Jumat, 24 Agustus 2012

SEMANGAT DAN ANTUSIAS BUDAYA MENULIS CALON PEMIMPIN BANGSA

fiksi.kompasiana.com/.../budaya-menulis-calon-pemimpin-bangsa/

Mengingat banyaknya manfaat menulis bagi seorang pelajar khususnya, budaya menulis sungguh perlu ditumbuhkembangkan. Untuk itu, pertama-tama, tumbuhkan dulu kecintaan dan kebiasaan dalam hal membaca. Satu hal yang perlu diingat, menulis sangat berbeda dengan berbicara. Tentunya komunikasi melalui tulisan cenderung lebih sulit. Meskipun demikian, bukan tidak mungkin bisikan dan teriakan, seperti ketika berbicara, diwujudkan dalam bentuk tulisan. Hanya saja, untuk mengungkapkannya dibutuhkan kecerdasan bahasa. Dan membaca menjadi solusinya. Dengan banyak membaca, rasa kebahasaan seseorang akan berkembang.

Dengan menulis, seseorang ibarat membenamkan diri dalam proses kreatif. Karena ketika ia menulis, itu berarti ia menciptakan sesuatu, yang juga berarti melontarkan pertanyaan-pertanyaan, mengalami keraguan dan kebingungan, sampai akhirnya menemukan pemecahan. Dan ketika proses kreatif tersebut semakin dilatih, akan semakin mudah untuk mengalihkan keahliannya kepada bidang lain yang juga membutuhkan solusi kreatif, seperti sekolah maupun kegiatan-kegiatan lainnya.

Budaya menulis guru

Menurut Untung Sutikno, S.Pd (2008), kompetensi menulis yang belum menjadi budaya di kalangan guru. Bahwa kompetensi menulis di kalangan guru sampai saat ini masih sangat memprihatinkan. Tabrani Yunis - Peminat masalah sosial dan Pendidikan/Director Center for Community Development and Education (CCDE)-mengkritik para guru, bahwa budaya menulis di kalangan guru masih sangat rendah.

Diakui atau tidak, kritikan tersebut patut kita renungkan untuk menemukan akar permasalahannya. Kita tidak perlu membuat indikator terlalu banyak. Cobalah amati rekan-rekan guru di sekeliling kita. Berapa banyak di antara mereka yang membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sendiri sebagai tugas utama guru. Cobalah amati buku-buku di perpustakaan atau di toko-toko buku. Hitunglah, berapa banyak buku yang ditulis oleh para guru. Anda membaca surat kabar ? Hitunglah berapa banyak artikel yang ditulis oleh para guru. Pasti jarang sekali, bukan?

Benarkah guru tidak mampu menulis atau tidak terbiasa menulis? Jawabannya pasti bermacam ragam. Namun dalam kenyataannya, memang sangat sedikit guru yang menulis. Jangankan untuk menulis di media massa, jurnal atau yang lainnya, untuk membuat karya tulis yang diajukan dalam pengurusan kenaikan pangkat saja, banyak yang tidak bisa. Ironisnya lagi, untuk membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran saja banyak yang angkat tangan. Kondisi seperti ini tentu merupakan sesuatu yang memprihatinkan bagi kita. Padahal, guru harus membuat karya tulis adalah salah satu unsur pengembangan profesi, kalau mau cepat naik pangkat. Menulis karya tulis sendiri, adalah sebuah upaya pengembangan profesi dan pengembangan diri dalam mengekspresikan diri. Namun sekali lagi, mengapa budaya menulis di kalangan guru itu sangat rendah? Idealnya, seorang guru harus mau dan pintar menulis. Mengapa demikian?

Berbicara Lewat Tulisan

Kepala Dinas Olah Raga dan Pemuda (Disorda) Provinsi Jawa Barat H Amung Mamun mengatakan, pemuda merupakan aset sekaligus tumpuan harapan yang akan menegakkan cita-cita bangsa. Dalam menjalankan perannya pemuda selalu dituntut untuk mengembangkan kepedulian dan kreatifitas. Berbicara melalui tulisan merupakan wadah terluas dalam mengekspresikan segala pemikiran dan kegundahan didalam hati. Pemuda tidak dituntut untuk selalu menyatakan pendapatnya dengan kata-kata. Setiap hari ada koran yang terbit, majalah, tabloid dan lain sebagainya. Kita bisa berbicara melalui tulisan. Dengan menulis, kita akan berusaha untuk mengolah kata demi kata menjadi sebuah gagasan, memberikan inspirasi dan informasi kepada banyak orang, serta dengan menariknya isi tulisan kita bisa membangkitkan minat baca orang. Namun terkadang banyak kendala mengapa pemuda-pemudi saat ini kurang berminat dalam menulis ? Pertama, mereka banyak yang tidak mempunyai budaya membaca yang baik. Mereka umumnya miskin bahan bacaan atau referensi. Ada ungkapan yang mengatakan, penulis yang baik berawal dari pembaca yang baik. Coba saja amati di sekeliling anda. Berapa banyak pemuda-pemudi yang sering mengunjungi perpustakaan umum untuk mencari referensi. Berapa banyak pemuda-pemudi yang berlangganan koran atau majalah?

