Sabtu, 02 Juni 2012

MENGAPA GURU HARUS MENULIS?

Oleh: Jajang Suhendi
(Cikedal-Pandeglang)

Menurut pengamatan penulis, sebagian besar guru belum membiasakan diri menulis. Dan menulis bagi mereka belum menjadi budaya. Pada umumnya budaya menulis di kalangan guru masih rendah. Padahal kegiatan menulis seharusnya menjadi ciri khas yang membedakan antara kaum guru dengan kaum non guru. Padahal setiap orang harus mempunyai ciri khas, termasuk kemampuan guru dalam bidang profesinya harus dapat kita bedakan dengan kemampuan non guru. Menurut pendapat penulis, mereka bukan tidak bisa menulis, tetapi mereka belum merasakan manfaat secara langsung dari kegiatan menulis tersebut. Hendaklah mereka banyak mencoba berlatih menulis. menggunakan waktu luang sebagai suatu kesempatan yang baik digunakan untuk menulis. Mau kapan lagi wahai para guru untuk menulis setiap waktu luang?

Kemampuan menulis guru harus lebih tinggi dari petani, dan pedagang misalnya. Dari guru yang belum sama sekali terbiasa menulis sampai guru yang sudah terbiasa menulis harus tetap melakukan kegiatan menulis tersebut. Untuk melihat prestasi belajar siswa yang baik harus diawali oleh prestasi guru itu sendiri. Termasuk prestasi menulis guru harus lebih tinggi disbanding dengan prestasi menulis siswa. Kemampuan menulis guru dalam bidang pendidikan dan khususnya bidang pembelajaran harus menjadi bahan penelitian secara seksama. Dalam bidang menulis yang merupakan kajian guru pada zaman informasi ini tidak bisa kita hindari

Penulis mau lebih banyak menyoroti kemampuan guru dalam bidang tulis-menulis pada saat-saat ini. Di mana pada saat inilah pekerjaan menulis bagi guru merupakan tuntutan yang tidak bisa dihindari. Dengan adanya Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan bagi guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah harus mampu lagi menulis Penelitian Tindakan Sekolah (PTS). Setiap kenaikan pangkat dari golongan IV/a ke IV/b mereka harus membuat karya tulis berupa PTK dan PTS tersebut. Diharapkan para guru mampu menulis karya-karya tulis tersebut secara mandiri dan orisinil hasil buatan sendiri.

Sangatlah kurang pantas apabila guru tidak mampu menulis walaupun hanya satu paragraf sederhana saja. Oleh karena itu untuk mengurangi ketidakpantasan tersebut, marilah kawan-kawan guru untuk memulai menulis pada saat ini. Kita jangan menunggu sampai semangat menulis hilang kembali. Memang kalau kita menunggu datangnya semangat menulis sangat sulit. Pada dasarnya kita malas untuk melakukan yang dianggapnya sulit. Atau dianggapnya kurang bermanfaat dan tidak langsung diarasakan manfaatnya. Apalagi banyak guru yang mampu secara finansial yang sumbernya dari bidang lain. Atau bisa saja mereka mandiri secara finansial dari modal yang bersumber dari penghasilan (gaji), tetapi bukan langsung dari kegiatan bidang profesinya sebagai guru.

Keberhasilan bidang finansial di luar jalur profesi keguruan merupakan penyebab tidak maunya guru melakukan kegiatan menulis. Berbeda dengan guru yang sukses yang diawali dengan karier sebagai guru penulis. Namun penulis dalam waktu yang sangat lama tidak fokus pada kegiatan menulis ini dapat dilalui oleh siswa yang aktif dan terfokus kegiatannya menulis. Mereka melakukan percepatan dalam bidang tulis-menulis. terbentuklah seorang mahasiswa atau sarjana yang mempunyai keahlian dalam menulis. Bahkan ada yang sudah menjadi penulis buku berkualitas padahal usianya masih muda. Jelas pekerjaan yang dilakukan dengan lebih terfokus akan berdampak cepat berhasil.

