Jumat, 04 Oktober 2013

KEMBALILAH!


Hasil pendikan pada zaman dahulu lebih unggul daripada hasil pendidikan zaman sekarang. Keunggulan dalam penerapan budi pekerti terhadap anak-anak didiknya.Sekarang lebih menekankan pada materi intelektual dan keterampilan sementara sikapnya kurang diperhatikan. Pada zaman dahulu sistem idola sangat diutamakan, tetapi sekarang tidaklah demikian. Penekanan pada penerapan norma-norma dan nilai-nilai lebih diutamakan. Atau sikap seorang gurunya juga benar-benar diteladani. Rasa malu kepada guru bertemu di jalan apabila waktu pagi sampai siangnya tidak sekolah, tetapi sekarang lain keadaannya. Bukan malu tetapi berani terang-terangan dirinya tidak sekolah.
Sekarang saatnya kita membimbing para siswa untuk mengenal dan mempraktekkan budi pekerti di sekolah-sekolah. Sebelum mengajar, saat mengajar atau setelah selesai pelajaran dimulai, budi pekerti diajarkan dan dipraktekkan. Bagaimana anak menghormati orang tua, bagaimana siswa menghormati guru dan bagaimana hidup saling hormat-menghormati itu. Kritik memang bisa kita lakukan, tetapi bagaimana kritik yang santun sehingga pihak lain tidak merasa tersinggung. Bukan seperti kritik yang sifatnya menyalahkan dengan nada menghujat atau mrnghina. Terhadap orang yang lebih tua juga rasanya sekarang sangat berani bicara kasar. Masya Allah, semoga mereka terampuni karena ketidak tahuannya dan bukan karena kesengajaan.
Keadaan siswa atau anak bersikap tidak sopan dan santun bisa diakibatkan oleh para guru yang tidak bisa berbicara sopan dan santun. Seperti kalimat “ Kamu salah seharusnya begini!” kalimat yang seharusnya dilontarkan guru kepada siswa adalah “ Kamu pintar ya bisa menulis cukup rapi, tetapi akan lebih baik lagi kalau begini!” Mesti banyak kalimat yang harus kita berikan untuk membiasakan siswa berbicara sopan dan santun.
Pendidikan budi pekerti hendaknya sering diberikan kepada para siswa, baik pada saat proses pembelajaran pokok maupun hanya bersifat selingan saja. Saat kita di luar proses pembelajaran maupun saat kita sedang istirahat materi budi pekerti hendaknya selalu ada. Lebih sering akan lebih baik kita menyampaikan materi budi pekerti tersebut. Saat di rumah bersama anak-anak kita luangkan kesempatan untuk komunikasi dengan mereka berdasarkan materi budi pekerti. Siapa yang tidak suka materi budi pekerti berarti hatinya belum menerima kebaikan.
Sekarang masih ada perilaku sopan dan santun yang berada di lingkungan pondok pesantren atau pengajian-pengajian yang dipimpin oleh para Kiyai. Keteladanan yang digunakan mereka. Belajar dari mereka, belajar tentang materi yang diajarkan maupun belajar meniru cara mengucapkan lafadz ayat-ayat Al-Quran. Kita sudah tahu bahwa para Kiayi bertingkah laku terpuji. Namun sekarang seolah-olah para siswa jangan belajar dari para guru, tetapi hanya melalui saja dari mereka. Nasihat Kalil Gibran yang diikuti bukan tokoh Islam yang diikutinya. Memang mereka merasa gengsi belajar dari kalangan tokoh Islam.
Kalau kita perhatikan kata-kata Gibran tentang “ Anakmu adalah bukan anakmu.” Bisa ditafsirkan walaupun melahirkan seorang wanita bisa saja bukan darah dagingnya walaupun mengandungnya. Adanya bayi tabung, bayi yang dikandungnya bukan anaknya. Atau bisa saja anak yang dikandungnya itu anak sendiri, tetapi orang tuanya tidak berhak mengaturnya. Seolah-olah orang tua hanya mengatur fisiknya saja, sedangkan mentalnya orang tua tidak berhak. Bagi umat Islam tidaklah demikian, walaupun anak sudah tua bagi orang tua berhak mengatur dengan cara yang Islami. Supaya anak-anak tidak menyimpang dari aturan yang ada.
Anak-anak dibiarkan hidup seperti anak panah yang dilepaskan dari busurnya. Masya Allah, begitu mudahnya seorang manusia diumpamakan benda mati seperti anak panah. Manusia mempunyai roh yang tidak ada yang tahu eksistensinya kecuali Allah, tetapi bisa diketahui sedikitnya melalui pendidikan agama Islam. Dalam ayat-ayat Al-Quran kita bisa belajar mengetahui bagaimana mendidik anak yang baik. Mau tidak mau anak harus mengikuti perilaku orang-oranmg yang termasuk baik dalam riwayat agama Islam tersebut. Kita arahkan agar anak-anak membaca riwayat hidup para Rasul, para Nabi, para sahabat nabi, dan generasi yang melanjutkannya.
Tayangan di televisi film-film yang bukan bernuansa Islami yang dijadikan idolanya. Yang ditiru tokoh-tokoh yang berkarakter keras, kasar, dan kuatlah yang menjadi masukannya. Bukan tokoh-tokoh yang berkarakter lemah lembut, tenang, sopan santun, bijaksana,dan karakter yang baik lainnya yang diikutinya. Karakteristik anak-anak atau siswa sangat ditentukan oleh apa yang dilihatnya, ditontonnya, dipelajarinya atau yang dijadikan idolanya. Apabila baik tokoh yang diikutinya akan baik pula hasilnya, dan sebaliknya apabila tokoh jahat atau buruk yang diikutinya, maka hasilnya akan jahat atau buruk pula.

0 komentar:

Posting Komentar