Selasa, 29 Mei 2012

AKU MERASA BEBAS DENGAN MENULIS


AKU MERASA BEBAS DENGAN MENULIS
Oleh: Jajang Suhendi
(Kepala SDN Padahayu 2 Cikedal Pandeglang)
Apabila aku ingin menulis, tak ada cara yang lebih baik bagiku selain mengambil pena dan kertas, kemudian duduk dan menulis. Atau aku menyalakan komputer atau netbook, kemudian mengetik. Aku menuliskan saja apa yang ada di benakku. Tak perlu pedulikan tata bahasa atau EYD. Yang penting menulis membebaskan diri aku sendiri. Aku menghilangkan belenggu. Tak akan ada rasa marah, sedih, khawatir, dan kecewa yang tak aku tuliskan. Aku benar-benar ingin menciptakan dunia aku sendiri dan bersenang-senang lewat menulis kata-kata, kalimat atau paragraf. Rasanya bahagia dengan kerja menulis apa yang aku ingin tuliskan. Menulis rasanya sebagai upaya penyembuhan diri, jiwa dan ragaku. Memang yang aku rasakan setelah aku banyak menulis, badanku, pikiranku, dan perasaanku sehat.
Proses menulisku terkadang terasa mudah dan terkadang terasa sulit. Saat mudah dan sulitnya menulis tetap aku jalani, karena ada dampak positifnya bagiku, yaitu rasa senang dan rasa puas. Sulitnya aku menulis belum apa-apa aku menulis sudah ingin menulis sesuatu yang berbobot dengan isi dan bentuk tulisannya sesuai aturan penulisan, ingin membuat pembaca terharu, mengajak pembaca tertawa dan sebagainya. Akibatnya aku berpikir, lebih banyak berpikir daripada menuangkan gagasan melalui tulisan. Banyak ambisi yang hanya membebani diri sendiri. Padahal menulis adalah sebuah proses, ada awal ada akhir. Bagaimana akan berakhir kalau tidak mau mengawalinya. Terkadang aku merasa senang menulis walaupun terkadang ada kendala rasa segan, aku menyenangi suatu proses. Dalam hal ini proses menulis harus secepatnya dimulai tanpa harus banyak pertimbangan apapun.
Aku berusaha untuk menyelesaikan tulisanku, sejelek apapun akhirnya, yang penting tulisan itu selesai. Menghentikan tulisan di tengah perjalanan, sama saja dengan aku bila ingin minum air teh, tapi air hangat tak pernah ada. Mubazir dan buang energi saja, kan? Jadi aku menyelesaikan tulisanku. Aku menulis ternyata ada dua keadaan. Ada saat aku menulis mudah dan ada saat aku menulis sulit. Aku memegang suatu prinsip bahwa kemudahan akan selalu ada bagi orang yang memandang segala sesuatu dengan rasa senang dan menjanjikan kepada pelakunya. Dengan upaya yang tidak kenal menyerah aku melakukannya pada suatu saat akan memberi dampak positif. Sebaliknya apabila aku tidak melakukan menulis secara sungguh-sungguh atau tanpa melakukan sama sekali berarti aku hidup sia-sia. Aku tidak mau menjalani hidup dengan penuh kesia-siaan.
Menulis termasuk pekerjaan mudah-mudah sulit bagiku. Mengapa mudah atau mengapa sulit? Mudahnya menulis bagiku adalah menulis apabila yang aku tuliskannya apa saja tanpa memperhatikan tata bahasa, tanpa memperhatikan apa saja yang termasuk persyaratan lain dalam tulis-menulis. Apa yang aku tuliskan adalah apa aja yang teringat dalam pikiran dan apa yang aku rasakan dalam hati. Semua hal yang aku lihat, dengar, rasakan, dan aku renungi untuk dituliskan. Itulah anggapanku mengapa menulis itu termasuk pekerjaan yang mudah aku lakukan. Rasanya aku mudah untuk menulis apabila tanpa pertimbangan apapun selama aku menulis. Mungkin kegiatan menulis seperti itulah yang aku anggap mudah. Sesulit apapun akan terasa mudah apabila selalu yakin bahwa aku melakukan sesuai jalan keridhaan-Nya.
