Selasa, 29 Mei 2012

MERAIH IMPIAN MENJADI PENULIS
(Jajang Suhendi, Cikedal-Pandeglang)

Pada waktu awal menjadi guru, aku belum menjadikan menulis sebagai kegiatan yang membahagiakan. Mempelajari teori kepenulisan dan berlatih menulis sekedar mengisi waktu luang saja tanpa keinginan aku untuk menjadi penulis. Memang waktu itu keadaan keuangan kami sekeluarga memadai. Aku tanpa harus susah payah membiasakan diri menulis setiap hari dan malam. Tuntutan kebutuhan belum banyak sehingga aku tanpa harus mencari sumber keuangan selain uang gaji. Namun setelah aku meneruskan kuliah dan begitu juga anak-anakku kuliah baru terasa pentingnya menambah sumber penghasilan lain. Di antanya kegiatan menulis bisa dijadikan sumber penghasilan sambil berdakwah lewat tulisan. Aku tidak ada yang menyalahkan menulis sebagai sarana perjuangan sambil mencari nafkah.
Waktu belum ada tantangan kebutuhan yang banyak, aku tidak ada niat kegiatan menulis untuk sarana mencari nafkah. Menulis bukan pekerjaan yang aku impikan. Yang menjadi impian siang dan malam aku adalah menjadi seorang guru bergelar sarjana yang memiliki uang gaji besar. Pada kegiatan menulis tidak ada niat untuk lebih terampil lagi. Aku tidak berniat untuk mengembangkan kegiatan menulis. waktu itu aku hanya berniat menjadi seorang guru yang banyak digunakan oleh banyak pihak selain aku menjadi guru SD, aku ingin berguna di SMP, MTs, SMA. Dan di Perguruan Tinggi. Aku banyak menjadi tenaga honor di sekolah selain SD. Kesannya aku mampu mengajar di sekolah yang lebih tinggi tanpa mempertimbangkan berapa besarnya aku mendapatkan upah kerja. Mungkin aku terlalu mabuk sanjungan dikatakan orang super sibuk dan banyak gunanya di mana-mana. Ternyata yang merasakan hanyalah diri sendiri.
Setiap hari dari pagi sampai menjelang waktu Maghrib aku bekerja menjadi guru tetap di SD dan menjadi guru honorer di MTs, SMP, SMA, dan pernah di Perguruan Tinggi yaitu di UNMA Jarak Jauh dan di UT. Sungguh bahagia aku waktu itu dengan banyak pekerjaan tersebut walaupun upahnya sangatlah jauh dari memadai. Waktu pelaksaannya cukup lama dari tahun 1982 di SMP Jiput sampai tahun 1984, dari tahun 1987 sampai tahun 1990 di MTs MA Cening Kecamatan Jiput (sekarang Cikedal), dari tahun 1996 sampai tahun 2000 di SMAN Labuan (sekarang SMAN 3 Pandeglang), dari tahun 1999 sampai tahun 2002 di SMAN Jiput (sekarang SMAN 11 Pandeglang, tahun 2002 menjadi dosen UNMA kelompok Pagelaran dan tahun 2003 sampai tahun 2004 di UT. Itulah yang membuat aku bahagia. Namun setelah anak-anakku kuliah mulai aku merasa pentingnya bekerja menambah penghasilan yang lebih besar tanpa menghilangkan nilai ibadah.
Sebenarnya bekerja sebagai tenaga honorer betapapun tingginya sekolah atau perguruan tinggi tempat aku bekerja, tidak menjamin aku bisa mendapat honor yang besar. Yang ada hanyalah perasaan senang saja pada waktu itu sementara waktu aku sudah mempunyai anak yang kuliah terasa tidak mencukupinya. Bahkan biaya yang aku keluarkan untuk kuliah aku saja kewalahan. Bank dan koperasi yang dijadikan tempat mengaduhnya. Pada waktu itu tidak terpikirkan bagaimana aku mencari penghasilan yang lebih besar lagi selain gaji bulanan. Menulis sekedar kegiatan mengisi waktu luang saja. Padahal aku pada tahun 1996 sudah mampu menulis artikel yang dimuat di Majalah Suara Daerah Jawa Barat dengan honor Rp.80.000,00 setiap judulnya. Waktu itu masih terasa besar bagiku dan bisa aku belikan barang-barang yang bermanfaat. Sungguh sayang tidak aku kembangkan terus. Aku berhenti menulis artikel setelah Banten menjadi propinsi dan terpisah dari Propinsi Jawa Barat.
