Selasa, 29 Mei 2012

HIDUP ADALAH PERJUANGAN
(Jajang Suhendi, Cikedal-Pandeglang)

Kita melihat lautan luas airnya suci dan bangkainya halal merupakan analogi bagi siapa saja yang memiliki sifat sabar, berani, dan cerdas yang memiliki kekebalan untuk dibenci orang (Dr. ‘Aidh Al-Qarni, 2005:496). Orang hidup di dunia ini bisa kita ibaratkan lautan luas yang airnya yang terdiri dari berbagai macam ikan dan benda-benda lautan lainnya. Barang yang hidup maupun yang mati ada di lautan tersebut. Namun semua bangkai ikan halal apabila dimakan. Dunia ini sebagaimana lautan tidak semuanya dalam keadaan suci bersih. Kita sebagaimana orang-orang yang selalu berupaya hidup suci dan bersih dalam berbagai aspek yang kompleks ada yang suci bersih dan ada pula yang kotor.
Upaya menjadi orang yang baik memerlukan perjuangan berat. Terkadang memerlukan pengorbanan waktu, tenaga, biaya, pikiran, dan perasaan. Tanpa pengorbanan rasanya pencapaian tujuan akan sulit kita meraihnya. Upaya kita dalam memperjuangkan nasib terpuruk menjadi nasib terbaik merupakan keharusan. Tanpa hal itu kita pasti bernasib malang dan selalu dalam kelemahan. Lemah dalam kondisi fisik, lemah dalam jiwa dan raganya. Keberhasilan diri sangat kita tentukan dengan upaya perbaikan terus-menerus dan berkesinambungan.
Keberhasilan hidup bisa kita capai mealui perjuangan yang tidak setengah-setengah. Nasib buruk kita perjuangkan menjadi nasib baik dengan upaya kerja keras, pikiran keras, dan perasaan yang keras yang dibarengi kecerdasan intelektual, finansial, sosial, dan spiritual. Dulu misalnya banyak teori tanpa banyak praktek memperjuangkan diri sendiri. Apa yang kita rasakan dan kita pikirkan langsung saja kita praktekkan. Ingin mengubah kemalasan menulis kita ubah langsung dalam praktek menulis artikel atau langsung menulis buku-buku. Dalam pikiran dan hati kita selalu ada buku dan buku yang harus bisa kita tuliskan.
Dalam memperjuangkan apa yang kita cita-citakan, kita memerlukan doa, dzkir, baca Al-Qur’an, mendirikan shalat wajib dan sunnahnya. Mengapa demikian? Sebagai alternatif hidup kita di masa depan, kita harus memiliki jiwa dan raga yang cerdas luar dan dalamnya. Diharapkan kita menjadi orang yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi terhadap orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Perubahan nasib memerlukan perjuangan berliku-liku dan waktu yang cukup panjang. Dan melelahkan sekali pada umumnya orang sebelum sampai pada titik akhir, sudah berhenti di tengah jalan.
Pada awalnya kita banyak utang ke pihak Bank atau pihal lain, bisa berubah dengan pendekatan spiritual yang tidak mengenal lelah. Menyisihkan waktu malam kita melakukan ibadah ritual. Kendala kemiskinan mesti kita upayakan dengan banyak beribadah dan beramal shaleh. Memahami matematika Allah selain memahami matematikanya manusia. pasang dan surutnya perjuangan selalu ada dan merupakan hal yang wajar di dalam kehidupan ini. Menurut Islam apabila kita tersangkut pinjaman berbunga termasuk ke dalam masalah ribawi. Namun dalam situasi yang mendesak, karena persiapan sebelum pernikahan belum matang, terpaksa upaya meminjam uang dihadapinya.
Tanpa upaya meminjam akan lambat tercapai apa yang menjadi cita-citanya. Bahkan mungkin cita-citanya tidak akan kesampaian. Waktu penagihan terkadang banyak tidak tepatnya. Seperti orang yang munafik suka ingkar janji untuk melunasi utang-utangnya. Secara lahiriahnya jelas orang tersebut memilki sifat tidak baik. Namun keadaan begitu bagaimana? Maka, cocok bagi saya hal seperti itu dianalogikan air laut yang bisa menawarkan penyakit, menghalalkan bangkai dan bermanfaat untuk kemaslahatan orang banyak.
Begitu juga ilmu dan amalnya orang tersebut bisa kita manfaatkan demi kebaikan orang banyak walaupun harus melalui proses panjang yang berliku-liku. Perjalanan hidup yang panjang ternyata tidak bisa mulus dalam satu arah jalan yang benar. Uang biaya sekolah atau kuliah saya, anak-anak bukan lurus dari uang gaji bulanan. Semuanya bersumberkan dari uang pinjaman yang berbunga besar. Memang kenyataan hidupku sungguh berat dirasakannya. Memang hidup adalah perjuangan dalam memperjuangkan cita-cita, tujuan, atau visi yang ditetapkan sebelumnya. Seolah-olah saya diadakan utuk mengahadapi nasib malang untuk dirasakan sebagai ujian mental dan fisik saya.
Dalam hati saya tetap meyakini bahwa saya hidup harus melalui berbagai tekanan hidup. Dimarahi, dikritik, dicemooh, dilemahkan, dinggap lemah tidak mampu menjadi seorang ayah yang mampu menafkahi keluarga dengan normal. Semuanya memang seperti harus saya telan dan saya ramu menjadi suatu bumbu kehidupan yang menuju kea rah kesuksesan. Seolah-olah saya harus mampu memecahkan masalah berat menurut ukuran orang pada umumnya. Berpuluh-puluh tahun lamanya saya menghadapi hidup yang berat ini. Tanpa ada pihak yang bisa mengerti secara bijaksana. Terjadi peristiwa isolasi diri saya sendiri di dalam system sosialisasi. Terisolasi dalam kelompok orang banyak. Tanpa uang banyak tanpa penghargaan setulus hati orang-orang dalam berkomunikasi.

0 komentar:

Posting Komentar