Menulis aku anggap sulit apabila dilakukan harus memperhatikan aturan benar dan salahnya. Menulis yang mempertimbangkan aturan tata bahasa baku bahasa Indonesia yang aku anggap sulit. Bagiku, agar menulis mudah aku lakukan tentu harus aku gabungkan cara menulis tanpa aturan terlebih dahulu sementara aturan mengikuti setelah aku rampung menulis dalam satu judul pembahasan. Ada dua keadaan yang aku lakukan dalam kegiatan menulis. Pertama, aku menulis dalam keadaan sebebas-bebasnya terpenting ide-ide tersalurkan lewat kata-kata. Benar-benar aku bebas mengekspresikan isi hati dan isi pikiranku. Berbagai perasaan baik dan perasaan buruknya aku akan aku tuliskan dengan sebebas-bebasnya menurut standarisasi pikiran dan perasaanku. Aturan menulis pada saat itu hanyalah perasaan tenang dan nyaman dalam suasana hati gelisah sekalipun.
Daripada aku bingung memikirkan nasib sial, misalnya, maka aku lebih baik menuliskannya. Menuliskan tentang kebingungan memikirkan nasib dan keadaan diriku pada saat ini. Menulis terus saat aku sedang bingung terpenting ada hasilnya di balik perasaan bingung tersebut. Bingung yang mendatangkan hasil berupa tulisan semoga membuat diri aku berhasil dalam kebingungan. Kebingungan yang membawakan hasil dalam bentuk tulisan artikel atau buku sekalipun. Mengapa nasibku bingung? Mengapa bingung selalu muncul di dalam kehidupanku bukan di dalam orang-orang yang jelas meninggalkan aturan agama? Mengapa orang yang taat beribadah sedikit rasa bingungnya daripada orang-orang yang menyepelekan ibadah? Demikianlah berbagai pertanyaan tentang rasa bingung selalu muncul di dalam kehidupanku.
Kedua, aku menulis dalam aturan kebahasaan yang mengikat tata cara menulisku. Tata bahasa akan aku perhatikan terus selama aku menulis. Seoptimal mungkin aku perhatikan tata bahasa baku bahasa Indonesia sebelum, pada saat, dan setelah aku menulis. Namun bukan dalam praktek aku menulis. Sekedar masih di dalam rencana dan pertimbangan pikiran yang lebih efektif. Kegiatan menulis seperti ini dilakukan setelah aku selesai menulis secara bebas. Kegiatan merevisi tulisanku sendiri aku tetap lakukan dengan sebaik mungkin. Daripada aku didahului revisi tulisanku oleh pihak editor, maka aku akan merevisi tulisanku sendiri. Antara menulis bebas dan menulis sesuai aturan kepenulisan aku lakukan sesuai situasi dan kondisi yang relevan.
Kegiatan menulis bebas dengan menggunakan teknik 3 T, maksudnya tulis saja, terus telaah, dan tulis kembali apa yang aku telaah. Apa yang aku lihat, rasakan, amati, dan aku perhatikan harus aku tuliskan saja. Tanpa memperhatikan untuk apa aku menulis, aku menuliskannya dengan rasa bebas, senang, tenang, dan membuat diriku terbang di dalam kebenaran. Tanpa aku memilih materi apa yang akan aku tulis, maka mulailah segera untuk menuliskannya. Menulis di balik rasa bahagia dan senang akan membuat diri aku bertambah semangat menulis. Menulis tanpa beban secara individual, sosial, dunia dan akhiratnya. Begitu aku memulai menulis pikiranku dan perasaanku dibebaskan untuk berkelana sejauh dan sekemampuan aku menuliskannya.