Apabila dikembangkan terus tentang kebiasaan menulis sejak diterimanya artikel oleh redaksi Majalah Suara Daerah Jawa Barat mungkin aku telah menjadi penulis buku. Murid aku yang pada waktu itu masih duduk di bangku SD sewaktu aku memperlihatkan artikelku, sekarang sudah menjadi penulis muda yang inspiratif. Apalagi aku sudah lebih awal dari dia. Aku punya bakat menulis sejak kelas 4 SD apabila dikembangkan tentu akan menghasilkan penulis berbakat. Namun aku tidak akan membahas kelemahan mengapa aku tidak mengembangkan menulis sejak waktu itu. Terpenting aku mulai saat ini pula harus berniat untuk menjadi penulis yang aktif, kreatis, produktif, dan inspiratif bagi para pembaca setia. Walaupun usiaku sudah 50 puluh tahun, aku akan memelihara semangat menulis tanpa harus kalah oleh orang-orang yang usianya masih muda.
Suatu impian tidak dilarang Allah, tetapi sangat dianjurkan sekali dalam upaya untuk meningkatkan kualitas diri. Aku memperhatikan karya-karya besar seperti Imam Gazali mampu menulis buku yang tebal-tebal dan berkulitas sampai saat ini. Hal menunjukkan beliau sangat ahli dalam bidang menulis. beliau menulis dengan hati nurani terdalam. Setelah bertahun-tahun beliau menjadi ahli dalam perdebatan. Beralih sebagian waktu dan kesempatannya dengan menulis tentang kebeningan hati. Padahal waktu itu sarana dan prasarana untuk menulis sangatlah terbatas tetapi mampu melebihi para penulis pada saat ini yang sudah lengkap sarana dan prasarananya. Tentu dalam hal ini berbeda pada tingkatan kualitas dalam memanfaatkan hati nurani sebagai panglima pada saat menulis. Menulis atas dasar dorongan ketulusan hati dan pendekatan kepada Allah yang tidak kepalang tanggung. Beliau dan setingkat beliau dalam menulis sungguh-sungguh tanpa mau berbuat setengah-setengah.
Aku sekarang memohon kepada Allah semoga aku mampu menulis dengan kekuatan hati yang telah dilimpahkan Allah kepadaku. Otak dan hati yang diberikan Allah akan aku gunakan untuk menulis yang dilakukan sepenuh hati. Aku tidak akan menghiraukan usia telah tua, aku tidak akan terbatas dengan waktu sudah larut malam atau sibuknya pekerjaan lain. Aku tidak akan terhalang menulis gara-gara tidak ada semangat menulis. Akan aku biarkan semua kendala untuk tidak menulis. menulis akan aku jadikan tempat mengekspresikan isi hati dan pikiranku sepenuh hati. Aku tidak akan membiarkan kesempatan baik ini sebagai peluang yang mampu menuju ke pintu gerbang kesuksesan. Menulis akan aku jadikan impian dasyat yang akan mampu mengangkat kualitas diri dan kehidupanku. Biar aku terkesan terlalu menyombongkan diri dengan menulis ini. Dalam hati aku tidak berniat untuk menyombongkan diri, tetapi sekedar memotivasi kepada rekan-rekan guru untuk mengembangkan potensi kepenulisan kita masing-masing.
Menulis aku yakini sebagai perbuatan mulia yang akan membuka tirai ketidakjujuran, memberi pencerahan terus-menerus kepada diri sendiri dan orang lain yang mau membaca tulisanku. Dengan menulis aku mau mencurahkan segala perasaan sedih dan senangnya diriku dalam mengadapi keadaan. Susah dan senangnya akan aku jadikan sebagai sarana pembelajaran dalam proses pendewasaan diri. Menulis bukan sekedar tujuan finansial belaka, tetapi menulis akan aku untuk mendekati kebenaran sebagaimana tersurat dalam buku-buku Asmaul-Husna. Sifat-sifat Allah mesti aku dekati lewat sarana menulis ini. Berbarengan dengan upaya ibadah dan beramal saleh. BERSAMBUNG
Dulu sebagai penulis tidak begitu menarik hati dengan alasan tidak menghasilkan uang yang menjanjikan. Adapun ada beberapa orang yang sudah diterima tulisannya di suatu majalah tingkat kabupaten tidak mendapat upah sedikitpun. Dalam pikirannya orang tersebut untuk apa cape-cape menulis tanpa menghasilkan. Sebagian pihak media cetak kurang memperhatikan kemauan para penulis pemula untuk memberi penghargaan. Namun apabila kita prediksi masa mendatang kegiatan menulis merupakan kegiatan mulia. Ada yang mengatakan bahwa menulis adalah upaya berjuang melalui media tulis atau dakwah dengan tulisan. Dengan menulis para pembaca akan mampu mendapatkan informasi dan pengaaman orang lain lewat tulisan.
Meraih impian menjadi penulis ibarat memandang satu titik tanpa mau membagi-bagi perhatian. Kepastian bisa kita raih dengan kepastian pandangan dan keyakinan akan kekuasaan Allah untuk mengabulkan-Nya.

0 komentar:

Posting Komentar