Jumat, 04 Oktober 2013

MENULIS DALAM OTAK


Dunia ini tidak ada yang sia-sia bagi kita selama kita selalu berada di jaur yang benar. Dengan komitmen kita pegang apa yang benar menurut aturan agama dan Negara kita. Hati nurani yang mengukurnya. Mau tidak mau, itulah hukum sebab akibat yang berlaku. Namun ketentuan Allah di luar hukum-Nya bias menjadi pengecualian. Hal itu harus menjadi pertimbangan kita pula agar hidup kita semakin sempurna menurut pandangan Tuhan.
Sewaktu kita sedang naik sepeda motor dan kendaraan umum atau pribadi, kita bisa menjadikannya sesuatu yang sangat berharga. Di dalam benak banyak potensi otak kanan dan potensi otak kiri yang memaksa mau keluar. Namun sebagian besar manusia tidak menyadari hal itu. Harus kita berdamai dengan potensi diri kita, terutama potensi otak kanan yang kreatif mampu membuat sesuatu semakin berkembang. Termasuk kemampuan menulis harus kita kembangkan dengan landasan makna.
Dengan konsentrasi yang terbagi-bagi aku gunakan sebagai bahan kepenulisan tentang makna hubungan kemanusiaan aku dengan segala aspeknya. Hubungan aku dengan diri sendiri, hubungan aku dengan anggota keluarga, hubungan aku dengan teman sekantor, hubungan aku dengan tetangga, hubungan aku dengan lingkungan sekitarnya. Tentu hubungan aku dengan makhluk hidup yang berpondasi hubungan vertical aku dengan Allah sebagai Tuhanku Yang Maha Kuasa terhadap makhluk-Nya.
Aku melihat kembali beberapa artikel yang sudah aku tulis, baik yang sudah dimuat di majalah pendidikan tingkat kabupaten maupun artikel-artikel yang yang belum sempat aku kirimkan. Sungguh perasaanku bahagia, ternyata aku mampu berbuat seperti itu. Badan yang sebelumnya terasa sakit seketika itu menjadi sehat. Beberapa tulisan artikel yang telah aku tulis tersebut mampu mensugesti diriku. Sehat, sehat, dan bangkit jari-jari tanganku mengetik artikel kembali yang sudah lama aku tinggalkan.
Kemudian aku tengok lagi artikel-artikel itu malah semangatku menulis semakin menjadi-jadi. Tanpa garis beras, tanpa konsep, dan tanpa persiapan tertulis aku menulis di netbookku bagaikan air mengalir. Sungguh ajaib, sebelum aku memegang netbook tidak terbayang apa yang akan aku tuliskan. Namun setelah aku menengok beberapa kumpulan artikel yang telah aku tulis, potensi menulis keluar seperti tanpa aku pikirkan sebelumnya. Bagiku menulis seperti itu menyehatkan. Seolah-olah menulis itu semacam refresing dan mengumpulkan tenaga baru untuk beraktivitas, di antaranya aktivitas menulis, menulis, dan menulis.
Waktu sedikitpun aku manfaatkan untuk menulis. Bukan menulis semacam skripsi yang terasa itu-itu saja. Tanpa ada hubungannya dengan perasaan bahagia atau puas saat aku menuliskannya. Semacam paksaan seolah-olah menulis tersebut tanpa ada kaitannya dengan perasaan, tetapi berhubungan erat dengan pikiran saja. Sementara menulis yang aku harapkan adalah penyembuhan atau solusi pada setiap masalah kehidupan yang berhubungan dengan pikiran sekaligus perasaan. Sebelum berangkat lebih jauh upaya menulisku adalah penyembuhan dan solusi terutama khusus untuk diriku dan orang-orang terdekatku dulu.
Bagiku, menulis itu mesti dinikmati, bukan seperti menulis skripsi atau tulisan yang bersifat ilmiah terus. Agar tulisanku dapat aku nikmati, maka perlu suasana tenang dan sesuai dengan perasaan waktu menulis. Apabila suasana menulis telah mendukung perasaanku diharapkan aku mampu mengeksplorasi gagasan-gagasan, menikmati hal-hal baru yang aku dapatkan, dan sekaligus dapat aku berikan. Dengan menulis kita bisa mengekspresikan pikiran, pendapat, perasaa dan salah satunya menulis seperti ini. Aku mempelajari bahwa ketika kita mencoba membuka hati kita dengan menulis, kita akan mendapatkan hal-hal baru yang akan memperkaya jiwa kita.
Hal-hal yang sebenarnya bukan hal yang menyenangkan, ketika diangkat dalam tulisan membuat kita menjadi lebih mudah menerima, karena dengan menulis kita akan mengeksplorasi sisi-sisi lain dari sebuah peristiwa. Yang bisa kita baca berulang-ulang dan membangun mind-set baru dalam diri kita. Apalagi jika kita mendapatkan respon yang membangun dari orang lain, kita menjadi lebih terbuka bahwa suatu peristiwa sedih itu bukan cuma milik kita sendiri. Menulis sebagai media penyembuhan atas segala penyakit dan permasalahan yang menimpa diri kita.