Dalam bidang menulis yang dilakukan secara terfokus akan mengahasilkan berupa finansial yang memadai. Pada awalnya mereka menulis untuk mendapatkan uang berubah menjadi mereka menulis terus dan uanglah yang mengikutinya. Menulis untuk mencari uang setelah itu uanglah yang mencari penulis. Penulis buku Ayat-ayat Cinta, Laskar Pelangi, Mengikat Makna Update, dan penulis produktif lainnya bisa sukses dalam bidang menulis menandingi pembisnis yang unggul dalam bidang finansial dan tentu mereka unggul dalam dakwah lewat tulisan memberi pencerahan kepada setiap orang yang mau membaca, menghayati, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-harinya. Mereka sukses menulis karena tidak berpangku tangan mengandalkan datangnya perasaan senang menulis. Mereka benar-benar bisa mengalahkan rasa malas dan bosan untuk menulis. Mereka berani mencoba menulis sampai sukses menghampirinya.

Kita jangan menunggu datangnya semangat menulis. Walaupun kita pada saat tertentu tidak mau menulis, seharusnya kita mencoba menulis apa saja terpenting di dalam ingatan kita ingin menjelaskan dan berbagi kepada sesama tentang suatu ilmu dan pengalaman lewat menulis. Kita miliki ide-ide dalam pikiran dan perasaan kita sebelum datangnya waktu yang tepat untuk menulis. Agar kita mau dan lancar menulis, kita harus mampu melibatkan pikiran dan hati ke dalam kegiatan menulis tersebut. Awali menulis itu dengan keterlibatan pikiran dan hati kita sendiri. Menulislah dengan hati terdalam tanpa menghiraukan pikiran benar dan salah apa yang akan kita tuliskan. Sikap seperti itu menghambat dalam menulis. sampai waktu puluhan tahunpun kita tidak akan bisa menjadi penulis profesional. Kita akan jalan di tempat berpuluh-puluh tahun tidak akan mampu menulis yang memberdayakan kemampuan kita.

Alasan mengapa sebagian guru tidak mau menulis, maka penulis hanya beranggapan bahwa mereka tidak mau menulis itu karena belum mengetahui dan merasakan manfaat menulis tersebut. Pada umumnya mereka masih terpaku pada budaya mengobrol, menonton dan berbicara secara lisan. Memang kita tidak bisa menghindari komunikasi lisan dalam kehidupan ini, tetapi yang penulis maksudkan janganlah kegiatan mengobrol, menonton, dan berbicara menjadi budayanya tanpa memperhatikan kegiatan menulis sebagai budayanya. Supaya kegiatan mengobrol, menonton, dan berbicara secara lisan lebih produktif, maka hal tersebut harus ditindaklanjuti dengan kegiatan menulis. menurut Pak Hernowo antara membaca dan menulis bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Terlahirlah sebuah buku “Mengikat Makna” yang menjadi teman sejati penulis sampai bisa menulis artikel yang bisa diterima redaksi Majalah Bulanan tingkat kabupaten dan tingkat propinsi.

Memang apabila kita saksikan banyak guru yang pandai berbicara secara lisan, tidak mampu menulis sesuai dengan aturan kebahasaan. Namun terpenting bukan aturan menulis secara teoritis yang diutamakan pada saat-saat sekarang. Bukan banyak pertimbangan takut salah atau belum mampu menulis, tetapi terpenting menulislah sekarang juga. Masalah benar dan salahnya menulis bukan menjadi bahan pertimbangan sebelum menulis. Untuk memperbaiki kesalahan apa yang kita tuliskan ada saatnya yang tepat. Pada saat tenang kita bisa merevisi tulisan kita, sambil menunggu istri memasak di dapur, kita memegang netbook dan mulailah pada saat itu pula kita merevisi tulisan yang telah kita tuliskan sebelumnya atau pada saat itu dapat kita gunakan untuk menuliskan apa saja untuk mengolah ide-ide yang ada di dalam benak kita.

Menulislah dan merevisi tulisan kita sesuai dengan waktunya masing-masing. Jangan kita melakukan revisi pada saat kita memulai untuk menuliskan ide-ide. Biarkan saja tulisan kita mengalir dari lubuk hati atau pikiran kita tanpa tergannggu oleh masalah revisi. Apabila hal tersebut kita lakukan pada saat menulis dan mengolah ide-ide kita dalam bentuk tulisan, maka percayalah tulisan kita tidak akan pernah jadi-jadi. Penulis mengalami puluhan tahun dari tahu 1982 sudah bamyak menulis, tetapi tidak pernah ada tulisan yang jadi dan bisa diterima di majalah atau koran. Namun setelah penulis tidak menghiraukan kesalahan apa yang dituliskan, terus saja penulis mengekspresikan ide-ide lewat menulis. Penulis mencoba menempatkan kapan waktu penulis menulis dan kapan waktunya penulis merevisi. Dua hal penulis lakukan sesuai dengan situasi dan kondisi yang tepat.