Setelah aku menuliskan apa saja, aku lanjutkan dengan menelaah berbagai hal yang berhubungan dengan materi yang aku tuliskan. Supaya kegiatan penuh dengan makna, maka aku mencari sumber literatur yang berhubungan langsung dengan apa yang aku tuliskan tersebut. Menulis sambil menelaah sumber literatur membuat diriku banyak menulis yang memberdayakan. Penelaahan demi penelaahan akan aku lakukan dengan semangat yang menggebu-gebu. Kegiatan penelaahan dari sumber literatur-buku, dan aku tambah penelaahan kegiatan, peristiwa, dan kejadian alam. Rasanya hidupku sangat bahagia dengan banyak menulis yang dibantu dengan kegiatan penelaahan demi penelaahan.
Setelah tulisanku selesai, aku membaca kembali. Saatnya aku lelah, aku menyimpannya untuk sementara waktu. Aku beristirahat dulu dari menulis, jalan-jalan, dan aku menyimpan dan mengendapkan di dalam netbook atau di dalam ingatan. Keesokan harinya pikiran dan perasaanku jernih kembali. Aku membaca tulisan kembali dan aku telaah atau analisa. Apa yang kurang untuk ditambahkan dan apa yang lebih aku kurangi. Mungkin ada saja ide-ide yang terlewatkan pada saat pertama aku menulis. Ide-ide yang tertuang yang terlewat untuk ditambahkan. Aku mencari kesalahan ketik dan membenahinya. Kesalahan tulis aku tandai atau langsung aku ganti dengan kata-kata atau ejaan yang benar. Tata bahasa bahasa Indonesia dan kamus aku gunakan untuk keperluan ini.
Aku menemukan kelebihan dan kekurangan tulisanku sendiri. Aku membandingkan tulisanku dengan tulisan-tulisan yang ada di koran, majalah atau buku-buku yang aku pernah baca. Banyak penulis profesional bagaimana cara memulai, menguaraikan masalah, mengatasi masalah, dan mengakhiri tulisannya yang perlu aku tiru. Namun akhirnya aku harus mampu menemukan gaya tulisanku sendiri.
Aku berhenti sejenak setelah melakukan penelaahan apa yang sudah aku tuliskan. Ternyata aku dituntut harus menuliskan kembali. Maksudnya aku sesudah menemukan kesalahan dan kekurangan tulisanku, maka aku menuliskan kembali. Proses menulis ulang atau menyunting. Jadi aku harus menjadi editor untuk tulisan aku sendiri. Terkadang kegiatan menyunting agak lama dan membuat aku lelah. Aku harus menemukan hal-hal yang tidak penting. Dan yang membuat tulisan aku tidak enak dibacanya. Tulisanku perlu dipercantik, kata-kata ada yang perlu diganti dengan padanan kata.
Bisa saja hasil suntingan berbeda dengan tulisan awalnya. Sering terjadi juga pada tulisan penulis profesional. Tulisan pertama tak lebih dari sebuah bangunan awal. Yang penting sosok bangunan terlihat dulu. Urusan bikin bagus, belakangan. Biasanya juga proses penyuntingan ini bukan hanya sekali dua kali. Bisa berkali-kali, puluhan sampai ratusan kali. Kalau kamu masih belum puas, ada baiknya kamu berikan saja tulisanmu itu pada temanmu. Minta mereka baca, dapatkan komentar dari mereka. Semakin banyak orang yang membaca tulisanmu. Akan semakin beragam masukan untuk perbaikan lebih lanjut. Apapun masukan dari temanmu, kamu harus menerima dengan lapang dada. Usulan dari mereka bisa kamu laksanakan, bisa juga kamu tolak. Setelah kamu merasa benar-benar yakin akan kualitas tulisan, maka aku harus mengirimkan tulisan ke redaksi koran, majalah atau menawarkannya pada penerbit.
Proses menulis bisa lancar apabila aku banyak membaca, memahami jenis buku dan media,
Setelah aku terbiasa menulis, ada beberapa kebiasaan yang harus aku lakukan untuk meningkatkan keterampilan menulis
Banyak Membaca
Tidak bisa tidak, jika aku ingin menulis, aku harus banyak membaca. Bacaan adalah asupan, energi untuk seorang penulis. Semakin banyak aku membaca, semakin kaya informasi dan data yang diperolehnya. Bahkan tak jarang gaya penulisan seorang mirip dengan buku yang dibacanya. aku terpengaruh dengan bahan bacaannya. Sebagai awal, copy-paste bukan masalah. Tapi pada akhirnya aku sebaiknya punya gaya menulis sendiri.
