Sabtu, 06 Oktober 2012

MENCIPTAKAN KEAJAIBAN MENULIS


Oleh:Jajang Suhendi, S.Pd.
(Kepala SDN Padahayu 2 Cikedal-Pandeglang)


Kita hidup diciptakan Allah mempunyai dua pilihan yang harus dihadapi dengan penuh pertanggungjawaban. Sengaja manusia diberi karunia panca indera dan indera keenam yang sempurna. Kita diberi pikiran yang sempurna sementara makhluk lain tidak memilikinya. Selain pikiran ada lagi perasaan yang lebih tinggi tingkat kemanfaatannya dari binatang. Oleh karena itu manusia harus bisa menggunakan berbagai kelengkapan tersebut untuk memilih secara cepat dan tepat. Kehidupan di alam dunia ini ada siang dan ada malam, ada suka dan ada duka, ada baik dan ada buruk. Kedua keadaan atau hal tersebut harus menjadi pilihannya.


Tinggal kita bagaimana cara memilih dan menghadapinya saja. Terkadang keadaan yang buruk datang tidak diundang dan tidak kita harapkan. Kita hanya berharap pada hal yang baik-baik saja sementara hal yang tidak baik tidak diharapkannya. Sengaja kita diciptakan oleh Allah untuk siap menghadapi kedua keadaan atau kedua hal tersebut dengan bekal yang telah dipersiapkan sejak kita dilahirkan. Kita harus berani menghadapi berbagai kesulitan seandainya ada di hadapan kita yang datang secara tiba-tiba. Itulah suatu prinsip bahwa hidup itu harus diperjuangankan. Berjuang dalam melawan kebodohan, kemiskinan, dan kesenangan yang diisi tanpa menghiraukan aturan agama dan aturan lainnya.


Dengan tiba-tiba perasaan gelisah datang tanpa kita mengharapkannya. Mengapa perasaan gelisah mesti menghampiri kita padahal kita tidak mengharapkannya? Itulah sebabnya, kita diciptakan untuk menjalani kehidupan yang saling bergantian antara apa yang kita sukai dan apa yang kita tidak sukai. Tidak mungkin Allah menyediakan bumi dan langit beserta isinya untuk manusia mulus tanpa ujian dan cobaan. Dunia ini sengaja Allah ciptakan untuk kehidupan manusia sebagai tempat ujian. Manusia diuji dengan kesenangan dan kesengsaraan.


Dunia ini tempat ujian manusia, yaitu ujian kesenangan dan ujian kesengsaraan yang kita rasakan lebih sulit kita hadapi. Sebenarnya ujian kesengsaraan tersebut bukan hanya untuk diri kita sendiri saja, tetapi tujuannya untuk orang-orang yang ada di sekitar kita. Orang-orang tersebut sabar atau tidak menghadapi keadaan kita yang sedang sengsara dan banyak utang. Orang-orang di sekitar kita menjauh padahal pada mulanya mereka dekat-dekat. Untuk melihat siapa teman sejati atau saudara sejati, maka dapat kita rasakan tatkala kita sedang dirundung malang, banyak utang, sakit-sakitan, dan segala hal yang sifatnya kita sedang lemah.


Ternyata dua keadaan kita, senang dan susahnya merupakan sarana ujian bagi diri kita sendiri dan ujian bagi orang-orang yang ada di sekitar kita. Lalu bagaimana sikap kita terhadap orang-orang yang menjauh ketika kita mengalami kondisi terpuruk? Apakah kita harus berubah sikap menjauhi mereka pula? Apakah kita semakin mempererat hubungan kepada orang-orang yang tetap bertahan dalam kesetiaan? Dalam hati sebisa mungkin kita harus ikhlas tanpa harus menuntut orang-orang untuk baik selamanya kepada kita. Kita diciptakan dan lahir di alam dunia untuk siap menghadapi berbagai keadaan.


Ketika berbicara suka dan senangnya kita hidup, maka kita harus menerimanya dengan penuh ketulusan. Dalam arti semua yang menimpa diri kita itu merupakan ujian dari Allah. Jangan marah dan benci kepada orang yang membenci kita. Allah menguji diri kita melalui orang lain. Jadi orang-orang yang membenci dan menjauhi diri kita merupakan sarana untuk menguji yang sengaja Allah tentukan agar kita mampu atau tidaknya dalam menghadapinya. Secara lahiriah kita bisa saja seperti orang yang tidak baik kepada mereka sekedar menjaga kewaspadaan saja.


Bisa saja dengan bersikap baik malah semakin membenci. Sebelum diri merasa kuat lebih baik kita memprioritaskan hubungan dengan orang-orang yang mampu mempertahankan hubungan dalam situasi dan kondisi apapun. Itulah teman, tetangga, saudara dan apa saja sebutannya harus lebih kita perlakukan sebaik mungkin. Karena orang-orang seperti itulah yang akan membuat hidup kita lebih efektif dalam upaya mendukung pencapaian tujuan kita. Untuk sementara waktu sebelum kita merasa mampu mengimbangi sikap orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit, maka sikap kita lebih baik kita curahkan kepada orang-orang baik pula.


