Selasa, 29 Mei 2012

MENGAPA SAYA HARUS MAPAN FINANSIAL?
(Jajang Suhendi, Cikedal-Pandeglang)

Bersenang-senang dalam kemewahan, banyak uang dan harta benda, tetapi tidak banyak yang dilakukan untuk kepentingan sesama yang sangat membutuhkan bukanlah tujuan saya. Maunya saya hidup banyak rizki, baik dalam bentuk harta kekayaan maupun dalam bentuk uang digunakan untuk sarana ibadah dan beramal saleh. Dulu tidak terpikirkan betapa pentingnya kekayaan. Dulu bagi saya kekayaan tersebut akan membuat hidup keblinger, bersenang-senang tanpa arah dan tujuan yang bisa menyelamatkan di dunia apalagi kelak di akhirat.
Memang sebelum saya memiliki kekuatan jiwa apabila langsung menerima kekayaan mungkin belum mampu memikul kekayaan tersebut. Oleh karena itu walaupun saat ini saya baru mulai menyadari betapa pentingnya uang, dan baru akan memulai bagaimana saya menciptakan sumber penghasilan yang menjadi percepatan bidang finansial, maka saya tidak termasuk orang yang terlambat. Daripada tidak sama sekali mencoba mau bergerak di bidang finansial, saya lebih baik memulai untuk mencoba bergelut di bidang finansial tersebut.
Banyak negatifnya bagi saya hidup tanpa kemapanan bidang keuangan. Segala kebutuhan yang kecil-kecil saja tidak saya cukupi apalagi kebutuhan-kebutuhan yang sangat besar. Kebutuhan diri sendiri maupun kebutuhan dalam hubungnnya dengan orang lain harus kita penuhi. Dari mulai masuk WC ketika saya bepergian jauh saya harus mengeluarkan uang, ketika di dalam bus banyak pengamen sayapun harus memberi uang, ketika mau naik haji bersama istripun harus mengeluarkan uang yang sangat besar. Mau ngomong apa gerangan beribadah menulaikan ibadah haji tanpa uang? Mau ngomong apa saya ketika orang tua saya meninggal dunia keadaan diri saya sedang kesusahan? Apalah yang hendak dikata tanpa uang yang memadai saya sulit memenuhi kebutuhan, ibadah dan beramal saleh.
Terasa menyedihkan bagi saya hidup dalam kepapaan. Untuk memenuhi kebutuhan yang dianggap ringan saja saya mengutang kesana-kemari. Padahal tidak perlu saya lakukan bagi saya yang sudah memiliki penghasilan tetap setiap bulan. Seperti uang-uang yang saya terima setiap bulan tidak barokah saja. Uang memang bukan segalanya yang bisa menentukan, tetapi uang ternyata adalah sarana untuk mencapai tujuan hidup yang bisa menyelamatkan diri di dunia dan akhiratnya.
Saya sekarang tidak memandang uang sebagai hal yang akan menyesatkan, membahayakan, membuat hidup terlena, dan segala macam dalih yang menyepelekan uang. Saya tidak meunafik akan segala apa yang saya perlukan. Pokoknya uang bukan segalanya, tetapi tidak ada uang saya tidak bisa menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan keuangan. Orang-orang di sekitarpun yang pada awalnya baik menjadi berbelok menjauh. Mungkin ketakutan saya banyakmeminjam uang atau membuat diri mereka kebobolan uangnya. Jangankan orang-orang yang tidak ada hubungan darah, saudara juga bisa-bisa menjauh karena keadaan diri saya yang pas-pasan tersebut. Pengalaman membuktikan tidak banyak uang atau banyak utang suka menerima perkataan saudara yang mampu dengan sebutan “urang nu keur calangap kudu dibere” maksudnya, orang yang sangat kekurangan harus dikasihani.
Walaupun maksudnya bukan untuk menghina, tetapi diterima adalah suatu penghinaan yang tidak bisa dimaklumi. Sauadara-saudara yang dianggap meleklah yang didekati dan disanjung-sanjung. Saya tidak mau diam dalam kondisi demikian, saya harus mengubah nasib dari sengsara menjadi kaya raya atas dasar izin Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kesalahan dalam pengaturan keuangan pada awalnya yang membuat saya menjadi begini. Memang pernikahan saya bersama istri belum mampan. Baru menjadi CPNS sudah berani menikah padahal tuntutan pada waktu itu sangatlah banyak. Mungkin hal itu menjadi bumerang bagi diri saya. Keadaan serba kekurangan orang tua membuat sikapnya kurang mendukung keadaan diri saya. Mungkin saja jengkel seorang anak yang telah berhasil menjadi guru terlalu cepat menikah. Menjadi malapetaka jadinya yang saya terima sampai saat ini.
Saya bertobat atas kesalahan dan keegoisan ini tidak berpikir panjang dan penuh pertimbangan dalam bertindak. Namun keadaan telah terjadi sudah tidak bisa diubah terpenting saya harus berpikir ke depan bagaimana saya mampu mengubah nasib yang malang menjadi suatu keberhasilan untuk dunia dan akhirat. Yang sudah terjadi dan yang belum terjadi tidak bisa dilepaskan dari ketentuan Allah. Saya selalu ingat akan nasib dan takdir, tetapi saya harus ingat pula akan setiap usaha sayalah yang harus dilakukan dengan sefektif dan semaksimal mungkin. Saya harus ingat akan ketentuan Allah yang selalu menyertai segala usaha saya. Daripada saya tidak berupaya akan lebih baik saya terus berusaha seoptimal mungkin.
Menulis tanpa mengenal lelah setiap waktu dan kesempatan saya lakukan merupakan keyakinan saya untuk menjadi orang yang memiliki kekayaan, mental dan finansial. Memang kalau menulis dilakukan hanya setengah-setengan menghasilkan tulisan yang asal-asalan saja. Namun apabila saya menulis dengan semangat menggebu-gebu sepenuh hati, pikiran, tenaga, dan biaya, maka saya merasa yakin akan berhasil dengan gemilang. Tentu dalam hal ini hati dan pikiran yang mendekat kepada Allah selalu. Saya tidak memiliki kekuasaan, kemampuan, dan kelebihan kecuali semuanya berasal dari Allah. Saya harus semakin merendah dalam hati, tetapi semangat dalam upaya untuk menjadikan tulisan sebagai senjata ampuh dalam memperkuat kualitas dan keuangan di masa mendatang. Insya Allah, berhasil dengan semangat ilahiah yang berdiri kokoh di atas semangat juang yang tinggi.

0 komentar:

Posting Komentar