Saat aku bersedih ditinggal seorang ayah yang aku banggakan, karena telah mendidik aku waktu kecil dengan penuh kasih saying telah pulang ke rahmatullah. Aku menulis tentang nilai-nilai positif yang ayah aku terapkan kepadaku saat mendidik anak-anaknya. Ada nilai empati yang terus aku bawa sampai sekarang. Diterapkan dalam mendidik anak-anakku dari kecil sampai dewasa. Ternyata membuat diri anak-anakku memiliki sifat terbuka, berani berbicara dikala diperlukan, dari tiga anak berbeda-beda karakter berhasil berjalan dengan potensinya masing-masing. Dalam waktu relatif singkat anak pertamaku sudah mandiri. Sudah menjadi PNS di Kantor Dinas Pertanian Kabupaten, telah menikah dikaruniai satu anak, dan sudah punya rumah sendiri. Tidak memerlukan waktu satu tahunpun anakku telah mampu membuat rumah sendiri.
Nilai Kemandirian
Sungguh nilai-nilai kemandirian yang telah ayahku berikan kuberikan lagi kepada anak-anakku. Aku mendidik anak-anak bervariasi, terkadang aku dengan pendekatan lemah lembut dan terkadang dengan cara tegas bahkan marah. Aku melihat segala hal dengan melihat situasi dan kondisi yang memungkinkan. Apapun yang aku hadapi memakai pendekatan menulis yang menyehatkan badanku dan jiwaku. Namun keadaan diri dan keluargaku masih menghadapi banyak cobaan. Dulu aku dicoba dengan penyakit yang menghabiskan banyak uang, masih bertahan karena aku punya uang yang cukup. Sekarang? Sungguh terasa berat, keadaan keuangan keluarga minus mungkin karena kesalahan dalam pengelolaan uang atau memang hal itu sebagai ujian bagiku sebelum mencapai kesuksesan di akhir perjalanan hidupku. Seperti belum selesai menguji kesabaran, ketabahan, dan karakter-karakter positifku lainnya. Semoga saja aku dan anggota keluarga bisa lulus sebagai pemenang.
Selain nilai-nilai kesabaran yang memang harus pertahankan dalam menjalani kehidupanku, nilai kepasrahan juga mengikutinya. Coba kita bayangkan, betapa sedihnya ketika aku dililit utang. Para penagih utang kejam apabila memarahiku dan istriku berani di depan orang banyak. Harga diri hampir tercemar dengan adanya pihak penagih yang tidak tahu menahu tentang kondisi diri aku sekeluaraga. Minta bantuan kepada orang lain dalam hal keuangan, meminjam uang pakai bunga atau menagihnya dengan cara tidak sabar dan menyakitkan hati. Hanya satu yang aku dapatkan, nilai kepasrahan kepada Allah. Berusaha pinjam kesana-kemari sudah aku lakukan, ternyata kehendak Allah menggunakan perantara orang-orang yang baik hati. Mungkin aku diberi cobaan semacam itu agar aku tidak sombong dengan kemampuan yang diberikan-Nya.
Dalam kepasrahan ada nilai-nilai lain yang aku dapatkan, yaitu nilai kekuatan keyakinan bahwa Allah sudah mempersiapkan balasannya yang membahagikan. Seperti yang sudah aku jelaskan di muka, anak pertamaku bisa mandiri dalam usia muda sudah punya pekerjaan, jabatan, dan rumah yang jarang didapatkan oleh orang-orang pada umumnya. Anak kedua sudah menjadi sarjana agama dalam usia muda, walaupun masih menjadi tenaga sukwan di SD. Masih banyak harapan dia sudah mempunyai bekal ilmu dan kemampuan beragama, taat dalam melaksanakan perintah agama dan perintah orang tua. Sementara anak yang ketiga? Walaupun masih kuliah di Fakultas Pertanian baru semester 2, dia mempunyai kelebihan dalam berempati terhadap sesame teman dan orang tua. Sungguh terpuji anakku yang satu ini disukai banyak orang karena berperilaku terpuji. Setiap berbicara mengandung siraman pada hati orang yang sedang sedih atau marah. Padahal usianya masih muda, tidak kalah oleh teman sebaya dan orang-orang yang lebih tua sekalipun.
Apa saja bisa aku tuliskan dengan landasan penyembuhan dan solusi. Belum lagi setelah tulisan kita diakui dan diminati banyak pembaca apabila telah banyak diterbitkan di media cetak atau media elektronik-internet. Aku mengharapkan dengan upaya menulis ini tugasku selain makhluk individual juga sebagai makhluk social yang bisa berhubungan luas lewat internet atau media cetak. Melalui buku atau artikel, aku semoga bisa berinteraksi lewat media tulisan. Tukar-menukar gagasan dan pengalaman dengan dunia tulis-menulis. Dengan menulis katanya sampai lupa waktu, menikmati indahnya mengeluarkan unek-unek, gagasan, ide-ide, dan pengalaman lewat kegiatan menulis. Sedang sakit lupa akan penyakitnya, sedang sedih lupa kesedihannya, sedang marah lupa kemarahannya, sedang khawatir lupa kekhawatirannya, sedang banyak utang lupa utangnya (maaf lupa, bukan lupa utangnya, tapi mampu mengumpulkan tenaga untuk mencari solusi bagaimana cara membayar utangnya).

0 komentar:

Posting Komentar