Adapun untuk memperbaiki kesalahan menulis ada waktunya. Ada saatnya kita merevisi tulisan kita. Sebenarnya mereka kurang disiplin waktu dalam mengarahkan pada suatu aktivitas yang sia-sia. Yang sering kita saksikan tidak kalah pentingnya adalah budaya menonton televisi. Hampir sebagian besar waktu mereka digunakan untuk menonton tanpa apresiasi dan menjadi pelajaran dari apa yang mereka tonton tersebut. Menonton TV tidak ada salahnya selama kita bisa menggunakan pendekatan yang lebih produktif. Menonton dan menulis kita hubungkan bagaikan saudara kembar yang saling menolong sehingga tercapailah keberhasilan dalam bidang tulis-menulis. dekatilah kegiatan apa saja dengan menulis. Selain menonton, membaca juga bisa kita dekati dengan kegiatan menulis.

Orang yang menyukai menulis atau membaca dalam mengisi waktunya tidak sia-sia. Begitu mengobrol sekalipun dia sambil memperhatikan bahan untuk dituliskannya. Hasil pembicaraan antara dirinya dengan orang yang diajak bicara tidak begitu saja dibiarkan tanpa adanya proses menuliskannya. Semua bahan pembicaraan secara lisan diubah menjadi bahan pembicaraan secara tertulis. Apa yang dibicarakan secara lisan diambil makna dan manfaatnya. Rasanya tidak berarti apabila bicara tanpa menghasilkan sesuatu. Maksudnya, hasil pembicaraan lisan diekspresikan kembali secara tertulis. Setelah kita tahu betapa banyaknya manfaat menulis, maka kita harus mengakhiri dan menindaklanjuti kegiatan apa saja dengan menuliskannya. Semoga menonton, mengobrol, dan komunikasi lisan menjadi hal yang lebih produktif dengan menuliskannya.

Orang yang mementingkan kegiatan membaca dan menulis dalam menggunakan waktu senggangnya hanya sedikit mengobrol tetapi lebih banyak menulis setelah membaca, mengobrol, dan kegiatan lainnya. Semua apa yang dilakukannya bermuara pada kegiatan menulis. Bagi guru menulis setelah membaca materi bidang pendidikan, psikologi dan materi yang berhubungan dengan bidang profesinya. Komunikasi tertulis bagi orang yang suka dan mampu membaca dan menulis lebih banyak daripada komunikasi lisan (mengobrol). Dengan memanfaatkan kegiatan menulis, semuanya lebih mendatangkan manfaat yang lebih banyak. Rasanya tidak aka ada kesia-siaan apabila ditindaklanjuti dengan kegiatan menuliskannya. Membaca apapun akan menjadi produktif apabila hasilnya kita tuliskan.

Kita bertanya atau mewawancai seorang kepala sekolah yang berhasil dalam memajukan prestasi belajar siswanya, maka kita tuliskan tentang mengapa mereka sampai berhasil. Jawaban mereka merupakan bahan inspirasi menulis yang lebih berharga daripada kita hanya bertanya tanpa menuliskannya. Pertanyaan seperti itu akan terbuang begitu saja apabila tidak ditindaklanjuti dengan menuliskannya. Bisa berarti bicara tanpa bukti apabila kita bertanya tanpa kita mau melanggengkan lewat menuliskannya. Termasuk membaca juga tanpa menuliskan ringkasan, rangkuman atau menggabungkan materi yang kita baca dengan materi yang sudah menjadi milik kita rasanya tidak produktif. Maka, penulis mengajak kepada rekan-rekan seprofesi untuk memanfaatkan kegiatan menulis sebagai sarana pengikat makna dan pengembang makna.

Membaca kita jadikan kebiasaan dan budaya positif yang perlu kita adopsi, dari orang-orang yang rajin membaca. Kita teladani orang-orang yang rajin membaca dan banyak tulisan yang dihasilkannya. Kita jadikan idola orang-orang yang suka membaca sekaligus menuliskannya. Hal itu sangat berharga dan bermanfaat bagi kita. Terutama apabila kita suka akan ilmu pengetahuan, informasi dan pengalaman. Membaca merupakan syarat mutlak baiknya menulis. Jika kita memulai belajar menulis maka perbanyaklah membaca, menyerap informasi sebanyak-banyaknya dari media massa. Jika kesadaran guru sudah meningkat dari kebiasaan membaca menjadi menulis. Saya yakin, pendidikan di negeri ini akan maju dengan pesat.