Membaca bukan berarti harus menyelesaikan satu buku. Awali proses baca dengan memindai atau scanning semua isi buku. Temukan bagian yang menarik hati, atau bagian yang memang sangat aku perlukan. Dengan menggunakan cara ini, memebaca beberapa buku bisa dilakukan dalam satu hari saja. Namun hal ini hanya mungkin diterapkan pada buku nonfiksi. Untuk buku fiksi, agak sulit membaca sepotong-sepotong. Untuk tahu keseluruhan isi buku fiksi, aku harus membaca seluruh bagian.
Memahami Jenis Buku dan Media
Ada banyak pokok bahasan buku seperti buku filsafat, psikologi, ilmu agama, sosial, sains, bahasa, sastra, ilmu murni, ilmu terapan, hiburan, geografi, sejarah dan lain sebagainaya. Buku fiksi yang sifatnya menghibur lebih banyak aku temukan, karena buku ini lebih mudah diserap pasar daripada buku-buku serius seperti filsafat dan sejarah.
Jika aku hobi membaca, aku akan lebih mudah paham, akan menulis apa. Ketika membaca, memori akan menyimpan konsep penulisan buku tersebut. Aku seperti menyimpan data ketika membaca dan mengeluarkannya saat menulis.
Buku atau media untuk setiap pembaca berbeda. Maka sebelum menulis buku psikologi populer untuk remaja, ada baiknya baca dulu buku sejenis yang sudah diterbitkan. Dengan begitu aku punya perbandingan, seperti inilah buku yang harus aku tulis.
Mengikuti Perkembangan Pasar Buku dan Penerbitan
Pasar buku terus berkembang. Tren penerbitan terus berubah. Hal ini harus aku ketahui. Jika tahun 2000 pasar buku fiksi islami sempat mengalami masa keemasan, maka sekarang hanya fiksi islami yang punya kekhasan atau menyajikan hal baru, yang akan mendapat tempat di hati pembaca. Contohnya adalah Ayat-Ayat Cinta (AAC) karya Habiburahman El-Shirazy yang mengambil setting Mesir dan beberapa daerah di Timur Tengah. AAC menyajikan setting cerita yang belum banyak digarap penulis fiksi dan berhasil menyajikan cerita yang menyentuh emosi pembaca meskipun ceritanya klise.
Pergi ke toko buku adalah cara termudah untuk tahu, sekarang sedang tren buku apa? Saat ini buku Islam cukup pesat pertumbuhannya. Ini terbukti hampir setengah anggota IKAPI, 300 lebih penerbit menerbitkan buku-buku Islam. Baik terjemahan maupun karya penulis lokal. Bahkan ada penerbit yang menerbitkan buku agama selain Islam mempunya lini penerbitan buku Islam juga.
Mengikuti diskusi di milis perbukuan juga bisa mempertemukan aku dengan praktisi perbukuan. Pasarbuku@yahoogroups, forum_lingkarpena@yahoogroups.com, adalah contoh kecilnya. Blog pribadi juga banyak membahas buku-buku yang disukai pemilik blog. Ini bisa menjadi acuan kita sebelum menulis.
Menulis yang Dekat
Tak usah iri dengan seorang penulis yang bisa menulis tentang Paris, karena dia memang menetap atau pernah tinggal di Paris. Aku juga memiliki kehidupan yang unik, tak sama dengan orang lain. Hanya saja karena aku setiap hari berkutat di sana, aku tak menyadari bahwa lingkungan aku menarik untuk dituliskan.
Seorang mahasiswa yang kuliah di Teknik Kimia, pasti bisa berbicara banyak tentang reaktor kimia. Telinga orang awam mungkin cuma akrab dengan reaktor nuklir. Padahal sebuah poci bisa dikatakan reaktor bila mencermati pengertian harfiah reaktor. Dengan membahas reaktor Selain berguna bagi para petani, setidaknya kita sudah menyalurkan ilmu yang aku pelajari. Bukankah ilmu yang bermanfaat menjadi investasi untuk hari nanti?
