Selasa, 29 Mei 2012

MENYIKAPI KARAKTER ANAK
(Jajang Suhendi, Cikedal-Pandeglang)

Karakter adalah sifat yang dibawa oleh setiap orang. Setiap orang memiliki karakter berbeda atau mempunyai karakter masing-masing. Karakter lebih mengarah pada moral dan budi pekerti seseorang, tentunya yang bersifat positif. Apabila guru sebelum melaksanakan proses pembelajaran telah memahami karakter siswanya, maka hasil yang diperolehnya akan lebih optimal. Berbeda dengan guru yang sama sekali tidak memahami karakter siswa tersebut. Ukuran keberhasilan belajar siswa dapat diketahui dari tingkat pemahaman tidaknya guru terhadap karakter masing-masing siswanya. Menurut pengamatan sepintas saya, pendidikan budi pekerti siswa zaman sekarang jauh di bawah pendidikan karakter siswa ketika saya masih sekolah. Mengapa demikian? Memang berbeda para siswa waktu dulu menerapkan pendidikan karakter setiap saat. Sebelum pelaksanaan belajar maupun di luar jam pelajaran para guru dan siswa menerapkan pendidikan karakter tersebut.
Sebelum masuk ke ruangan kelas, siswa diperiksa kebersihan badan, kuku, rambut, dan pakaian. Mereka berbaris secara tertib sebelum masuk kelas. Siswa yang kotor atau tidak berpakaian sesuai dengan ketentuan diselesaikan dulu. Ditanya atau terkadang yang rambutnya gondrong dipotong dulu. Pendidikan budi pekerti sangat diutamakan selain pendidikan yang menekankan pikiran atau pengetahuan. Perlakuan siswa kepada guru sangat baik, berbeda dengan zaman sekarang, hanya sebagian kecil saja yang masih memperlakukan baik kepada gurunya. Dulu ada pelajaran tatakrama dalam berbicara atau bersikap siswa terhadap gurunya. Oleh karena itu pendidikan tatakrama atau karakter siswa harus segera kita sikapi dengan sebaik-baiknya. Mudah-mudahan keberhasilan kualitas pendidikan secara kuantitas dan kualitas bisa tercapai dengan sebaik-baiknya.
Pendidikan karakter di masa sekarang sangat penting kita laksanakan di sekolah-sekolah. Mengapa betapa pentingnya pendidikan karakter dilaksanakan di sekolah-sekolah? Menurut Pusat Bahasa Depdiknas, pendidikan karakter merupakan bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak (Pusat Bahasa Depdiknas). Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter siswa. Guru membantu membentuk watak siswa. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Memang keteladanan guru dalam berbagai kesempatan perlu kita arahkan ke karakter yang baik supaya langsung dapat dilihat siswa. Tidak mungkin penerapan karakter yang baik tanpa ditunjang perilaku guru itu sendiri yang baik pula. Rasanya tidak baik guru mengajar di kelas dengan menggunakan bahasa yang kasar atau mengajar sambil merokok di depan kelas. Ada peribahasa guru kencing berdiri, maka siswa akan kencing sambil berlari.
Pendidikan karakter sama dengan pendidikan moral menurut T.Ramli (2003), yaitu memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Adapun tujuannya untuk membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Pada saat ini pendidikan karakter mau tidak mau harus diterapkan di sekolah, karena merupakan tuntutan berdasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus yang sering kita lihat di televise. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Tentu kita sebagai guru sepakat bahwa upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal itu sangat penting. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.
Yang kita harapkan dari proses pembelajaran adalah terciptanya siswa yang memiliki karakter baik, memiliki ilmu dan keterampilan yang siap pakai. Dari ilmu pengetahuan yang paling sederhana sampai pengetahuan yang lebih tinggi sesuai dengan tahapan mereka belajarnya. Terpenting adanya karakter yang baik sehingga membentuk kepribadian, perilaku, sifat, tabiat, dan watak yang mulia. Terbentuknya manusia yang berkepribadian utuh, banyak ilmu pengetahuan, mampu mengaplikasikan dengan landasan karakter yang terpuji. Itulah pentingnya pendidikan karakter diterapkan di sekolah-sekolah yang sudah lama meninggalkannya.
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib.
Diharapkan siswa memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan siswa mampu bertindak sesuai potensi dan kesadaran yang menunjukkan karakter mulia seperti di atas. Karakter mulia yang dijadikannya sebagai karakteristik yang direalisasikan sebagai individu yang memiliki intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku terpuji. Mempunyai ciri-ciri sebagai orang yang memiliki keunggulan. seseorang yang berkarakter unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Allah, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi ilmu pengetahuan dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
Pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam olah hati, olah pikir, olah raga dan kinestetik, dan olah rasa dan karsa. Sekarang adanya pembahasan tentang kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual, kecerdasan finansial, kecerdasan kinestik, dan kecerdasan spiritual. Semua kecerdasan tersebut harus ada di dalam diri siswa atau diri kita semua supaya pendidikan di negara kita berciri khas. Itulah sebabnya tulisan ini saya niatkan agar para siswa memiliki kepribadian yang menunjukkan cirri khas berkarakter yang terpuji. Bukan karakter ikut-ikutan tanpa kepribadian terpuji. Bukan karakter yang mengatasnamakan demokrasi tanpa tatakrama penyampaiannya. Yang dibawa atau diperjuangkannya adalah kebenaran tetapi disampaikan dengan cara tanpa karakter terpuji. Hal itu tidak menunjukkan karakter terpuji malah karakter tercela.




0 komentar:

Posting Komentar