Jumat, 01 Juni 2012

SUKAI TANTANGAN
(Jajang Suhendi, Cikedal-Pandeglang)

Sebenarnya kita harus banyak belajar dari lingkungan yang ada di sekitar kita. Termasuk belajar dari benda mati selalipun. Anda tahu makanan balok ciri khas Menes-Pandeglang-Banten? Sebelum kita mengenal makanan tersebut terbayang benda keras bahan dari kayu. Padahal jenis makanan ini enak rasanya. Terbuat dari singkong atau ketela pohon yang prosesnya ditempa terus-menerus pakai alat alu (kayu panjang bentuknya selinder). Singkong masak ditempa terus-menerus sampai halus. Bahannya kelapa diparut dan digoreng dengan tambahan penyedap rasa yang dicampur, sehingga menimbulkan rasa yang membuat para pembeli tingkat bawah sampai tinggat tinggi banyak yang mampir di tempat pembuatan jenis makanan tersebut.

Tanpa tempaan benda itu tidak mungkin banyak pembeli yang mau mapir untuk membelinya. Sekedar singkong yang dimasak tidak menimbulkan rasa yang sungguh enak dimakan. Begitu juga diri manusia yang tidak menyukai tempaan rasanya tak ubahnya singkong tanpa melalui proses tempaan seperti makanan yang namanya balok tersebut. Mengapa saya menulis tentang perbandingan diri manusia dengan jenis makanan balok? Ketika saya bersama istri pulang dari Kepala Sekolahnya, sambil mengendalikan sepedah motor membonceng istri ad aide terlintas di dalam pikiran saya bagaimana kalau saya menuliskannya. Saya terinspirasi oleh kepribadian seorang kepala sekolah tersebut. Banyak orang yang mengatakan kepribadiannya kurang baik. Namun di balik sebutan yang negative tersebut tersimpan kelebihannya.

Dalam kondisi penilaian orang lain yang menganggap dia orang banyak utangnya masih berbuat rapih dalam menata rumah, sekolah, dan menata dirinya dengan penampilan yang melebihi orang pada umumnya. Seolah-olah kepemimpinannya berdasarkan dirinya bukan atas dasar para guru sebagai bawahannya. Dalam menata sekolah dan lingkungannya mampu melebihi para kepala sekolah yang lainnya. Tempaan demi tempaan dihadapi dengan seorang diri dengan ketegaran yang tidak kalah kuatnya oleh kaum lelaki yang didampingi seorang istri. Kelihatannya kuat dalam menghadapi berbagai masalah hidupnya. Menurut pandangan saya dari mulai mengenal dia ketika masih berada lengkap bersama suaminya-belum berpisah ranjang bertahun-tahun, sampai waktu sekarang memiliki kebiasaan berpenampilan melebihi orang lain.

Saya harus banyak belajar dari dia dalam menghadapi masalah, terutama dalam kondisi banyak utang masih prima dalam menghadapi pekerjaan. Seolah-olah menghadapi masalah pribadi harus dipisahkan dari masalah pekerjaannya. Keadaan masalah pribadi yang menurut pandangan orang lain kurang ternyata banyak menyimpan makna kehidupan bahwa hidup ini harus banyak tempaan agar mampu bereksistensi dengan sebaik-baiknya. Ketika saya melihat seseorang yang rumahnya bagus, punya mobil, gajinya utuh, dan kinerjanya tampil disiplin, baik disiplin terhadap dirinya maupun disiplin terhadap orang lain, malah suka sakit-sakitan dan terlalu perhitungan dalam mengeluarkan uangnya. Tampaknya seperti orang pelit saja yang membuat diri saya kurang menyukainya.

Dari kedua orang di atas saya dapat menemukan sesuatu nilai yang perlu saya jadikan bekal dalam menghadapi masalah. Yang pertama mengandung nilai keberanian dalam menggunakan sarana dan prasarana untuk kebutuhan dirinya. Sedangkan yang kedua mengandung nilai keberanian memelihara kemapanan penghasilan atau pendapatan dan menghindari masalah utang. Yang saya ambil pelajaran bukan kekurangannya, tetapi kelebihannya. Sebab, apabila saya mengambil dari sudut pandang kelemahannya tentu dampak yang saya dapatkan tentu kelemahannya saja.

Saya mulai sekarang akan mendapatkan hal-hal yang positifnya bukan yang negatifnya. Ada peribahasa seandainya pikiran dan perasaan kita yang dikembangkan yang positifnya saja tentu yang kita dapatkan hanya hal-hal yang positifnya. Sebaliknya, pikiran dan perasaan kita yang dikembangkan yang negatifnya saja tentu yang kita dapatkan hanya hal-hal yang negatifnya saja. Manusia tidak ada yang sempurna ada pasang dan surutnya perilaku, pada saat ini mungkin dia berlaku baik dan saat yang lainnya berlaku tidak baik. Disengaja ataupun secara tidak disengaja. Maka, saat yang baiknya patut saya dapatkan dan saya aplikasikan dalam kehidupan saya agar menjadi tradisi yang bermanfaat bagi kehidupan saya.

Pada intinya kedua orang kepala sekolah yang dijadikan bahan pembahasan ini mengandung nilai keberanian untuk menyukai tantangan mengambil risiko sepahit apapun. Adapun risikonya seandainya fisiknya tidak kuat bisa saja menimbulkan penyakit. Apalagi ketika jiwanya sedang labil akan menimbulkan penyakit pula. Namun penyakit dan tidaknya tetap dijadikan sarana ibadah yang patut dijadikan ladang amal bagaimana membuat sesatu menjadi pahla kebaikan.



0 komentar:

Posting Komentar