Namun sungguh disayangkan sebagian besar guru belum memiliki kemampuan membaca dan menulis. Mereka harus selalu meningkatkan kompetensi dibidang tulis-menulis atau jurnalistik. Kegiatan menulis bagi guru pada saat ini merupakan syarat dalam sertifikasi. Kompetensi menulis bisa dijadikan dasar dalam berbagai tulisan ilmiah dan penelitian tindakan kelas. Mengapa guru harus menulis penelitian tindakan kelas(PTK)? Pada saat ini hanya gurulah yang lebih tahu permasalahan di bidang pembelajaran di kelas. Mereka lebih tahu bagaimana menyelesaikan permasalahan tersebut.

Sementara para ahli di bidang lain yang mampu meneliti tidak seperti guru tindak lanjut dari penelitian tersebut. Setelah guru melakukan penelitian, maka hasilnya bisa langsung diterapkan dalam proses pembelajaran selanjutnya dengan lebih baik. Memang peneliti lain selain guru mampu meneliti di dalam kelas, tetapi hasil penelitiannya bisa saja tidak diaplikasikan di sekolah. Oleh karena itu kegiatan menulis karya tulis ilmiah sangat penting dilakukan oleh guru dan pihak peneliti yang lain sifatnya membantu. Dengan adanya kolaborasi dalam penelitian dan dibuktikan dengan karya tulis.

Banyak manfaat bagi guru apabila mereka membiasakan diri menulis, minimal ada enam nilai manfaat dari menulis. Sebagaimana The Liang Gie (1992:1-3) mengatakan tentang nilai manfaat menulis, yaitu (1) nilai kecerdasan, (2) nilai kependidikan, (3) nilai kejiwaan, (4) nilai kemasyarakatan, (5) nilai keuangan, dan (6) nilai kefilsafatan. Setiap guru menulis harus sedikitnya mengandung enam nilai tersebut. Atau walaupun hanya satu nilaipun dari kegiatan menulis lebih baik daripada tidak sama sekali menulis. Apapun tujuan kita melakukan sesuatu tujuannya adalah mendapatkan nilai-nilai kebenaran. Termasuk kegiatan menulis mengapa harus dilakukan oleh para guru apabila ingin menularkan generasi penerus yang memiliki kecerdasan.

1. Nilai Kecerdasan

Dengan menulis, seorang guru dituntut untuk menghubung-hubungkan ide yang satu dengan yang lainnya. Bahan bacaan yang telah kita baca menjadi ilmu dan pengalaman akan lebih baik apabila dihubung-hubungkan dengan bahan yang dibaca pada saat itu. Menulis merupakan sarana memadukan du aide atau lebih menjadi satu ikatan ide yang lebih bermakna.

Begitu pula dengan menulis kita akan mampu merencanakan uraian yang sistematis dan logis, menimbang suatu perkara yang tepat, selalu mengamati dan menganalisis fakta sosial yang selalu berubah secara dinamis. Namun walaupun pada awalnya menulis yang tidak sistematis juga bisa bermanfaat apabila kita secara terus-menerus rajin merevisi dan mengembangkan dan akhirnya tulisan kita bisa lebih sistematis. Bagusnya tulisan kita akan memperbagus pola pikir dan pola pembicaraan kita. Tanpa disengaja dengan menulis yang sudah menjadi kebiasaannya akan mempengaruhi pola tingkah laku kita.

Secara tidak langsung menulis merupakan upaya mengikat makna (penulis meminjam istilah dari Pak Hernowo). Bebagai makna yang berseliweran bisa kita ikat dengan kegiatan menulis. Berbeda dengan orang yang rajin membaca tanpa dibarengi dengan menulis yang efektif, makna-makna yang berseliweran berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya kepaduan makna. Menulis pantas sekali disebut kegiatan mengikat makna tersebut. Sangat terasa bagi penulis ketika menyukai kegiatan membaca sekaligus mengikatnya dengan menulis, maka penulis lebih cepat sedikitnya mampu menulis artikel lebih banyak dari waktu-waktu sebelumnya.

