Selasa, 29 Mei 2012

KITA BISA HIDUP DENGAN MENULIS
(Jajang Suhendi, Cikedal-Pandeglang)

Bagaimana kalau kita ubah judul artikel ini dengan Saya Bisa Hidup Tanpa Menulis? Apakah kita bisa hidup tanpa menulis? Jawaban bukan bisa atau tidaknya kita hidup dengan menulis atau tanpa menulis. Baik orang yang bisa menulis maupun orang yang tidak bisa menulis akan bisa hidup. Yang kita maksud bukan hidupnya rasecara fisik, masih adanya ruh di dalam jasad dan bisa bergerak dan berkata-kata. Bukan hanya hidup pandai berbicara, pandai menulis, atau pandai bisa menguasai beberapa bahasa.
Yang kita maksudkan adalah hidup yang berdasarkan nilai-nilai dan banyak manfaat bagi diri dan orang lain. Hidup yang membawa berkah dan kemaslahatan bagi orang banyak. Hidup yang memiliki kekuatan secara materi maupun secara non materi. Sesuai dengan prinsip bahwa umat Islam haruslah kuat segalanya. Salah satu kekuatan yang harus kita miliki adalah kekuatan finansial. Diharapkan kita dengan keuangan yang banyak bisa menggunakannya dalam bidang ibadah dan beramal shaleh. Segala hal dan kegiatan bisa melebihi orang lain dalam kebaikan. Uang yang kita kuasai, bukan uang yang menguasai diri kita. Bukan kita menjadi hamba uang, tetapi uanglah yang menjadi hamba kita.
Begitu juga yang kita maksudkan adalah dengan menulis supaya kita bisa hidup dan kita hidup supaya bisa menulis yang benar-benar tulisannya bermakna dan bermanfaat. Itulah yang kita maksudkan, pada awalnya kita menulis agar kita bisa hidup, dan pada akhirnya kita hidup hanya untuk menulis dalam arti menulis yang bernuansa ibadah dan amal shaleh. Betapa sulitnya kita memenuhi kebutuhan tanpa adanya kekuatan badan, pikiran, perasaan, dan kekuatan uang.
Yang dekat terasa jauh dan yang jauh terasa sangat jauh tanpa adanya kecukupan bidang keuangan. Dalam situasi begini yang serba harus menggunakan uang besar kita tidak punya uang, maka kebutuhan kita banyak yang tidak bisa dipenuhi. Jelas di sini, ada perbedaan antara orang hidup bisa menulis dengan orang hidup tanpa bisa menulis yang kita maksud.
Dengan banyaknya bahan yang kita tulis dari bahan bacaan yang kita baca akan membedakan dalam cara berbicara, cara berpikir, dan cara bertingkah laku sehari-hari. Memang cukup banyak orang yang berjabatan tinggi yang pandai berbicara mengalahkan para penulis profesional. Namun kita perhatikan baik-baik pembicaraannya tidak sebaik para penulis profesional. Kata-kata yang diucapkan pembicara terasa lebih sistematik dan sarat dengan makna.
Mengapa sampai terjadi orang pandai bicara secara lisan tidak sesistematis para penulis professional? Alasannya memang ada, para penulis biasanya sebelum melakukan pekerjaan menulis dengan banyak membaca. Dalam bahan bacaan banyak berisi materi kebahasaan yang dibacanya. Juga banyak membaca materi tentang berbagai bidang atau membaca materi sesuai bidang yang dibahasnya.
Para penulis sangat kental dengan buku-buku, karena buku-buku merupakan sumber informasi dan pengetahuan kepenulisannya. Namun para pembicara yang diutamakan bagaimana agar para pendengar merasa senang dan terhibur. Sebagian pembicara pandai berkelakar, menyampaikan materi dengan mudahnya oleh para pendengar tanpa harus memperhatikan bagaimana cara memperhatikan susunan pembicaraannya yang baik.
Orang bisa hidup dengan menulis atau tanpa menulis juga, tetapi bukan hidup sebagaimana hidupnya ruh di dalam badan, bisa bernafas dan bergerak dengan kekuatannya. Hidup dengan menulis sebagian besar oleh didominasi pikiran dan hati yang sangat dalam ruang lingkupnya. Tingkat kesadaran dalam menjalani hidup dan kehidupan akan lebih tinggi dengan banyak membaca dan menuliskannya.
Idealnya, kita harus bisa berbicara dengan bahasa lisan dan bisa berbicara secara tertulis. Akan lebih hemat apa yang kita rasakan untuk dituliskannya, dan akan terasa hemat juga apa yang kita pikirkan untuk dituliskannya. Perasaan dan pikiran yang kuat kita tuliskan menjadi karangan yang kuat pula. Oleh karena itu, kita agar lebih meningkatkan kedua keterampilan berbahasa. Namun bisa pula kita memilih salah satu keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan berbicara atau keterampilan menulis sampai tingkat professional.
Di dalam kehidupan ini lebih baik ada salah satu pekerjaan atau aktivitas yang dijadikan profesinya. Apabila menulis, kita harus sampai tingkat professional. Namun saya untuk sampai tingkat professional dalam menulis sangat sulit, karena keterbatasan usia telah setengah abad. Namun saya tidak akan menjadikan usia sebagai alas an untuk tidak memulai menulis dengan antusias tinggi.
Saya baru saja mendapat pencerahan dari para penulis blog di internet dan para penulis yang memotivasi saya menulis. rasanya pada saat-saat ini saya banyak membaca tulisan-tulisan yang memotivasi dalam menulis. dulu saya terlalu ditakut-takuti oleh perasaan salah menulis. takut tulisan saya disalahkan atau dikritik. Saya sangat peka apabila disalahkan apa yang saya tulis. Sekarang setelah berusia hamper lima puluh tahunan baru menyadari bahwa setiap keberhasilan di bidang apa saja perlu proses. Belajar dari kesalahan akan membuat diri kita lebih berhasil.Fatih Beeman sebagai penulis muda menulis blog dengan judul Menulis Untuk Hidup atau Hidup Untuk Menulis.
Pada awalnya dia menulis untuk hidup, tetapi pada akhirnya hidup untuk menulis. walaupun dia hidup untuk menulis, kehidupan yang layak mengikutinya. Jelas kegiatan menulis sangat menjanjikan bagi penulis. Kita sebagai manusia perlu kelayakan bidang finansial dan bidang-bidang lainnya. Islam mengajarkan umatnya untuk kuat dalam berbagai hal kebaikan, kuat fisik dan kuat psikisnya. Kuat lahir dan batin perlu kita tingkatkan dengan menulis.


0 komentar:

Posting Komentar