kepedihan, kesengsaraan, penghinaa, dan apa saja menjadi sarana untuk saya berpikir dan bersikap lebih kuat dan mandiri.

Apa yang saya harapkan bukan ke luar diri saya, tetapi saya akan mengharapkan jauh ke dalam sanubari saya untuk menemukannya kepada sumber segala sumber. Saya langsung memohon atas kuasa-Nya. Di mana apapun yang terjadi tidak luput dari siapa yang memberikan masalah dan memberikan solusinya. Terjadi maka terjadilah menurut Allah itulah yang akan saya pegang erat-erat dalam menghadapi masalah utang yang masih setia menyertai hidup saya. Lebih baik saya melihat jauh ke dalam hati saya daripada saya banyak melihat ke luar diri saya.

0 komentar:

Posting Komentar