Membuat Jadwal dan Target Menulis
Disiplin adalah salah satu kunci keberhasilan. Tak akan pernah ada buku jika kamu hanya bermimpi jadi penulis, tapi memegang alat tulis atau berhadapan dengan software pengolah kata saja jarang. Banyak orang sering mengikuti pelatihan menulis, tapi hasil akhirnya tak bertahan lama, satu minggu ke depan sudah kembali seperti sedia kala; malas menulis.
Buatlah jadwal penulisan buku untuk satu bulan. Misalnya setiap minggu harus selesai 1 bab, maka setiap hari aku harus menyelesaikan tiga halaman tulisan. Bila target tidak tercapai aku bisa menerapkan hukuman. Jika bisa melampaui target, aku bisa memberi penghargaan untuk diri sendiri.
Bergaul dengan Penulis, Bergabung dengan Komunitas penulis
Mengikuti komunitas penulis bisa membuatmu beberapa tahap lebih maju daripada mereka yang kurang gaul. Bukan jamannya lagi penulis mendekam di gua tanpa berhubungan dengan dunia luar. Berbagai informasi bisa aku dapatkan di komunitas. Penulis yang lebih senior biasanya tak pelit berbagi pengalaman. Dengan menyerap pengalaman mereka, aku terhindar dari kesalahan teknis menulis yang pernah dilakukan oleh si senior.
Di dunia maya banyak terdapat komunitas penulis. Salah satunya adalah forum_lingkarpena@yahoogroups.com aku bisa berdiskusi, minta komentar karya, belajar menulis resensi, memberikan kritik atau minta kritik dan lain sebagainya. Meskipun begitu, teknologi tak dapat menggantikan tatap muka langsung. Kita berkomunikasi bukan hanya dengan suara, kata-kata atau kalimat. Bahasa tubuh, tatapan mata, senyuman hangat tak bisa kita dapatkan di dunia maya. Dan jangan kaget bila di dunia maya aku menemukan seseorang yang sangat ceriwis tapi ketika bertemu langsung dia adalah orang yang mempunyai lem di bibirnya.
Mengunjungi Pameran Buku, Acara Perbukuan
IKAPI setiap tahun rutin mengadakan pameran. Jadwalnya bisa kamu lihat di www.ikapi.org Penerbit besar seperti Gramedia group dan Mizan group juga sering mengadakan acara pameran, bedah buku atau peluncuran buku. Pihak sponsor atau penerbit menghadirkan penulis buku untuk berbagi dengan pembacanya. Di sinilah aku bisa berkenalan, minta nomor hp, email atau membuat janji untuk diskusi dan sebagainya. Di acara seperti ini aku akan tahu proses kreatif penulis dan lika-liku kesuksesan karyanya; sesuatu yang sangat sulit kamu dapatkan di bangku pendidikan formal.
Di acara ini aku juga bisa berkenalan dengan editor atau penerbit. Pada mereka kamu bisa menyanyakan kriteia naskah yang diinginkan penerbit. Cari tahu juga naskah-naskah yang diprioritaskan terbit. Pernelana ini adalah langkah awal untuk menjalin persahabatan dengan penerbit. Bila penerbit sudah mengenalmu, bukan tak mungkin kamu akan diminta menulis buku-buku yang sifatnya proyek dadakan.
Terakhir, satu hal yang harus selalu aku ingat jika ingin menjadi penulis sejati: Tidak ada yang instan atau serba cepat di dunia ini, semua butuh proses pertumbuhan kecuali jika ingin cepat mati.
Memang ada penulis yang baru menulis satu buku, langsung mendadak terkenal. Tapi dia kemudian mati! Ada lagi penulis yang tertatih-tatih menyusun kata, tapi karyanya dikenang sepanjang masa. Aku harus berdoa saja menjadi seperti ini: terbiasa menulis dan memberikan manfaat banyak untuk orang lain. Rasanya itu lebih berarti.





0 komentar:

Posting Komentar