Dulu sebelum akrab dengan istilah mengikat makna (menulis), walaupun puluhan tahun belajar dan berlatih menulis penulis tidak mampu menulis artikel satu judulpun. Jelas bagi penulis, menulis merupakan kegiatan yang mampu menambah kecerdasan dari waktu-waktu sebelumnya. Jika guru membiasakan untuk melakukan aktivitas menulis, maka secara otomatis akan selalu meningkatkan daya pikir, kemampuan imajinasi, kreativitas, memori, dan kecerdasan.

2. Nilai Kependidikan

Seorang penulis pemula yang terus saja menulis, walaupun tulisannya belum berhasil diterbitkan atau tulisannya berkali-kali ditolak, sesungguhnya telah melatih diri untuk tabah, ulet, dan tekun. Pekerjaan menulis yang dilakukan dengan penuh komitmen, Insya Allah pada suatu saat akan mencapai keberhasilan. Berhasil dalam dunia kepenulisan tidak sedikat yang hidupnya lebih sukses. Penulis merasa yakin walaupun sudah berusia setengah abad bila biasa menulis akan sukses seperti orang-orang terdahulu dalam bidang tulis-menulis.

Bila telah sukses, pastilah akan termontivasi untuk meningkatkan karya tulisannya, meningkatkan untuk menulis yang lebih bagus. Bukankah ini adalah pendidikan yang luar biasa? Pendidikan yang dicapai lewat menulis rasanya akan lebih cepat dirasakan daripada sekedar lewat membaca saja. Dapat penulis alami, penulis hampir tiga puluh tahunan membaca tanpa menghasilkan tulisan yang baik. Memang menurut pengalaman penulis, walaupun kita puluhan tahun membaca tanpa ditindaklanjuti dengan menuliskannya, maka hasilnya nihil.

3. Nilai Kejiwaan

Mengapa menulis bisa mengandung nilai kejiwaan? Tanpa nilai-nilai kejiwaan, kegiatan menulis rasanya kurang bermakna bagi diri dan orang lain yang membacanya. Menulis perlu dilakukan dengan sepenuh hati dan penjiwaan yang mendalam. Penulis dituntut untuk ulet dan terus berkarya, terus menulis, mengarang, dan pada akhirnya karya tersebut sampai di meja redaksi dan dimuat di koran, buku atau majalah. Hasil ini tentu membuat penulis merasakan kepuasan batin, kegembiraan hati, kebanggaan pribadi, dan kepercayaan diri. Semua ini mendorong untuk terus berkarya sampai ke puncak kemajuan tanpa batas.

4. Nilai Kemasyarakatan

Apa buktinya bahwa menulis bisa mengandung nilai kemasyarakatan? Tulisan yang baik akan mampu dibaca banyak orang. sekalipun tidak banyak dibaca apabila kebetulan dibaca, maka pembacanya akan merasa tertarik. Penulis yang sukses, tulisannya akan dibaca masyarakat banyak, diapresiasi, menjadi sumber inspirasi, bahkan bisa sebagai rujukan masyarakat. Maka di sinilah, penulis mendapatkan penghargaan masyarakat yang luar biasa, baik berupa pujian, keteladanan, atau pun bentuk penghargaan yang lain.

Namun penulis masih dalam tahap pemula sudah merasakan nikmatnya disapa orang yang tempatnya berjauhan. Ketika penulis bertemu pada acara peringatan hari besar misalnya, penulis disapa tentang bagaimana caranya menulis artikel agar bisa diterima penerbit. Padahal penulis belum merasa baik dalam menulis, tetapi di dalam hati masih ada perasaan ada peningkatan dan ada lebihnya dari orang yang tidak sama sekali menulis. Walaupun kenyataan sehari-hari orang yang kurang pandai berbicara secara lisan, tetapi menulisnya lebih banyak kita baca di surat kabar, majalah, dan buku. Orang tersebut bukan berarti bodoh tetapi mungkin ilmu dan pengalamannya untuk disampaikan dengan cara menuliskannya.

