Jumat, 01 Juni 2012

BELAJAR DARI ALAM
Oleh: Jajang suhendi

Perasaan sedih karena kegagalan yang pernah aku alami terbawa-bawa kea lam mimpi. Ternyata jawabannya tidak disangka-sangka muncul tanpa diundang dan dipersiapkan sebelumnya. Ketika dating muncul menghampiriku, maka ketika itu pula aku menyambutnya dengan tangan terbuka. Namun datangnya bukan lewat lisan secara langsung. Dia muncul di benak setelah aku memperhatiakan keadaam waktu malam dan siang. Aku merasakan yakin dengan menghidupkan hati dengan keyakinan kepada Allah akan mengabulkan keinginan setiap makhluk-Nya.
Hingga saat ini aku masih terkungkung dengan utang. Terutama utang ke pihak Bank rasanya sulit untuk melepaskan darinya. Entah apa yang membuat aku terlilit utang tersebut. Perilaku rasanya tidak melakukan kesalahan yang dilarang oleh Allah. Kenyataannya aku mampu menjadi sarjana dan anak-anakku minimal lulusan sarjana. Di balik proses menjadikan diriku dan anak-anak pribadi bermutu dan bermartabat, dampaknya aku banyak utang. Namun apapun yang terjadi tentu ada kesalahan dalam bertindak dari pihak diriku. Aku tidak boleh memungkiri kelemahan yang membuat diriku gagal.
Tanpa penyebab kesalahan bertindak tentu aku tidak mungkin gagal. Namun sebaiknya kegagalan tersebut sudah menjadi nasib atau jalan hidupku yang benar-benar harus aku syukuri. Betapa tidak? Hal itu suatu tanda bahwa aku masih diperhatikan disayangi lewat jalur ujian kesulitan ekonomi rumah tangga. Harus aku jalani sepenuh hati agar aku mendapatkan limpahan rahmat dan karunia-Nya.
Allah menciptakan diriki dengan permasalahan dan pemecahannya. Pemecahan masalah yang harus dihadapi sekuat perasaan, pikiran, dan tenaga yang maksimal sebagai tanda terima kasih Allah yang telah melimpahkan nikmat panca indera dan indera keenam. Suatu nikmat yang tidak diberikan kepada hewan dan makhluk lainnya. Sungguh suatu berkah melimpah yang tiada tara keunggulannya. Patut aku mensyukuri dengan aktivitas yang semaksimal mungkin melakukannya.
Dengan mata aku menyaksikan kejadian malam dan siang. Di waktu malam aku melihat cahaya bintang-bintang di langit. Cahayanya terang sungguh indah dipandang membuat diriku merasa takjub atas keagungan Allah. Mengapa bintang-bintang cahayanya terang? Aku berpikir bintang bercahaya karena tidak ada cahaya matahari. Berbeda dengan keadaan waktu siang hari cahaya bintang terkalahkan oleh cahaya matahari. Hal itu bagiku mengandung pelajaran yang sangat berharga. Berharga sebagai solusi atas setiap permasalahan yang menimpa diriku.
Apabila aku hubungkan keadaan waktu malam dan siang dengan keadaan diriku yang sedang tertimpa masalah utang, maka aku menemukan banyak nilai bagiku. Cahaya bintang dan cahaya matahari ibaratkan dengan keadaan susah dan senangnya diriku. Adanya cahaya bintang karena tidak ada cahaya matahari, menjadi pelajaran bagiku. Ada keberhasilan atau kesuksesan karena adanya kegagalan. Sukses diibaratkan cahaya bintang di waktu malam setelah adanya keadaan gelap (banyak utang dengan permasalahan yang lainnya). Yang aku harapkan tentu hidup tidak mengalami susah dulu, tetapi langsung kaya berkah dan bermanfaat bagi semua orang yang ada di sekitarnya.
Keadaan senang tanpa susah akan berdampak buruk dalam bentuk yang lain. Orang yang sejak kecil sampai dewasa mendapatkan warisan banyak dari orang tuanya. Ditambah dia kuliah sampai bekerja menjadi dokter misalnya. Apabila dia tanpa adanya upaya diri untuk memperhatikan kualitas diri dan orang lain, maka rasanya orang tersebut menderita kerugian. Dia terjebak dalam kesenangan sewaktu di dunia saja sementara kelak di akhirat kosong tanpa makna. Sebenarnya Allah menguji manusia dengan dua keadaan senang dan susah.
Kesenangan dan kesuksesan yang dibentuk dengan perjuangan secara mandiri akan dapat dirasakan hasilnya dengan kepuasan dan rasa syukur kepada Allah. Sementara kesenangan dan kesuksesan yang dibentuk tanpa perjuangan atau karena nasib baik dari warisan orang tua, hasilnya kurang bermakna. Kelebihannya tidak dipergunakan untuk kemanfaatan orang banyak. Dia sibuk mengurus kepentingan diri dan keluarganya saja. Perhatian dan kepedulian untuk sesama kurang diperhatikannya. Sungguh dia terjebak dengan ujian kesenangan tersebut.
Yang aku harapkan hidup bahagia yang hakiki. Bahagia banyak rizki kemanfaatan untuk kepentingan ibadah dan beramal saleh. Aku mau menjadi insana yang berani memberi banyak harta kekayaan, perasaan dan pikiran untuk kepentingan ibadah dan amal saleh. Orang lain tidak berani memberi sumbangan tersebesar untuk membantu kaum duafa, rumah ibadah, dan pengembangan ilmu pengetahuan dari anak-anak yang tidak mampu. Terpenting aku diberi ketabahan dalam menjalani keadaan susah dulu, banyak masalah dulu, dan banyak menghadapi rintangan perjalanan hidupku. Ibarat cahaya bintang di waktu malam dari awal malam sampai perbatasan di waktu pagi. (20 November 2011)

0 komentar:

Posting Komentar