Selasa, 13 November 2012

BELAJAR DARI SEGELAS AIR


Hampir semua apa yang saya lihat, apa yang saya dengar, dan apa yang baca member inspirasi kepada saya. Setelah saya menerima masukan dari seorang penulis profesional, yaitu Mas Gol A Gong-pemimpin taman baca Rumah Dunia. Walaupun hanya baru satu kali pertemuan rasanya banyak pelajaran tentang materi kepenulisanku.
Terima kasih saya ucapkan kepada salah seorang muridku sewaktu di SD, Atih Ardiansyah dengan nama pena Fatih Beeman ( manusia lebah). Dia menjadi murid kesayangan saya yang sejak kecil menurut kepada apa yang saya anjurkan. Sejak kecil dia sudah mampu menghapal teks pidato dua lembar polio atau lebih dalam waktu sehari semalam. Sangat jarang seusia dia yang kuat daya nalarnya.

Selain itu dia sudah memiliki keberanian untuk berbicara di depan orang banyak tanpa mengalami hambatan rasa malu atau rasa lemah lainnya. Sungguh dia sekarang telah lulus kuliah di UNPAD Bandung dan katanya dia mendapat penghargaan belajar di luar negeri. Saya menulis dan berani mengirimkan ke media massa karena motivasi dan semangatnya.

Saya bertanya tentang bagaimana cara menjadi penulis buku malah dia balik bertanya “ Apakah Bapak merasa telah membesarkan hidup saya dalam dunia ya tulis-menulis?.” Dan dia mengatakan bahwa dia bisa menjadi begitu karena modal dasar menulis dari saya. Dia masih ingat dan mengatakan kepada saya bahwa hidup menjadi kepala ayam lebih baik daripada menjadi ekor singa.

Apa yang saya katakan hampir semua diingatkan dan diaplikasikan. Terkadang saya sudah lupa tetapi dia masih ingat apa yang pernah saya katakana kepadanya. Akhirnya saya memutuskan untuk banyak menulis apa saja dan berupaya untuk mengirimkan ke penerbit atau redaksi majalah yang ada di lingkungan kabupaten dan propinsi.
Alhamdulillah artikel yang saya kirim ke majala Warta Winaya yaitu majalah di bawah kepemimpinan Dewan pendidikan Kabupaten Pandeglang. Artikel yang saya kirimkan ke majalah Suara Guru Banten dapat diterima baru satu kali, dan Surat Kabar Berkah dapat menerima pula. Semoga hal itu menjadi langkah awal saya dalam mengembangkan misi di bidang menulis, membaca, pendidikan, kepribadian, dan bidang lainnya yang sesuai dengan kemampuan saya.

Pepatah yang pernah saya sampaikan kepada Fatih Beeman akan kembali kepada diri saya. Menjadi kepala ayam maksudnya seorang pemimpin diri sendiri dalam bidang kepenulisan. Saya harus lebih dahulu banyak menulis khususnya di kecamatan Cikedal. Sedangkan menjadi ekor walaupun ekor singa tetap hanya sebagai pengikut yang selalu mengikuti inisiatif orang lain yang menjadi pemimpin.

Ketika saya melihat segelas air the yang sengaja disediakan istri, maka perasaan dan pikiran saya konsentrasi pada segelas air tersebut. Ternyata banyak hal yang saya dapatkan. Di antaranya yang dapat saya tangkap makna di balik benda tersebut. Gelas saya ibaratkan sebagai keadaan diri saya, baik sebagai keadaan fisik maupun non fisik.
Diri saya sebagai satu kesatuan kepribadian yang terdiri dari hati (perasaan), dan otak (pikiran). Telah saya tuliskan kedua unsure kepribadian saya tersebut harus diberi makan makanan yang bergizi. Jadi gelas yang saya maksud sebagai perasaan saya, pikiran saya, dan jasad fisik saya yang harus kita isi dengan air kehidupan yang berarti bagi kelangsungan hidup saya.

Air menurut saya dapat menjadi singkatan dari Agama, Ilmu, dan Ridha Allah. Yang saya masukkan ke dalam gelas (diri saya) adalah tentang nilai-nilai agama Islam, ilmu pengetahuan, dan atas dasar keridhaan Allah. Untuk apa kita memiliki agama dan banyak ilmu tanpa adanya ridha dari Allah? Oleh karena itu saya sengaja menjadikan air di dalam gelas sebagai sumber inspirasi yang sangat penting bagi saya, dan tentu bagi orang lain.

Saya ibaratkan diri saya sebagai gelas yang berisi air kehidupan yang sangat berarti bagi saya di dunia dan akhiratnya. Walaupun saya menulis tentang diri saya, tetapi maknanya bisa berlaku bagi siapa saja yang menganggap penting pada isi pembicaraan yang saya maksud. Pada awalnya saya menulis untuk diri saya tetapi pada intinya untuk kita semua yang haus akan nilai-nilai agama, ilmu pengetahuan, dan keridhaan dari Allah.

Kita harus hati-hati memegang dan menjaga gelas agar tidak pecah. Begitu juga tentang gelas kepribadian saya harus kita jaga secara baik dan hati-hati. Kita upayakan gelas (kepribadian) kita diisi dengan berbagai nilai keagamaan, ilmu pengetahuan yang berdasarkan nilai-nilai tersebut sebanyak-banyaknya. Bagaimana kalau gelas (kepribadian) kita penuh dengan nilai-nilai dan ilmu pengetahuan itu? Saya jawab, dengan banyaknya apa yang kita dapatkan agar kita berikan kepada orang lain.