5. Nilai Keuangan

Penulis sukses, tulisannya dimuat, diterbitkan dalam bentuk koran, majalah, buku, atau apa pun yang berorientasi profit, akan mendapatkan imbalan uang dari pihak-pihak yang menerbitkan karya-karyanya. Dapat kita baca buku karya Drs. Toharudin (Abu Al-Ghifary), beliau menjadi orang kaya secara ilmu dan secara finansial menandingi para pembisnis. Dan banyak lagi para penulis yang mampu mencapai derajat para pembisnis dan para investor dalam bidang finansial. Penulis merasa tertarik dengan perilaku seperti itu. Mereka kaya arti dan kaya harta yang mampu membuat dirinya berhasil dan membuat orang lain merasakan keberhasilan dari dirinya.

Makin tinggi tingkat budaya membaca masyarakat di suatu negara, maka makin cerah pula masa depan penulis. Artinya menulis bisa dijadikan suatu profesi yang mulia sekaligus menjanjikan jika ditinjau dari sisi financial. Itulah mengapa penulis sebagai pemula dalam menulis sangat menyukai menulis padahal usia sudah lima puluh-tahunan. Menjelang pensiun penulis mau menikmati masa pensiun dengan kegiatan menulis yang bisa sampai dipublikasikannya. Penulis tidak mau memberi kesan bahwa dengan menulis bisa miskin. Mudah-mudahan penulis sebagai guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah dasar bisa menjadi penulis produktif. Akan memanfaatkan sisa waktu dengan kegiatan menulis yang memberdayakan diri penulis sendiri sekaligus memberdayakan orang lain.

6. Nilai Kefilsafatan

Salah satu gagasan besar yang digumuli para ahli pikir sejak zaman dahulu adalah keabadian. Jasad orang arif tidak pernah abadi. Jasad orang pintar tidak pernah kekal. Tapi buah pikiran mereka tak akan musnah. Kekal sepanjang masa, karena diabadikan melalui karya yang ditulisnya. Sampai hari ini manusia modern mengetahui kearifan Plato melalui naskah percakapannya. Sampai sekarang kita masih mengenal ajaran Aristoteles dari buku-buku yang ditulisnya. Pendek kata dengan menulis mereka ada, mereka hidup, mereka dibaca, mereka diketahui, mereka dimengerti dan mereka pun di hargai.

Seberapa besarkah niat kita untuk menulis? Sebaiknya jangan ditunda-tunda. Mulailah dari membaca. Karena membaca dan menulis adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Persis dua sisi mata uang. Menulis tanpa membaca akan menghasilkan tulisan yang tidak bermutu. Sebaliknya membaca tanpa menulis, manfaatnya hanya untuk diri sendiri. Keduanya berjalan bersama, seimbang, seirama, saling melengkapi dan menyempurnakan.

Akhirnya, setelah kita memahami manfaat menulis di atas maka sangat disayangkan jika sampai sekarang masih ada guru yang enggan menulis. Bukankah ilmu itu untuk diamalkan, dibagikan, dikembangkan dan ditanamkan serta diabadikan ke dalam diri siswa. Makan mulailah dari sekarang. Dengan menulis kita bisa menjadi diri sendiri, dengan menulis kita bisa berubah, dengan menulis kita bisaberubah. Dunia bergerak ke arah tiga gelombang, dari gelombang pertanian menuju gelombang industri, dan akhirnya sampai kepada gelombang informasi.

Dengan menulis kita bisa mengabdi, dengan menulis kita bisa beribadah, dengan menulis kita bisa berdakwah. Bukankah Islam sangat mendorong umatnya untuk menulis. Motivasi itu secara jelas dalam firman Allah dalam Al-Qur'an Surat Al-Alaq ayat 1-5 yang artinya sebagai berikut:

"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Ia menciptakan manusia dari darah yang kental. Bacalah demi tuhanmu yang mulia, yang mengajari (manusia)dengan pena, mengajari manusia sesuatu yang tidak diketahui."

Pena sebagai simbol tulisan digabungkan dengan membaca, sebuah kombinasi sinergis yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya merupakan hubungan yang erat, menjalin simbiosis mutualisme. Hal ini sesuai dengan pendapat Imam Besar Qotadah yang mengatakan bahwa Pena adalah nikmat dari Allah Swt. Seandainya ia tidak ada, maka agama ini tidak bisa berdiri tegak dan kehidupan ini tidak bisa berjalan dengan baik. Sementara itu, Imam Ghazali berkata, "Dengan menulis, Anda bisa mencerdaskan berjuta-juta manusia secara tidak terbatas"

0 komentar:

Posting Komentar