Selasa, 11 September 2012

SATU BUKU SEBELU MATI

Sumber: media.kompasiana.com/buku/2012/05/04/satu-buku-sebelum-mati/ Jika hidup terasa cukup bahkan sempurna, kenapa kita masih harus menulis? Berbagi semangat menulis, Manchester Workshop menulis di Tokyo Saya selalu percaya, setiap orang memiliki cerita. Sebagaimana saya percaya, setiap kita pasti pernah atau barangkali pun masih melalui garis perjuangan yang jika dikisahkan akan menginspirasi dan menggerakkan lebih banyak orang. Seorang kawan yang dulu bersekolah dengan seragam lusuh dan sepatu sobek, kini bekerja di sebuah perusahaan terkemuka dengan jabatan tinggi. Beberapa sosok terkenal dan sukses yang pernah saya temui, berasal dari potret keluarga Indonesia yang bergulat dengan kemiskinan dan kesulitan hidup yang hebat. Sayang, hanya sedikit yang mengetahui lembaran suram dibalik keberhasilan mereka saat ini. Saya percaya ada banyak pahlawan hidup di sekitar kita, yang sosoknya dicari banyak orang. Juga figur menarik yang menyimpan wawasan, hikmah dan pengalaman yang bisa menjadi pembelajaran bagi banyak orang. Ketika berangkat ke tanah suci tahun 2007, saya bertemu seorang pembimbing haji yang sangat bijak. Dalam usia baru lima puluhan, beliau telah pergi haji sebanyak 28 kali. Jika ditambah dengan umroh, mungkin sudah 50 -70 kali Ustadz tersebut ke tanah suci. Terbayang pengalaman yang beliau miliki. Berapa banyak yang bisa dipelajari umat dari setiap perjalanannya. Jamaah yang pernah mendapatkan bimbingan beliau, biasa memanfaatkan keberadaan Ustadz ini untuk bertanya tentang apa saja, demi menggali ilmunya. Maka terasa sebagai sebuah kehilangan besar ketika saya mendapat khabar Ustadz tersebut telah berpulang. Sedih, pertama karena Indonesia kehilangan satu lagi ulama. Kedua, membayangkan berapa banyak kerugian yang kita alami. Bersama kepergian ustadz tersebut, ikut terkubur begitu banyak ilmu, pengalaman dan pengetahuan. Sebab ustadz tersebut tidak menulis, maka tidak ada jejak tertulis yang tersisa. Tentu, bisa saja murid-murid Ustadz tersebut menuliskan pikiran, pengalaman dan perjuangan almarhum, tetapi pasti berbeda jika langsung dari sumbernya. Ada detail, maupun emosi, yang mungkin akan mengalami pergeseran, atau berkurang kekuatannya jika orang lain yang mengisahkan. Menulis sama halnya membuat karya seni, dan seni sejati selalu memiliki umur yang panjang. Melalui tulisan, pikiran, cita-cita, perjuangan dan setiap persimpangan kehidupan yang pernah dilewati, tidak mati, sekalipun usia kita berhenti. Terlepas diterbitkan atau tidak, tulisan akan menjadi warisan luar biasa setidaknya bagi keluarga yang ditinggalkan, bagi anak cucu, hingga mampu memahami perjuangan yang dilalui orang-orang tua mereka. Generasi muda akan melihat betapa kesuksesan yang saat ini ikut mereka nikmati, berasal dari keringat dan perjuangan yang luar biasa. Bagi saya pribadi, salah satu yang selama ini terus mendorong untuk tetap menulis, adalah kesadaran betapa pendeknya usia, dan betapa besar keinginan agar dikenang lebih panjang oleh kedua buah hati saya. Dengan menulis semoga cinta, semangat dan prinsip yang saya pegang selama hidup, bisa terus menemani anak-anak sekalipun bunda mereka tak ada lagi di sisi. Berharap agar sedikit rekamam tulisan tersebut, bisa membantu mereka menghadapi persoalan kehidupan dan tantangan di masa depan. Syukur-syukur bermanfaat bagi lebih banyak orang. Untuk mereka, insya allah saya akan terus menulis hingga Allah memanggil nanti. Satu buku sebelum mati. Mari mulai menggerakkan pena agar kita abadi. Agar sepenggal kehidupan menyisakan kenangan di hati mereka yang kita cintai, juga khalayak luas. Berhadapan dengan tiga pemenang Lomba Menulis Novel Republika lalu, salah satunya seorang guru berusia 59 tahun yang belum pernah menulis satu novel pun sebelumnya, menguatkan keyakinan saya, siapa saja bisa menulis. Ada banyak cara dari yang mungkin memerlukan sedikit investasi hingga gratis, untuk meningkatkan keterampilan menulis, jika dianggap perlu. Dengan tulisan tak hanya kesuksesan, bahkan kegagalan yang dilalui bisa menjadi inspirasi bagi orang lain. Dengan menulis pula, kita bisa membantu orang lain agar tidak masuk ke lubang yang sama seperti yang pernah kita alami. Dan insya allah dengan menulis yang disertai keikhlasan, seseorang telah membuka rekening tabungan bagi amal jariyahnya. Sebab keran-keran ilmu tetap mengalir karenanya, meski jantung tak lagi berdetak.

0 komentar:

Posting Komentar