Kita perlakukan mereka dengan penuh perhatian lebih sebagaimana kita memperhatikan diri kita sendiri. Mengapa demikian? Alasannya, mereka telah lulus tetap menjaga hubungan baik ketika kita dalam situasi dan kondisi terpuruk sekalipun. Kedua belah pihak harus berada dalam perlakukan adil. Bila kita mampu membeli makanan seperti daging, maka orang-orang seperti itu harus bisa merasakannya sebagaimana kita merasakan pada saat itu. Kita membeli apa yang kita suka, maka sedikitnya kita memberinya dengan hati yang ikhlas. Oleh karena itu orang yang memperlakukan baik kepada kita harus kita perlakukan baik pula.


Bagaimana dengan orang-orang yang mendekat ketika kita sedang berada dalam kondisi senang bernasib mujur dan menjauh ketika kita sedang berada dalam keterpurukan? Apakah kita membenci dan menjauhinya pula? Orang-orang yang baik perlakukan kepada kita yang harus menjadi prioritas utama sebelum orang-orang yang menjauh ketika kita sengsara dan mendekat ketika senang. Selamanya kita lebih mementingkan orang-orang yang baik selama masih banyak dari pihak mereka yang hidupnya di bawah garis kemiskinan. Bagaimana dengan orang-orang buruk hati dan sikapnya yang berada di bawah garis kemiskinan harus kita jauhi? Kita mendapat ujian dalam setiap keadaan dan setiap orang yang kita hadapi. Oleh karena itu dalam kebaikan tidak mengenal apakah orang itu baik atau tidak tidak menjadi masalah. Bila mampu kita berbuat untuk semua orang yang perlu kita bantu, maka bersikaplah dengan baik kepada mereka.


Keadaan kehidupan kita tidak datar bernasib baik selamanya atau bernasib buruk selamanya. Ketika salah satu keadaan tersebut menimpa diri kita, maka kita seharusnya semakin mendekat kepada Allah yang menciptakan keadaan yang baik atau yang buruk, dan menyediakan solusinya. Kegelisahan terkadang datang secara tiba-tiba tanpa diundang. Berbagai faktor yang bisa menyebabkan rasa gelisah tersebut. Namun pengalaman orang-orang sukses harus menjadi ukuran bagaimana kita cara menghadapi masalah serumit apapun. Masalah rumit bukan untuk diratapi, bukan semakin membuat diri kita melemah terus. Masalah serumit apapun harus kita pecahkan supaya menjadi hikmah yang berharga bagi diri dan kehidupan kita.



Kegelisahan yang dihadapi dengan semangat juang tinggi berdasarkan pasrah diri kepada Allah dengan memperbanyak dan memperdalam pengamalan beribadah dan beramal saleh. Seharusnya, semakin besar masalah yang kita hadapi kita harus semakin mendekatkan diri kepada Allah, bukan malah sebaliknya, menjauh sejauh-jauhnya. Akan merugilah diri kita apabila kita menjauh sewaktu ditimpa banyak masalah. Ketika orang-orang sedang nyenyak tidur di malam hari, kita sudah seharusnya bangun malam dan terus melaksanakan ibadah salat tahajud, istikharah, witir, memnaca Al-Qur’an, berdoa, dan berdzikir kepada Allah. Lebih baik kita menangis sambil minta tolong kepada-Nya bagaimana agar kita diberi kekuatan dalam menghadapi masalah tersebut.



Ujung kegelisahan harus kita sambungkan dengan perasaan optimis, antusias, pikiran dan perasaan terbuka, serta mentalitas yang siap membangun. Akhiri kegelisahan kita dengan semangat beribadah dan beramal saleh. Dengan upaya demikian sudah pasti Allah menggantinya dengan kekuatan diri dan keberhasilan yang kita raih. Terpenting pada saat kita sedang ditimpa musibah kita harus bersabar, dan pada saat kita sedang senang, maka kita harus bersyukur kepada Allah. Kita terus bergerak maju untuk menjadi ahli sabar dan ahli syukur. Berbagai situasi dan kondisi kita harapkan menjadi ladang sabar dan syukur.



Untuk menyikapi dua keadaan baik dan buruknya keadaan atau orang, maka kita harus mampu mengekpresikannya dengan baik. Bukan sarana mengekspresikan diri lewat lisan yang sifatnya tidak akan lama. Sarana tulisan akan lebih tahan lama dan langgeng dalam upaya mengekspresikan suka dan dukanya keadaan diri kita. Kita gunakan sarana menulis dalam mengungkapkan masalah dan bagaimana kita mencari solusi dari masalah tersebut. Bagi saya menulis itu ternyata mengandung keajaiban yang mampu mengubah diri ke arah kebaikan. Kegiatan menulis bagi saya terasa mengandung solusi seolah-olah ada keajaiban.



Darimana kita tahu sepak terjangnya para pahlawan yang kejadiannya sebelum kita mampu menyadari keberadaannya? Darimana kita tahu keadaan negara kita sebelum kita dilahirkan? Darimana kita tahu keadaan dan peristiwa zaman Rasulullah sampai generasi saat ini? Semuanya sebagian besar dari peranan tulisan berupa buku-buku atau bentuk tulisan yang lainnya. Oleh karena itu menulis bagi saya mengandung keajaiban.

0 komentar:

Posting Komentar