Minggu, 04 November 2012

BERPIKIR POSITIF DAN TUJUAN JELAS


(Jajang Suhendi, Sekretaris Cabang PGRI Cikedal-Pandeglang)


Banyak orang sangat meyakini bahwa kekuatan pikiran positif dapat membawa manusia meraih kesuksesan dalam mencapai tujuannya. Orang yang mempunyai tujuan berbeda dengan orang yang tidak mempunyai tujuan yang jelas. Bagaikan sebuah kapal mengambang di lautan luas terombang-ambing tidak tentu arah ke mana akan pergi. Ketika ada angin dari arah utara dia bergerak kea rah selatan, ketika ada angin dari arah selatan dia berbelok ke arah utara, dan seterusnya. Begitu juga manusia yang tidak mempunyai tujuan ke mana dia akan menuju hidupnya akan tersesat mengikuti hawa nafsu dirinya ataupun mengikuti ajakan dan rayuan syetan yang dilaknat Allah.


Bagaikan orang sedang berjalan di depannya terlihat pemandangan yang sangat indah, indah dipandang setelah didekati bukanlah pemandangan yang indah. Ternyata apa yang kita lihat bukan keindahan, tetapi sekedar pohon-pohon yang besar dengan di bawahnya banyak tumpukan daun-daun kering berserakan tidak ada yang mengurusnya. Indahnya gunung yang kita lihat dari kejauhan sebenarnya hanya pandangan sepintas belaka. Perkawinan kita anggap indah sebelum kita masuki dengan cara yang sesuai syariat agama. Semua masalah kebutuhan yang harus kita penuhi baik kebutuhan sehari-hari sampai kebutuhan biaya sekolah atau kuliah anak belum kita bayangkan. Semuanya tertutup dengan indahnya bagaimana kita mengekspresikan diri antara suami dan istri kelak.


Sebenarnya kita yakini pengalaman orang-orang yang dapat dipercaya bercerita tentang seluk beluk berumah tangga antara suami dan istri. Berapa uang yang harus kita keluarkan yang digunakan untuk keperluan makanan, minuman, pakaian, rumah, biaya sekolah atau kuliah, undangan teman atau saudara, dan lain-lain. Walaupun kita belum mengalami kita dengar, kita hayati dan kita anggap bahwa kita sedang mengalami hidup berumah tangga. Kehidupan berumah tangga penuh dengan berbagai keindahan yang dibarengi berbagai masalah. Sebelum kita memiliki kekuatan jiwa dan raga, maka kita dituntut untuk memperkuat dulu mentalitas diri kita dengan banyak belajar dari orang-orang yang telah mengalami terlebih dahulu dari kita, dan kita harus banyak berlatih bermain peran pada waktu menonton film atau membaca buku tentang permasalahan suami istri.


Selain kita mempunyai tujuan apa yang harus dicapai, maka kita harus menjalani proses perkawinan tersebut dengan rambu-rambu yang ada. Proses perkawinan kita jalani dengan persiapan mental positif, optimis, percaya diri, dan pendekatan ibadah kepada Allah. Tanpa hal itu dikhawatirkan kita jatuh terpelosok ke jurang yang sedalam-dalamnya apabila kita tertimpa masalah berat. Pikiran dan hati kita harus benar-benar kuat supaya kekuatan selalu menyertai diri dan kehidupan kita. Memang, tidak diragukan lagi, kalau kekuatan pikiran positif ini dan membawa manusia pada kesuksesan dalam meraih tujuannya.


Mereka yang dapat mengarahkan pikirannya selalu kearah positif, maka diyakini bahwa hasilnya adalah sesuatu kehidupan yang positif juga. Pikiran diumpamakan sebagai Bank yang harus kita masuki uang sebanyak-banyaknya. Uang kita tabung untuk keperluan positif nantinya dan besifat produktif. Pengalaman saya ketika uang pinjaman dari Bank untuk keperluan biaya sekolah, kuliah dan yang sifatnya bukan untuk mendapatkan barang, begitu uang habis akan timbul masalah yang berkepanjangan selama kita tidak mempunyai sumber penghasilan yang lain. Oleh karena itu begitu pentingnya kita sebelum mempunyai penghasilan tambahan untuk mengimbangi keperluan semacam biaya sekolah atau kuliah anak-anak. Apalagi anak kita banyak dan kita merasa dituntut untuk membuat anak-anak berpendidikan lebih tinggi.


Tujuan kehidupan berumah tangga harus sematang mungkin kita persiapkan. Tidak cukup hanya dengan tekad dan semangat menggebu-gebu mau menikah tanpa persiapan yang matang. Saya bukan menakut-nakuti kepada calon suami dan istri yang mau melangsungkan pernikahan. Yang saya maksud apabila kita mau menikah untuk mencapai titik maksimal memiliki anak-anak yang berkarakter baik, pendidikannya tinggi, mampu mandiri dari perkawinannya dalam waktu relative sebentar mampu membuat rumah dan siap menyekolahkan atau menguliahkan kembali anak-anaknya. Secara ideal kita sebagai orang tua harus mampu membuat anak-anak menjadi pelaku sejarah, penentu arah kebijakan kehidupannya, dan menjadi orang-orang berkualitas tanpa menjadi beban orang lain.


Pernikahan bukan sekedar adanya cinta antara suami dan istri, tetapi memerlukan persiapan pendidikan dan mental positif dalam menghadapi berbagai masalah keluarga yang pasti harus dilewatinya. Kita saksikan anak-anak yang dilahirkan dari kalangan atas atau berkemampuan uang banyak. Biasanya uang tinggal meminta dari orang tua, sekolah atau kuliah tidak mau karena mereka beranggapan untuk apa sekolah, kuliah, dan mempunyai pekerjaan uang sudah tersedia. Akhirnya banyak orang tanpa mempunyai pekerjaan tetap setelah menikah dan setelah orang tuanya meninggal dunia. Bahkan terbalik orang-orang yang pada awalnya tidak mampu menjadi orang-orang yang berhasil karena berbagai upaya kerja keras dilakukannya. Tanpa mengenal lelah mereka bekerja yang berdasarkan pendidikan formal dan non formal yang memadai.

0 komentar:

Posting Komentar