Kedua, motivasi yang rendah di kalangan pemuda-pemudi untuk menulis. Tidak sedikit dari mereka yang walaupun telah banyak memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas, namun enggan untuk menulis. Dalam kaitan ini Agus Irkham- penulis artikel kondang yang ratusan tulisannya terserak di Koran Suara Merdeka, Wawasan, Kaltim Pos, Solo Post dan sebagainya, menegaskan bahwa kegagalan seorang untuk menjadi penulis, minimal menulis, justru lebih banyak disebabkan oleh lemahnya motivasi. Termasuk habitat atau kebiasaan hidup yang dapat mendukung keprigelan dan tradisi menulis yang kuat.

Kendala ketiga, pemuda-pemudi yang miskin gagasan. Andaikan para pemuda-pemudi di seluruh Indonesia dapat menulis buku. Andaikan artikel-artikel, opini dan celoteh pemuda-pemudi banyak mengisi lembaran surat kabar dan majalah. Namun, mengapa tidak banyak pemuda-pemudi yang mau menulis. Kurangnya gagasan dalam menulis membuat pemuda-pemudi tidak tahu apa yang akan ditulis. Bahkan untuk memulai menulis kata pertama dalam karangannya sering membuatnya berkali-kali membuang kertas akibat salah memilih kata.

Kendala keempat, kurangnya keberanian dalam menulis. Menjadi pemuda-pemudi calon pemimpin bangsa dituntut mempunyai loyalitas yang tinggi. Loyalityas tersebut harus ditujukan kepada Negara.

Menurut saya pribadi, saya optimis dengan budaya menulis nantinya adalah calon pemimpin bangsa. Sebelum menulis, seseorang akan membaca terlebih dahulu. Karena efektifitas membaca yang baik adalah ingin menuliskannya kembali dengan bahasa kita sendiri. Tidak semua orang bisa berbicara lewat tulisan, tapi dengan banyak membaca akan memiliki motivasi tersendiri untuk bisa menuliskan apa yang kita baca.

Untuk menjadi seorang pemimpin, kita harus bisa membaca dan melihat keadaan rakyatnya. Membaca tulisan-tulisan rakyatnya, dengan demikian budaya menulis juga bisa menjadi alternatif penyampaian pesan yang sangat akurat dan terpercaya. Oleh karena itu banyak sekali manfaat menulis, selain bisa mengkreasikan diri sebebas mungkin juga bisa memberikan banyak informasi kepada orang lain. Kemampuan menulis bagi sebuah komunitas ataupun masyarakat sesungguhnya sangat penting. Dengan kemampuan menulis, Anda akan dituntut untuk berpikir logis dan runtut dalam mengungkapkannya. Begitu juga menyangkut kemampuan analisis terhadap topik yang diangkat, akan lebih mudah dilakukan melalui menulis.

Menurut Agus M. irkham, Ada banyak manfaat menulis yang telah dicecapnya. Berikut ini adalah 25 manfaat menulis yang telah dirasakan sendiri oleh Agus yaitu :

1.Melatih Fokus

2.Agar Bicara tidak Belepotan

3.Agar tidak Grogi Saat Bicara di Depan Umum

4.Menggali Potensi Diri

5.Mengenali Diri Lebih Baik

6.Membentuk Rasa percaya Diri

7.Menyembuhkan Stres/Membebaskan Diri dari Perasaan Tertekan

8.Menghapus Keyakinan-Keyakinan Palsu

9.Merumuskan Tujuan Hidup Sehingga Impian Hidup Lebih Jelas/Menjadikan Hidup Lebih Terarah

10.Menghapus Kekuatiran-kekuatiran dalam Menjalani Kehidupan

11.Memperbaiki Hal-hal Buruk pada Diri Sendiri

12.Membantu Merumuskan Strong way untuk Hidup Sukses

13.Menghilangkan Penyakit Lupa

14.Membantu Menyelesaikan Masalah

15.Membantu “Meramal” Nasib Hidup Kita

16.Meningkatkan Kualitas Kesehatan Fisik

17.Ajang Pelepasan Emosional yang Membangkitkan Rasa Puas dan Lega

18.Meningkatkan Fungsi Kekebalan Tubuh

19.Menyembuhkan Pengalaman yang Traumatik

20.Menjernihkan Pikiran

21.Membantu Mendapatkan dan Mengingat Informasi

22.Membantu Meningkatkan Catatan Amal Baik Kita

23.Membantu Membangkitkan Optimisme dan Memunculkan Keyakinan Baru

24.Membantu Agar Impian Menjadi Kenyataan

25.Melancarkan Diet Pemikiran

Dengan hadirnya berbagai media kreasi telah merangsang orang untuk menggemari budaya menulis. Selain untuk mengekspresikan diri, melalui tulisan Anda juga dapat mengkritisi berbagai hal yang dianggap perlu dibenahi. Dengan kata lain, melalui budaya menulis terbangun secara evolutif. Karena itu tunggu apalagi, segera budayakan menulis sekarang juga.

0 komentar:

Posting Komentar