Saya berniat saling berbagi dengan ilmu pengetahuan yang saya dapatkan lewat belajar di sekolah, kuliah, dan lewat membaca secara otodidak. Membaca buku dan membaca lewat internet. Saya tergila-gila membaca blog, artikel, dan bentuk tulisan lainnya di internet. Dan Alhamdulillah saya bisa mendapatkan manfaat dari sumber ilmu pengetahuan tersebut. Walaupun masih sedikit terpenting biar sedikit terus saya amalkan dengan cara menyampaikan lewat menulis seperti ini.

Pikiran kita dan perasaan kita agar kita kembangkan terus dan apabila telah banyak untuk kita padatkan di dalam diri kita. Sepadat mungkin ilmu yang ada di dalam diri kita kemudian kita berikan kepada orang yang membutuhkannya. Pemberian kita kepada orang yang membutuhkan bermacam-macam materi. Orang memberikan sesuatu berupa nasihat, uang atau harta benda, dan pemberian berupa ilmu pengetahuan dan kemampuan tentang sesuatu kepada orang lain.

Namun idealnya kita harus bisa memberi berbagai hal yang sangat bermanfaat bagi kehidupan orang lain. Secara logika kita agak sulit member ilmu pengetahuan dan keterampilan apabila diri kita dalam keterbatasan. Sebagaimana gelas apabila belum penuh tidak akan bisa mengalirkan air ketika posisinya dalam keadaan berdiri tegak. Begitu juga diri kita tidak akan mampu memberi sesuatu kepada orang lain sementara diri kita dalam kekurangan.

Bisa saja kita memberi sesuatu kepada orang lain dalam keadaan kondisi serba kekurangan. Oleh karena itu Pak Mario Teguh menyarankan agar sejak usia SD sampai usia 40 tahun sebagian besar waktunya hanya untuk belajar memenuhi otak kita dan hati kita dengan berbagai kebaikan. Dan setelah usia 40 puluh tahun agar mengaplikasikannya kepada diri sendiri dan orang lain. Hal ini telah digunakan para santri di pesantren agar dalam waktu tertentu hanya belajar dan belajar saja. Baru setelah selesai bisa keluar untuk mengamalkan ilmu yang didapatnya dengan susah payah.

Memang apabila kita ingin memiliki ilmu yang aplikatif harus konsentrasi penuh pada satu sasaran atau satu disiplin ilmu tertentu. Pikiran dan perasaan kita hanya tertuju pada satu sasaran saja apabila hal itu ingin langsung bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Sementara mempelajari ilmu yang lainnya sekedar pengetahuan saja. Dan apabila memungkinkan kita tidak ada salahnya untuk menguasai sebanyak mungkin ilmu. Namun kita harus mengingat keterbatasan kemampuan sebagai manusia, apalagi kita kurang penuh dalam menuntut ilmu tersebut.

Yang benar-benar optimal dalam menuntut ilmu juga sangat sulit untuk menjadi ahli dan menguasai sebanyak mungkin ilmu sampai penerapannya. Apalagi orang yang hanya setengah-setengah dalam menuntut ilmu tersebut. Jangankan berbeda disiplin ilmu yang ingin kita kuasai, dalam satu disiplin ilmu itupun sangat dalam apabila digali secara serius.

Saya telah melakukan untuk menguasai ilmu di berbagai disiplin ilmu ternyata saya tidak mampu. Berbagai buku telah saya baca dan telah saya telaah yang ada ada hanyalah kejenuhan. Ada buku baru saya beli dan saya baca dengan berbagai metode membaca yang terbaru. Hasilnya sekedar pengetahuan yang tidak aplikatif.
Mulai saat itu saya beralih pada satu sasaran, yaitu mencoba hanya membaca dan mempelajari tentang masalah membaca dan menulis saja. Walaupun hanya sedikit saja dapat saya rasakan dengan penuh kebahagiaan. Membaca, menulis dan mengirimkannya ke penerbit atau redaksi, ternyata langsung dapat diterima. Dan bisa dibaca rekan-rekan guru dari tingkat kecamatan sampai tingkat propinsi. Padahal baru beberapa bulan saja.

Berbeda pada waktu saya terlalu berambisi ingin menguasai sebanyak mungkin ilmu dari tahun 1982 sampai bulan Agustus 2010 selama itu saya tidak bisa menghasilkan tulisan yang bisa dibaca orang lain dengan ruang lingkup yang cukup luas.
Cara belajar tempo dulu bagaikan saya minum banyak minuman, ada air teh , air es, air sirop, dan segala macam minuman yang katanya enak dan menyehatkan. Ternyata perut saya tidak menerima semuanya dalam satu kesatuan pribadi yang terbatas ini. Mulai sekarang biar hanya satu bidang kajian tetapi dihadapi secara profesional, maka akan membuat diri saya bisa profesional pula.

Saya berbicara seperti begini bukan sombong ingin dipuji orang lain, tetapi saya benar-benar ingin berbagi pengalaman bahwa dengan terlalu ambisi ingin menguasai banyak hal tanpa memperhatikan kondisi diri kita, maka tidak akan membuata diri kita seorang ahli yang aplikatif dalam mengembangkan ilmunya.

Itulah tulisan ini terinspirasi oleh salah satu benda seperti air dan gelas. Masih banyak lagi benda-benda dan peristiwa yang dapat menginspirasi saya dan begitu pula Anda apabila ada kemauan untuk mendalaminya. Semoga kita bisa belajar atau membaca buku, membaca diri kita, membaca alam beserta isinya. Kegiatan membaca ternyata akan memberikan makna kehidupan kita. Oleh karena itu sungguh sangat disayangkan apabila kita tidak mengisi kesempatan yang baik ini dengan kegiatan membaca secara luas.






0 komentar:

Posting Komentar